A Love So Beautiful - Special 11.2
Hanya saja, keesokan harinya, Chen Xiaoxi mulai menyesali apa yang telah dia ucapkan pada malam sebelumnya. Saat mereka bangun, orangtua Jiang sudah lama meninggalkan rumah. Jiang Chen berkata bahwa Tahun Baru adalah saat yang paling sibuk bagi mereka, dengan acara makan malam atau perjamuan yang diatur sejak pagi hingga malam. Karenanya Chen Xiaoxi dengan tebal muka dan meyakinkan menyeret Jiang Chen ke rumahnya sendiri yang ada di seberang untuk tinggal gratis dan mendapatkan makan siang. Karenanya terjadilah situasi saat ini. Mangkuk Jiang Chen penuh dengan daging ayam, bebek, dan ikan yang menumpuk membentuk bukit kecil, sementara paha ayam yang baru saja Chen Xiaoxi ambil telah dirampas oleh ibunya dengan sumpit untuk ditumpukkan pada bukit kecil di mangkuk Jiang Chen.
Setelah mereka selesai makan, Chen Xiaoxi mencuci peralatan makan di dapur, tetapi Jiang Chen ada di ruang keluarga, menonton makan malam dan memakan buah-buahan pencuci mulut, juga mendengarkan ibu Xiaoxi terus-terusan mengumbar skandal-skandal Chen Xiaoxi, “Xiaoxi bahkan tak tahu cara menghuting dari satu hingga sepuluh saat dia berumur enam tahun. Biasanya saat dia menghitung hingga delapan, dia akan mulai memanggil, ‘Ayah, aku ingin makan biskuit’. Saat Xiaoxi masih kecil, dia bertanya, ‘Apakah orang benar-benar harus menikah saat mereka tumbuh dewasa? Kakak sepupu sangat galak, Ayah sudah menikah, siapa yang akan kunikahi saat besar?’ Ada satu masa saat Xiaoxi SMU ketika dia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali setiap harinya. Sekali dia keluar mengenakan piyama dan menggendong tas sekolahnya. Dan juga ada waktu saat dia bilang kalau dia telah kehilangan cintanya….”
Chen Xiaoxi buru-buru menyelesaikan mencuci piring, dan memelesat keluar, mengguncangkan air dari tangannya, “Bu!”
“Ada apa, apa kau tak bisa lihat kalau aku sedang bicara dengan Chen Kecil keluarga kita, kenapa kau menyela?” Ibu Xiaoxi memelototinya. Chen Kecil keluarga kita, duduk di satu sisi dan mendengar panggilan baru ini, mau tak mau setetes keringat dingin pun menitik pelan.
Chen Xiaoxi menempelkan tangan basahnya ke leher Jiang Chen, dan memeluknya dengan posesif, “Jiang Kecil adalah milikku.”
Chen Xiaoxi dengan identitas ganda sebagai seorang anak perempuan dan seorang istri, memikirkan hal ini dalam hatinya, “Ini adalah ibuku, Jiang Chen, jangan rampas dia. Ini adalah Jiang Chen-ku, Bu, jangan rampas dia.” Sebenarnya, dia cemburu pada kedua belah pihak.
***
Siangnya, cuaca mendadak jadi dingin. Chen Xiaoxi teringat bahwa dia tak membawa pakaian tebal bersamanya saat pulang, dan karenanya menghampiri lemari dan menggeledah ke dalamnya untuk mengeluarkan mantelnya dari masa-masa dirinya di universitas. Dia mengenakannya dan memberi tahu Jiang Chen dengan semangat tinggi, “Lihat, aku masih bisa memakai pakaianku dari zaman di universitas.”
Jiang Chen tak bisa lebih akrab lagi dengan pakaian ini. Dulu, Xiaoxi terus bersikeras dalam kepercayaannya bahwa ini adalah pakaian terbaik di antara semua pakaiannya, dan pada kenyataannya mantel itu, mantel wol beige yang kontras dengan dengan sepasang mata hitam Xiaoxi, membuat matanya tampak lebih gelap lagi, jernih dan berkilau, tak bisa dipungkiri membuat detak jantung meningkat.
Sebelum saat makan malam, ada beberapa orang yang duduk di dalam ruang keluarga di rumah Jiang. Mulanya, suasana ini bisa dianggap penuh dengan celotehan dan tawa, dengan atmosfer yang cukup harmonis. Namun begitu mereka berdua masuk lewat pintu, ibu Jiang Chen memimpin, wajahnya menggelap, “Sekarang adalah Tahun Baru dan kau tidak ada di rumah, aku benar-benar tak tahu siapa yang mengajarimu hal ini?”
