Buku Panduan Neraka - Chapter 226
Sebelum meninggalkan Jepang, Kano Mai membawa Su Jin ke kuburan keluarga. Bahkan meski Kano Mai sudah mengumumkan kalau dia bukan lagi bagian dari keluarga, dia masih diperbolehkan memasuki kuburan keluarga. Bagaimanapun juga, dia telah memimpin keluarga dengan baik selama bertahun-tahun.
Makam Kano Hideo terletak sangat jauh di dalam dan mereka berjalan melewati batu-batu nisan para anggota keluarga. Kano Mai seharusnya dikuburkan di sini setelah dia mati, tetapi tentu saja, kalau dia benar-benar menikah ke dalam Keluarga Miyamoto, dia tidak akan dikuburkan di sini.
Batu nisan Kano Hideo tidak terlalu besar dan ada sebuah gundukan rendah persis di sebelahnya. Bunga-bunga segar yang tersebar di sekelilingnya membuat tempat peristirahatan abadi yang dingin ini menjadi sedikit hangat lagi.
Ada sebuah foto seorang pria tua di atas batu nisan. Alih-alih foto hitam putih yang serius, pria di dalam foto itu malah tampak sedang menjulurkan lidahnya dan memasang wajah jahil.
Mata Kano Mai memerah namun dia masih tersenyum ketika dia melihat foto itu. Ujarnya pada Su Jin, “Kakek adalah seseprang yang sangat suka bersikap jahil seperti ini. Beliau sama sekali tak kelihatan seperti seorang kepala keluarga dari sebuah keluarga berpengaruh. Terkadang, Beliau kelihatan lebih seperti anak kecil, tapi… Beliau adalah salah satu orang paling cerdas yang pernah kukenal.”
“Lebih cerdas daripada aku?” tanya Su Jin jahil.
Kano Mai tertawa bahkan ketika air mata mengaliri pipinya. Dia berkata lirih, “Bukan jenis kecerdasan yang sama. Kau sangat cerdas, teramat cerdas sehingga kau bisa menemukan jalan keluar dari situasi-situasi yang tampaknya tanpa harapan dan mematikan. Kakek tak bisa dibandingkan denganmu dalam aspek itu. Kecerdasan Beliau ada dalam cara Beliau memilih untuk hidup. Beliau selalu ceria, optimistis, dan mendatangkan tawa pada orang-orang di sekitarnya.”
Su Jin bisa merasakan betapa Kano Mai merindukan Kano Hideo, jadi dia berbisik, “Kalau kau benar-benar tak sanggup melepaskan Beliau, kita bisa… menghidupkannya kembali.”
Namun Kano Mai menggelengkan kepalanya. Dia menyeka air matanya dan menarik napas dalam-dalam, seakan telah berhasil mengendalikan diri. Dia mengulas senyum cerah ketika berkata, “Tidak, aku tak mau melakukannya.”
“Kau tak mau?”
“Iya. Kakek tak pernah takut untuk mati. Pemahaman Beliau akan kehidupan jauh melampaui kita. Beliau sering berkata bahwa jika ada awal, maka pasti ada akhirnya. Keberlanjutan hidup bukanlah di dalam tubuh fisiknya melainkan dalam diri kami.” Kano Mai menunjuk dirinya sendiri. “Keturunan-keturunannya adalah keberlanjutan hidup.”
Kini Su Jin mulai merasakan kekaguman terhadap Kano Hideo. Ada banyak orang yan berani mempertaruhkan nyawa mereka, namun sangat sedikit yang benar-benar tidak takut mati. Dia merasa kalau dirinya takkan bisa benar-benar tidak takut mati.
“Aku akan membiarkan Kakek tidur dengan damai selamanya saja. Kuharap Beliau akan bermimpi indah.” Air mata Kano Mai mulai mengalir kembali. Tampak jelas bahwa bagian dirinya yang itu masih tak mau melepaskan.
Dia meletakkan sekuntum bunga krisan putih di depan makam Kano Hideo dan memejamkan mata seraya membacakan serangkaian suara rendah yang tidak jelas, seakan dia sedang berdoa untuk sang kakek.
Persis pada saat itulah, dari kejauhan orang-orang mulai mendekati mereka. Su Jin telah meninggalkan sedikit psikokinesis di pintu masuk, yang kini merupakan kebiasaannya yang terasa sama alaminya dengan bernapas. Psikokinesis yang dia tinggalkan di pintu telah merasakan kehadiran orang-orang ini begitu mereka berjalan masuk.
