Buku Panduan Neraka - Chapter 102
Su Jin tak bisa menahan tawanya ketika dia melihat rahib yang ada di depan pintu kuil.
Seorang pria yang mengenakan kasaya putih balas menatap Su Jin. Dia merangkapkan kedua telapak tangannya dengan takzim dan melantunkan Amitabha, tapi bukan itu penyebab Su Jin tertawa. Su Jin tertawa karena rahib berkasaya putih itu tampak persis seperti dirinya.
“Silakan, masuklah!” Sosok Su Jin yang ada di dalam kuil bergeser ke satu sisi untuk mengundang Su Jin masuk.
Su Jin berdiri di luar dan menggelengkan kepalanya, kemudian tertawa dan berkata, “Alamak, kau cukup rupawan dan aku merasa sulit mengendalikan diriku bahkan meski aku tak tertarik pada laki-laki. Tapi menurutku tidak perlu masuk ke dalam kuil itu, jadi bagaimana kalau kita berpisah jalan saja?”
Su Jin di dalam kuil tertawa dan menggelengkan kepalanya seraya mengangkat bahu. “Kalau kau tak masuk, kau takkan bisa melanjutkan. Kau sudah mencoba berkali-kali, jadi aku yakin kau sudah menyadarinya!”
Su Jin cemberut. Tiruannya itu memang benar. Dia sudah mencoba menghindari masuk ke dalam kuil berkali-kali tapi kuil itu akan terus muncul lagi, seakan dia sedang berjalan berputar-putar. Kuil ini mungkin adalah pintu masuk sekaligus pintu keluar.
Dengan hal itu dalam benaknya, dia berhenti ragu-ragu dan berjalan memasuki kuil tersebut. Tiruannya melangkah ke samping untuk membiarkan Su Jin masuk.
Setelah berjalan masuk, dia langsung menuju ke aula utama. Tawanya kembali meledak begitu dia melihat dewa yang dipuja di dalam kuil ini, karena rupang yang ada di bagian tengah kuil juga tampak persis seperti dirinya. Tak bisa dia percaya kalau dirinya ternyata telah menjadi dewa dalam Tantangan ini.
“Jadi, kau itu Dosa Asal yang mana?” Su Jin bertanya kepada tiruannya.
“Tebak!”
“Kurasa kau adalah Kesombongan,” ujar Su Jin bahkan tanpa berpikir sejenak pun.
Su Jin yang lain mengangguk puas dan tersenyum, “Benar. Aku adalah Kesombongan. Bagaimana kau tahu?”
“Kau bahkan membuat patung dewa dalam wujudku. Selain kesombongan, aku tak bisa memikirkan lainnya yang akan melakukan hal semacam itu,” ujar Su Jin dengan nada suara terang-terangan.
“Kau sungguh adalah orang yang pintar!”
“Jadi, orang pintar selalu sombong?” Su Jin berbalik untuk menatap Kesombongan.
Kesombongan mengangguk. “Tentu saja. Aku tak pernah melihat orang pintar yang tidak sombong. Atau lebih tepatnya, semakin pintar orangnya, semakin sombonglah dirinya!”
Su Jin mengangguk. Situ Jin pernah mengatakan hal semacam ini sebelumnya dan Su Jin setuju sepenuhnya dengan hal itu. Ketika seseorang mampu memecahkan masalah yang tak bisa dipecahkan oleh orang lain dengan kecerdasannya sendiri, tampaknya sudah tentu bagi orang itu untuk merasa agak puas diri.
Dia berjalan mengelilingi bagian dalam kuil itu, tapi tempat itu sepertinya tidak punya ruangan lain selain aula utama tempatnya berada. Dia pun bertanya dengan keheranan, “Bukankah konsep Tujuh Dosa Mematikan adalah konsep Nasrani? Dan kau malah membangun kuil Buddha? Tidakkah kau pikir hal ini tak masuk akal?”
“Jangan menistakan dewaku,” jawab Kesombongan dengan sangat sederhana.
Su Jin mendengus dan menggelengkan kepalanya. Orang yang ada di sini ini mewakili sebuah dosa dari suatu agama, namun dia menentang penistaan dan bahkan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan dewa agama lainnya. Setelah memikirkannya beberapa saat lagi, dia bertanya, “Kenapa kau ingin aku tetap di sini? Apa kau akan membunuhku?”
“Tentu saja tidak!” Kesombongan tampak begitu terluka karena Su Jin telah salah paham kepadanya, kemudian dia meletakkan sebelah lengannya pada bahu Su Jin dan berkata dengan sangat tulus, “Aku sedang berusaha menyelamatkanmu!”
Su Jin mengangguk, kemudian tiba-tiba mengayunkan sebilah pisau dan memotong lengan yang telah Kesombongan letakkan di bahunya.
Kesombongan agak terperanjat dan menatap keheranan pada Su Jin. Su Jin menaikkan sebelah alisnya dan berkata, “Maafkan aku, tapi aku sulit berpikir bahwa sesuatu yang perlu menyembunyikan dirinya sendiri dan bahkan mencuri penampilan orang lain sepertimu bisa menyelamatkanku!”