Ekspresi Jiang Chen tampak dingin, dan dia tak berupaya membuat percakapan. Chen Xiaoxi tersenyum minta maaf, “Ibu dan Ayah, selamat tahun baru. Para paman dan Bibi, selamat tahun baru.”
Para paman dan bibi yang datang entah dari mana itu buru-buru membuat obrolan, “Selamat tahun baru, selamat tahun baru, Pak Walikota dan nyonya, sangat beruntung, putra dan menantu mereka memiliki wajah yang sangat rupawan….”
Chen Xiaoxi menarik pelan lengan baju Jiang Chen, dan barulah kemudian pria itu menganggukkan kepalanya, “Paman dan Bibi, selamat tahun baru.” Lalu sebaris lagi, “Mengobrollah dengan santai.” Dia lalu menarik Chen Xiaoxi kembali ke kamar mereka.
Chen Xiaoxi menegur Jiang Chen karena tak pengertian, “Ada begitu banyak orang, kau seharusnya paling tidak menyalami mereka satu persatu. Kau melakukan ini… Ibu dan Ayah… akan marah.”
Jiang Chen berselonjor di atas ranjang, tangannya menyilang di bawah kepalanya, wajahnya adalah gambaran ketidakpedulian.
Belakangan, Jiang Chen tertidur, ibu Jiang Chen datang dan mengetuk pintu, dan seraya melontarkan tatapan kotor, dia bicara tentang bagaimana mereka takkan makan malam di rumah malam itu, dan bahwa Bibi Li akan datang untuk membuatkan makan malam. Dia bahkan berkata supaya tidak terus mengganggu para besan saat Tahun Baru, orang lain akan bergosip.
Chen Xiaoxi tersenyum dan mengiyakan dengan pengecutnya, dan hanya, dalam sikap tidak berbakti, membayangkan tendangan terbang dalam hatinya.
Saat Jiang Chen terbangun, Chen Xiaoxi sedang duduk menyilangkan kaki di lantai, menggeledah barang-barang Jiang Chen. Di tangannya terdapat buku ‘Romance of Three Kingdom’. Chen Xiaoxi tertawa tanpa suara, pada halaman tersebut terdapat gambar bukan kucing dan bukan pula anjing yang telah dilukiskan oleh bocah itu bertahun-tahun yang lalu.
“Chen Xiaoxi.”
“Ah?” Chen Xiaoxi mendongakkan kepalanya, matanya sarat dengan kabut, tersenyum cerah.
Selama sesaat, Jiang Chen terpana, dan jantungnya berdebar. Gadis di depan matanya, dengan rambut pendek yang dia kenal di masa mudanya, mengenakan pakaian yang dia kenal di masa mudanya, muncul di dalam kamar masa mudanya, tersenyum saat menatapnya. Pemandangan tersebut begitu indah, seakan mereka telah melakukan perjalanan waktu untuk kembali pada sebuah mimpi ketika dirinya masih remaja.
“Kemarilah.” Suara Jiang Chen parau.
Chen Xiaoxi tak mengerti alasan di balik hal ini. Dia melemparkan buku di tangannya ke samping dan berlari ke sisi ranjang. Sebelum dia bahkan sempat membuka mulutnya untuk bicara, Jiang Chen mendadak mengulurkan tangannya, lalu menariknya ke atas ranjang, sebelum membalikkan tubuhnya untuk menindih Xiaoxi.
Jiang Chen menjulang di atas wanita itu, tersenyum saat dia memandanginya. Wajah Chen Xiaoxi mendadak terasa sangat hangat. Senyum Jiang Chen selalu begitu murni. Pria itu akan tersenyum hingga lesung pipit tunggalnya muncul, dan senyumnya sarat dengan sinar mentari yang cemerlang. Namun terkadang, senyumnya akan jadi seperti layaknya saat ini, sedikit nakal, tak bisa dipungkiri membuat Chen Xiaoxi merona.
“Kenapa kau merona?” Jiang Chen memakai telunjuknya untuk membelai lembut di sepanjang pipi Chen Xiaoxi yang memanas dan memerah.
“Nggak kok!” Xiaoxi enggan mengakuinya.
Jiang Chen mencium telinganya, mencium lehernya, Xiaoxi menghindarinya, terkikik.