“Mereka dari Keluarga Kano.” Su Jin bisa merasakan kalau Kano Yuuko dan Ishida Shouichi ada di antara kelompok yang menghampiri mereka, jadi dia sangat yakin. Sebagian besar dari mereka tidak memancarkan aura yang kuat, yang berarti bahwa mereka adalah orang-orang biasa dan bukan termasuk di antara petarung-petarung hebat seperti orang-orang dari Keluarga Miyamoto. Satu-satunya pengecualian adalah Ishida Shouichi. Pria tua itu memancarkan suatu aura luar biasa, yang berarti bahwa dia menguasai beberapa jurus yang kuat.
“Nona Mai!” Ishida Shouichi memanggil Kano Mai dengan rasa hormat sebanyak sebelumnya.
Kano Mai berbalik dan tampak agak terkejut. Jumlah mereka lebih dari sepuluh orang dan mereka semua adalah para tetua dari Keluarga Kano. Orang yan memimpin jalan adalah putra Kano Hideo, Kano Hajime, yang secara resmi adalah kepala keluarga saat ini.
“Paman!” Kano Mai telah mengumumkan kepergiannya dari keluarga, tetapi dia masih memanggil Kano Hajime dengan sebutan ‘Paman’. Bagaimanapun juga, Kano Hajime juga pernah menjaga dirinya dengan cukup baik. Bahkan meski sikap pria itu telah berubah drastis setelah mengambil alih kendali dari Kano Mai, dia masih bersikap suportif pada Mai.
Kano Hajime tampak agak gundah ketika dia menatap Kano Mai. Pada akhirnya dia menghela napas panjang, kemudian memelototi Kano Yuuko seraya berkata tegas, “Yuuko, minta maaf kepadanya!”
Ekspresi Kano Yuuko cemberut ketika dia maju beberapa langkah dengan enggan. Dia membungkuk cepat dan dalam kepada Kano Mai, kemudian berkata, “Maafkan aku, Kak. Sebelum ini aku tak tahu tempatku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun dari Kakak. Mohon maafkan aku.”
Kano Mai mengernyit samar, sementara Su Jin mengamati dari samping dengan senyum miring di wajahnya. Tampak jelas kalau Kano Hajime ada di sini untuk membujuk Kano Mai agar tetap tinggal setelah mengetahui bahwa yang bersangkutan serius soal meninggalkan keluarga.
“Kau tak perlu mengungkit masa lalu. Aku tak memasukkannya dalam hati,” ujar Kano Mai dengan penuh kejujuran. Setelah Kano Hideo meninggal, diaa tak merasakan keterikatan apa pun pada siapa pun yang lain di dalam keluarga itu. Orang-orang seperti Kano Yuuko tidak berarti baginya, jadi dia tidak akan marah atas apa yang telah Kano Yuuko lakukan.
Di titik ini, Kano Hajime melangkah masuk. “Mai, Yuuko memang bersalah, jadi aku pasti akan menghukum dia atas hal itu. Tapi kau berkata bahwa kau akan meninggalkan keluarga itu sedikit berlebihan, bukankah begitu? Bagaimanapun juga, kita semua adalah satu keluarga. Kenapa membuat urusannya jadi begitu buruk?”
Saat ini Kano Hajime bicara dengan sangat merendah, yang menampakkan betapa penting Kano Mai bagi keluarga. Kalau ini cuma sebuah perselisihan keluarga biasa, Kano Mai akan merasa puas dengan perubahan sikap mereka dan kembali ke keluarga itu untuk melanjutkan hidup sebagai tuan putri dari Klan Kano.
Namun keputusannya tak ada hubungannya dengan perselisihan keluarga. Dia hanya ingin pergi, jadi dia pun membungkuk sedikit kepada Kano Hajime dan dengan tenang berkata, “Paman, saya sangat berterima kasih atas semua yang telah Keluarga Kano lakukan untuk saya selama bertahun-tahun ini, tapi… tak ada lagi alasan bagi saya untuk tetap tinggal di dalam keluarga ini.”
Kano Hajime agak tertegun mendengar tanggapannya. Dia mengerutkan alis dan menghela napas. “Mai, kaulah orang yang membawa keluarga ini ke posisinya saat ini. Kalau kau pergi begitu saja seperti ini, tidak akan butuh waktu lama untuk membuat segala yang dimiliki keluarga ini berubah menjadi ketiadaan. Dan yang lebih buruknya, sekarang ini kita telah menyinggung Keluarga Miyamoto.”