Kesombongan tidak marah dan kini bahkan tersenyum lebih cerah lagi. Lengannya yang terpenggal tidak berdarah sama sekali dan pendar sewarna susu tampak berada di tempat seharusnya lengan itu berada.
“Luar biasa! Luar biasa! Kau memang adalah orang yang sombong! Aku telah membuat pilihan yang benar!” Kesombongan tertawa lantang, kemudian senyumnya langsung memudar. Ekspresinya tampak sedih ketika dia berkata, “Tapi aku tak berbohong padamu. Aku sedang berusaha menyelamatkanmu.”
“Apa maksudmu?” Su Jin menolak memercayainya. Menurutnya Kesombongan takkan berniat menyelamatkan dirinya. Ini tidak seperti kalau dia memiliki agama yang sama.
Kesombongan berkata dengan nada agak menguji, “Kau sangat pintar, jadi mungkin kau bisa membuat tebakan. Aku hanya akan memberimu dua angka sebagai petunjuk. Yang satu adalah 7, dan angka lainnya adalah 14.”
Kemudian dia tetap membisu dan menatap penuh harap pada Su Jin, sementara Su Jin mulai mempertimbangkan kedua angka itu dengan sangat seksama. Segera ekspresi Su Jin memburuk ketika berkata, “Kau membuat kami saling bunuh! Kau… kau mengumpulkan dosa-dosa mematikan!”
Su Jin merasakan hawa dingin merayapi punggungnya. Kedua nomor ini cuma tampak sebagai kelipatan satu sama lain, tapi dengan sangat cepat, apa yang diwakilinya menjadi jelas. Angka ‘7’ pasti mengacu pada Tujuh Dosa Mematikan, sementara angka ‘14’ adalah jumlah awal dari para pemilik yang menjadi bagian dari Tantangan ini.
Ketika Ketamakan merasuki anggota dari Tim Bulan di Langit Biru, dia telah membunuh anggota tim lainnya dan juga berusaha menyerang yang lainnya, tapi ternyata tidak berhasil membunuh siapa pun yang lain.
Su Jin pun memikirkan sebuah hipotesa – setiap pemilik yang dipilih untuk Tantangan ini membawa satu dari dosa-dosa mematikan ini, di mana dua di antaranya membawa Dosa Mematikan yang sama. Tujuh Dosa Asal akan memilih orang yang memiliki lebih banyak dosa yang bersangkutan, mengendalikan orang itu, dan memakai dia untuk membunuh yang lainnya.
Alasan untuk melakukan hal ini adalah demi mengumpulkan dosa-dosa mematikan. Asalkan si Dosa Asal memberitahu para pemiik bahwa pemilik yang punya lebih banyak dosa tertentu ini akan mendapat kesempatan untuk selamat, maka para pemilik pun pasti akan berakhir dengan saling bunuh. Dan demi diakui oleh Dosa-Dosa Asal sebagai orang yang memiliki lebih banyak dosa itu, mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk meningkatkan dosa tersebut dalam diri mereka sendiri, yang juga akan memenuhi tujuan dari para Dosa Asal.
Kesombongan memberi anggukan puas dan mendesah. “Lihatlah betapa cerdas dirimu! Bukankah sudah barang tentu kalau merasa sombong atas dirimu sendiri? Aku hanya memberimu dua angka dan kau telah menyimpulkan begitu banyak hal sendirian. Tidakkah menurutmu kau punya hal untuk merasa sombong?”
“Kalau begitu… semua orang lainnya berada dalam bahaya!” Jantung Su Jin melonjak ngeri. Kalau deduksinya benar, maka berarti bahwa tak satu pun dari para pemilik yang bisa lolos dari bencana yang mendekat ini. Setiap orang adalah target dari satu Dosa Asal.
“Benar! Saudara-saudaraku yang lain sudah memulai misi mereka. Kubilang dengan sangat jujur padamu, dari dua target yang kupunya, aku memilihmu. Aku bahkan mengubah diriku sendiri supaya tampak sepertimu! Tidakkah kau setuju kalau aku benar-benar sedang menyelamatkanmu dari celaka?” ujar Kesombongan seraya menyeringai lebar.
“Kau bisa membaca pikiranku?” Su Jin memicingkan matanya dan mendengus. “Kau memilih aku? Kurasa ini hanya karena target lainnya tak bisa bertarung sebaik kau dan kau tak mau hal-hal yang tak diharapkan sampai terjadi, makanya kau memilihku, bukan begitu?” Su Jin cukup yakin dia tahu siapa target lainnya. Karena Kesombongan telah berkata bahwa semua orang pintar itu sombong, target lainnya pastilah otak dari Tim Bulan di Langit Biru, Chen Xin’er.
Kesombongan cemberut, kemudian berjalan ke arah patung di bagian tengah, berlutut dan mulai berdoa dengan penuh iman, “Anak muda, jangan kecewakan aku! Kalau tidak… konsekuensinya akan jadi mengerikan!”