***
Chen Xiaoxi masih tidur saat Bibi Li datang untuk menyiapkan makan malam. Jiang Chen memberi tahu Bibi Li bahwa wanita itu tak perlu memasak, karena sebentar lagi mereka akan keluar untuk makan. Setelah Bibi Li pergi, Jiang Chen menyelinap kembali ke bawah selimut, mendapatkan tambahan tidur sambil memeluk Chen Xiaoxi. Namun Jiang Chen tak tertidur, hanya memeluk Chen Xiaoxi dalam dekapannya, mendengarkan letupan-letupan kembang api dan petasan di luar jenddela, menyadari rasa yang ada di dalam lengannya – hangat dan lembut – ini adalah Chen Xiaoxi-nya.
***
Chen Xiaoxi terbangun oleh rasa lapar. Lengan Jiang Chen melintang di atas pinggangnya, mengunci dirinya dalam cengkeraman seperti japit. Dia tak bisa mendorongnya lepas betapapun dia berusaha.
“Bangun, aku lapar sekali sampai rasanya mau mati.” Chen Xiaoxi mencubit lengan yang telah Jiang Chen letakkan di atas pinggangnya, kuku-kukunya mengambil sepotong kecil kulit, dia mencubit lalu memuntirnya.
Rasanya begitu menyakitkan hingga Jiang Chen mendesis, “Chen Xiaoxi, kenapa kau belakangan ini jadi begitu sadis?”
Dengan pengingat dari Jiang Chen, Chen Xiaoxi mendadak juga jadi menyadari bahwa dirinya benar-benar telah menunjukkan kecenderungan akan kekerasan belakangan ini. Dia menyesalinya dengan suara lirih, “Oke, maaf.”
Suaranya saat direndahkan terdengar begitu lembut. Jiang Chen tak tahan untuk bergerak mendekat dan mencium bagian belakang lehernya.
Chen Xiaoxi menyerukan ratapan nelangsa, “Lagi….”
Saat mereka benar-benar turun dari ranjang, setengah jam lagi telah berlalu. Saat Chen Xiaoxi mengancingkan lengan bajunya, dia melontarkan tatapan jengkel (pada Jiang Chen) dari waktu ke waktu. Ekspresi sedihnya membuat Jiang Chen jadi merasa bersalah. Bukankah Xiaoxi adalah istrinya, kenapa rasanya seperti kalau dia adalah binatang….
***
Mereka menyantap makan malam mereka di sebuah restoran kecil di dekat rumah. Sudah hampir pukul sembilan saat mereka pergi untuk makan. Ketika sedang makan, Jiang Chen menerima panggilan telepon. Dia keluar menuju pintu masuk untuk menjawabnya dan tak menampakkan tanda-tanda akan kembali setengah jam kemudian. Chen Xiaoxi mencari-cari dalam kantongnya, dia telah keluar dengan terburu-buru, dan tak membawa apa-apa. Segera, hanya meja mereka yang tersisa di toko, si nyonya bos sudah menghampiri untuk menekan dirinya dua kali, setiap kalinya sikap wanita itu jadi lebih galak. Chen Xiaoxi juga merasa sangat tidak enak, dia berjalan ke pintu masuk dan melihat keluar beberapa kali, namun masih tak melihat bayangan Jiang Chen. Chen Xiaoxi hanya bisa berkata, “Aku benar-benar lupa membawa uang tunai dan teleponku keluar. Kenapa Anda tak mengikutiku keluar untuk mencari dia?”
Si nyonya bos bersuara ‘humph’, “Keluar? Bagaimana kalau kawananmu ada di luar?”
Chen Xiaoxi merasa sangat canggung. Nyonya ini, imajinasimu mungkin terlalu subur….
Telepon yang Jiang Chen dapat adalah dari profesor penasihat di mana Jiang Chen melakukan penelitian di bawahnya. Profesor itu adalah seorang pria tua yang keras, yang tak menikah sepanjang hidupnya. Dia senang menelepon murid-murid paska-kelulusan yang berada di bawahnya pada saat Tahun Baru untuk menyiksa mereka. Dokter Su yang sama-sama merupakan murid paska-kelulusannya telah terjatuh ke dalam jebakannya kemarin. Dilaporkan, karena suara-suara latar belakang selama menelepon penuh dengan tawa, nyanyian, dan obrolan, sang profesor telah bertanya pada Dokter Su apa yang sedang dia lakukan. Dengan gembira Dokter Su menjawab bahwa semua orang sedang bersama-sama, minum minuman keras dan berjudi. Dia telah dimarahi oleh sang profesor, berkata bahwa makan-makan, bersenang-senang, dan berpesta pora itu terlalu berlebihan. Dokter Su begitu tersinggung, menurutmu, ini adalah Tahun Baru, aku kan tak mungkin mengumpulkan seluruh anggota keluargaku untuk menangis dan meratap seperti kalau mereka berada di pemakaman, kan….