Kano Mai tak bisa menahan dirinya untuk mendengus dalam hati. Ternyata tebakannya benar. Keluarga Kano ingin dia tinggal bukan karena mereka memiliki ikatan emosional dengannya, melainkan karena pengaruh ekonomi dan sosial negatif yang akan mereka alami kalau dia pergi. Kini dia jadi lebih bertekad lagi untuk pergi.
“Saya benar-benar minta maaf. Mengenai Keluarga Miyamoto, saya sudah bilang kalau saya akan bertanggungjawab sepenuhnya atas apa yang telah terjadi, jadi saya rasa sebuah keluarga yang sedemikian kuatnya meyakini jalan seniman beladiri tidak akan melakukan apa pun untuk mencelakai Keluarga Kano. Lalu untuk urusan-urusan lainnya… itu adalah urusan Keluarga Kano sendiri.” Kano Mai mengaitkan lengannya pada lengan Su Jin dan berbalik untuk pergi.
“Kano Mai! Kami sudah bersikap sangat sopan tapi kau begitu tak tahu diri! Apa kau benar-benar masih beranggapan dirimu adalah tuan putri setelah meninggalkan Keluarga Kano? Memangnya kau pikir kau itu siapa? Kau itu cuma anak haram yang tak diinginkan siapa pun!” Kano Yuuko mulai berteriak sekuat tenaga seperti perempuan gila. Sebelumnya dia sudah dipaksa untuk minta maaf kepada Kano Mai dan telah merasa sangat terhina oleh hal itu. Meski dia sudah sampai melalui hal itu, Kano Mai masih bersikeras untuk memutus hubungan dengan keluarga. Tidak heran kalau dia langsung meledak.
Ekspresi Kano Mai berubah dingin, tetapi dia tak mengatakan apa-apa. Dia menarik Su Jin untuk mengisyaratkan pada pria itu agar pergi. Keluarga Kano tanpa kakeknya benar-benar sekumpulan orang yang membuatnya jijik.
Ada kilatan membunuh di mata Su Jin, dan itulah persisnya kenapa Kano Mai menariknya untuk pergi. Dia tak mau pria itu berakhir menyerang siapa pun dari Keluarga Kano.
Setelah Kano Yuuko selesai mengeluarkan unek-uneknya kepada Kano Mai, orang-orang lainnya tidak berusaha menghentikan kepergian Kano Mai. Wanita itu jelas-jelas telah memutuskan untuk memotong semua ikatan dengan mereka. Karena tak ada cara untuk memperbaiki situasinya, kelompok itu juga tidak akan lagi memohon-mohon di kakinya.
Ketika Kano Yuuko melihat bahwa tak ada seorang pun dalam kelompok yang menahan dirinya ataupun mau repot-repot memohon pada Kano Mai, dia pun merasa semakin berani dan terus meneriakkan sumpah serapah, “Kau itu anak haram tak tahu terima kasih dan tak beradab yang habis manis sepah dibuang! Dasar anak haram kecil! Anak haram kecil! Anak haram….”
PAK! Suara nyaring terdengar keras dan Kano Mai menyadari kalau lengannya tidak menggandeng apa-apa. Kini Su Jin sedang berdiri di depan Kano Yuuko, telapak tangannya masih berada di tengah udara dan pelototannya begitu garang sehingga Kano Yuuko jadi terlalu ketakutan untuk bahkan merasa sakit.
Su Jin memicingkan matanya dan memindai kelompok itu seraya memberi peringatan kepada mereka, “Tamparan ini adalah untuk membantu kalian semua mengingat untuk seumur hidup kalian bahwa aku tak mau mendengar kalian mengatakan apa pun yang membuatku tidak senang. Kalau sampai ini terjadi lagi, kalian tidak akan lolos hanya dengan satu tamparan, mengerti?”
“Berani-beraninya kau! Kau itu ada di Jepang dan ini adalah wilayah Keluarga Kano, tapi kau berani memukul orang seperti itu!” Ishida Shouichi tiba-tiba berseru marah. Dia adalah pelayan Keluarga Kano, seorang petarung yang benar-benar tangguh yang setia hanya kepada mereka yang benar-benar anggota dari Keluarga Kano. Selama bertahun-tahun ini dia telah bersikap penuh hormat kepada Kano Mai namun tak pernah setia kepada wanita itu, karena baginya, Mai bukan benar-benar seorang Kano.