Su Jin juga berjalan ke arah patung itu, tapi tetap berdiri diam seraya berkata keheranan, “Aku sangat penasaran tentang satu hal. Sebagai Dosa Asal, kau punya kemampuan untuk merasuki satu raga secara paksa, kan? Itulah yang dilakukan oleh Ketamakan. Jadi kenapa… kenapa kau tidak melakukan hal itu padaku?”
“Aku tidak setakberadab itu.”
Su Jin menggelengkan kepalanya dan melanjutkan dengan suara penuh percaya diri, “Aku tidak seperti yang lain dan… kau tak bisa menyerangku. Kalau aku tidak mengundangmu masuk ataupun menerimamu, maka tak ada jalan bagimu untuk bisa mengendalikanku, kan?”
Kesombongan terbahak keras-keras. “Haha! Sungguh lucu! Apa kau kira saat ini kau tidak sedang dikendalikan olehku?”
Su Jin mengangguk pelan seraya melihat ke sekeliling pada kuil di sekitarnya dan tiba-tiba tersenyum. “Sekarang aku mengerti. Itulah sebabnya kenapa kau berusaha begitu keras untuk membuatku masuk. Masuk ke dalam sini sama dengan menerimamu, bukan begitu?”
“Benar! Tapi lantas kenapa kalau kau menyadarinya? Tubuhmu sudah menjadi milikku!” Mata Kesombongan berubah hitam sepenuhnya, tak bisa memantulkan cahaya sedikit pun.
Namun Su Jin sama sekali tidak merasa takut. Dia memejamkan matanya dan masuk ke pemikiran mendalam. Dia merasa seakan dirinya telah terjatuh ke dalam kehampaan nan luas ketika tiba-tiba dia kembali membuka matanya.
Kesombongan sudah pergi, dan demikian halnya juga dengan rupang dan kuil. Semua yang tersisa adalah pasir yang menari-nari di gurun, dan juga Chen Xin’er yang sedang berjuang untuk bangkit.
Chen Xin’er tampak berantakan. Sekujur tubuhnya tergores dan Rumor menancap di tulang belikatnya. Dia menggapai-gapai di pasir ketika berusaha merangkak menjauh. Jelas Su Jin-lah yang telah menyerangnya.
‘Sial!’ Su Jin memaki dalam hati. Dia berpikir kalau dirinya belum menghabiskan waktu lama di dalam kuil, namun Kesombongan sudah memanfaatkan waktu itu untuk menggunakan dirinya demi membunuh Chen Xin’er.
“Jangan takut! Tadi aku telah dikendalikan oleh salah satu Dosa Asal, Kesombongan! Sekarang aku sudah memperoleh kembali kendali atas tubuhku, jadi kau tak perlu takut lagi,” Su Jin berusaha membujuk Chen Xin’er dengan lembut, takut membuat gadis itu kaget.
Chen Xin’er menatapnya dengan curiga dan berusaha bangkit, tapi luka-lukanya terlalu serius, jadi dia kembali terjatuh ke atas pasir. Su Jin maju selangkah untuk membantunya tapi gadis itu malah memekik ketakutan.
Su Jin hanya bisa mendesah dan berusaha menjelaskan dirinya sendiri. Dia memberitahu Chen Xin’er tentang bagaimana Tujuh Dosa Asal berusaha memaksa para pemilik agar saling bunuh dengan harapan memperoleh kepercayaan gadis itu.
“Tolong percayalah padaku! Aku tak berbohong padamu! Selain itu, kalau Kesombongan masih mengendalikanku, aku akan sudah membunuhmu sekarang ini alih-alih membuang-buang waktu untuk menjelaskan semua ini padamu,” ujar Su Jin.
Rasa takut di mata Chen Xin’er sedikit memudar setelah mendengar kata-kata ini. Dia menelan ludah dan bertanya ragu, “Apa saat ini kau… benar-benar adalah Tuan Su?”
“Benar!”
Chen Xin’er mengangguk dan berkata, “Barusan tadi kau benar-benar telah menyerangku dengan terlalu agresif dan aku hampir mati. Apa kau bisa membantuku bangun?”
Su Jin merasa tidak enak ketika dia melihat betapa parah cidera yang dialami Chen Xin’er dan buru-buru berlari maju untuk membantu gadis itu berdiri. Chen Xin’er sudah buruk dalam bertarung, jadi kondisinya bahkan lebih parah lagi setelah terluka sedemikian parahnya. Semua ini adalah kesalahannya.
“Apa kau benar-benar tidak dirasuki oleh Kesombongan lagi?” Su Jin sudah memapah Chen Xin’er, namun gadis itu masih cemas dan kembali bertanya kepadanya.
“Sungguh tidak.” Su Jin cuma kurang bersumpah pada Langit bahwa dirinya tidak lagi dirasuki oleh Kesombongan. Tapi dia tidak menyalahkan Chen Xin’er karena bersikap begitu was-was. Gadis itu terluka amat parah persisnya gara-gara dia.
“Bagus sekali!” Chen Xin’er tersenyum dan mengangguk, namun senyumnya itu tiba-tiba membuat kulit kepala Su Jin terasa kebas dan semua rambutnya berdiri tegak.