“Oho, dia ternyata setengah langkah dari seorang mahaguru,” pikir Su Jin agak kaget. Ishida Shouichi sebenarnya hampir sama kuat dengan seorang mahaguru. Mungkin dia sebenarnya adalah seorang mahaguru ketika dirinya masih lebih muda, tetapi setelah semakin menua dan melemah, dia pun turun satu tingkat.
Tiba-tiba Ishida Shouichi bergerak maju dan mencapai tempat Su Jin dalam waktu kurang dari satu detik. Dia menusukkan telapak tangannya ke arah mata Su Jin seperti ular berbisa dan energi dalam telapak tangan ini tiba-tiba naik dari setengah langkah menuju tingkat mahaguru menjadi tingkat mahaguru sungguhan. Pria tua ini ternyata lebih sakti ketimbang Miyamoto Tooru.
Ishida Shouichi telah tiba-tiba meningkatkan energinya hingga tingkat tertinggi karena dia berharap bisa membuat Su Jin tak waspada. Kalau Su Jin hanya berada di tingkat mahaguru, dia mungkin sudah terkena satu serangan. Namun Su Jin berada jauh di atas tingkat mahaguru. Gerakan semacam itu adalah lelucon baginya.
Su Jin kelihatan tak bergerak sama sekali, tapi persis ketika jari Ishida Shouichi hampir menyentuh Su Jin, tubuh si pria tua berguncang hebat seakan dirinya tersetrum sebelum melayang ke belakang dan menghantam salah satu batu nisan hingga pecah berkeping-keping.
“Ah!” Kano Hajime berseru syok. Dia adalah satu-satunya orang di dalam keluarga yang tahu kalau Ishida Shouichi praktis tak terkalahkan dan selama ini telah melindungi keluarga. Kalau bukan karena fakta bahwa Ishida Shouichi sudah semakin tua dan melemah dan mungkin akan mati kapan saja, mereka tidak akan perlu memikirkan cara untuk membuat Kano Mai menikahi Miyamoto Tooru.
Namun, Ishida Shouichi yang memiliki tingkat mahaguru ternyata tak mampu bertukar serangan dengan Su Jin bahkan satu kali pun. Hal itu telah amat mengejutkan dirinya.
“Itu adalah serangan yang agresif. Apa kau berharap untuk membuatku buta?” Su Jin berjalan menghampiri Ishida Shouichi, yang terbaring lemah di tanah.
“Jin!” Kano Mai tiba-tiba memanggilnya lirih dan memberinya tatapan gundah.
Su Jin mengangguk seakan memberitahu Kano Mai agar tidak cemas. Dia menatap Ishida Shouichi selama beberapa detik, kemudian berpaling sebelum berkata, “Aku sudah mengambil semua kemampuan beladirimu, jadi mulai sekarang kau akan menjadi seorang pria tua biasa. Nikmatilah sisa umurmu!”
”Kau sudah mengambil semua kemampuan beladiriku? Memangnya kau pikir kau itu siapa?! Kau….” Tanggapan pertama Ishida Shouichi adalah mendengus pada kata-kata ini. Serangan Su Jin telah menjatuhkannya ke tanah, tetapi dia belum mati, yang berarti dia masih bisa bangun dan bertarung melawan Su Jin. Tetapi sebelum dia bisa menyelesaikan apa yang ingin dia katakan, Ishida Shouichi membeku karena syok. Dia menyadari dirinya tak bisa merasakan sedikit pun qi bergerak di sekujur tubuhnya lagi dan rasanya seakan dia tak lagi memiliki kendali atas tenaga-tenaga dalamnya. Itu berarti… Su Jin telah benar-benar menghilangkan kemampuannya.
Su Jin menatap kelompok itu sekali lagi dan berkata, “Mai sudah bilang kalau mulai saat ini, dia takkan ada hubungannya lagi dengan Keluarga Kano. Kalau ada dari kalian yang masih ingin menghentikan kepergiannya, jangan salahkan aku kalau bersikap kejam!”
Tak ada seorang pun dalam kelompok itu yang mampu melawan Su Jin dan yang paling berani dari mereka ternyata adalah Kano Yuuko yang manja. Kini tak ada satu pun dari mereka yang berani bersuara. Bahkan Kano HAjime hanya menatap gondok pada Su Jin, namun tak berani bicara.
Su Jin berjalan kembali ke tempat Kano Mai berada, kemudian mereka pun pergi tanpa berbalik sekali pun.