Jiang Chen saat melihat bahwa ini adalah nomor sang profesor, langsung menemukan sebuah gang tersembunyi dan memastikan bahwa tak seorang pun yang bisa mendengar suara kembang api dan petasan di sana sebelum menjawab teleponnya. Sang profesor berkata bahwa laporan analisis patologi yang telah Jiang Chen serahkan memiliki beberapa masalah. Mereka berdua mendiskusikannya di telepon dalam waktu lama. Pada akhirnya, sang profesor bertanya kepadanya apa yang sedang dia lakukan, dan Jiang Chen menjawab, “Saat ini saya sedang melakukan investigasi di tempat pada saluran-saluran pembedahan virus hepatitis saat makan di luar.”
Sang profesor menutup teleponnya, puas.
***
Ketika Jiang Chen kembali ke restoran, Chen Xiaoxi sedang dimaki-maki oleh sang nyonya bos hingga kepalanya menunduk nyaris menyentuh lututnya. Sang nyonya bos melihat bahwa pakaiannya tak pampak seperti pakaian orang kaya, ditambah lagi amarahnya sudah begitu besar setelah menunggu dalam waktu lama, sehingga kata-katanya jadi semakin tak menyenangkan saat dia lanjut bicara, “Kalau kau tak punya uang, jangan keluar untuk makan. Kupikir kau juga bukan gadis baik-baik. Kau begitu muda tapi kau dengan sembarangan keluar untuk makan dengan lelaki. Aku sudah melihat banyak tipe orang sepertimu, kalau kau tak membayar sekarang juga aku akan menelepon polisi….”
Si nyonya bos sedang terbawa oleh makiannya, dan saat melihat pacar gadis ini kembali, dia juga ingin memakinya sekalian. Namun saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat bahwa meski anak muda di depan matanya tak menampakkan ekspresi di wajah dan tak ada yang tahu apakah dia senang atau marah, namun mau tak mau hal ini membuatnya tak berani mengatakan lebih banyak lagi, ‘Delapan puluh lima.”
Chen Xiaoxi menarik-narik lengan baju Jiang Chen dan bertanya sedih, “Kenapa kau pergi lama sekali?”
Jiang Chen bahkan tak menatapnya, dan mengeluarkan uang kertas seratus yuan untuk diserahkan kepada nyonya bos, “Maaf karena telah membuang waktumu, simpan kembaliannya, tolong beri aku bonnya.”
Si nyonya bos tercengang. Sebuah toko kecil di area lokal kecil, bagaimana mereka bisa punya bon? Tetapi dia selalu merupakan orang yang cerewet, jadi dia langsung berupaya supaya lebih unggul dengan cara memaki, “Bocah, kau berusaha memancing pertengkaran, kan! Biar kukatakan kepadamu, aku tak takut kepadamu, aku….”
Jiang Chen tak membalas. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon, “Paman Chen, selamat tahun baru. Ya, saya Jiang Chen, ya, ada sesuatu yang perlu saya laporkan pada Paman. Ada sebuah restoran bernama XXX di jalan XX, setelah makan si penjaga toko tak mau menuliskan bon, mungkin Paman harus mengirim seseorang kemari untuk menyelidiki ini? Oke, terima kasih, aku akan memberi tahu ayahku.”
Chen Xiaoxi dan si nyonya bos tercengang. Tangan Chen Xiaoxi yang sedang menarik lengan baju Jiang Chen bergerak untuk menarik-narik jarinya, “Apa yang terjadi? Siapa yang kau telepon?”
“Kepala Biro Pajak,” dia berkata, kemudian menatap ekspresi terbengong-bengong di wajah si nyonya bos, tersenyum, dan menuntun Chen Xiaoxi keluar restoran.
Barulah setelah mereka melangkah keluar di jalan itu Chen Xiaoxi merespon. Dia berdiri di tempat, tak bergerak. “Kau bohong.”
“Apa?”
“Kau tak menelepon Kepala Biro Pajak.”
“Kenapa kau bilang begitu?”
“Kau bukan orang semacam itu.” Chen Xiaoxi menatap lurus ke dalam matanya. “Jiang Chen takkan menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang lain.”
Menatap sikap serius Xiaoxi, Jiang Chen tersenyum. Memiliki seseorang di dunia ini yang memercayaimu tanpa syarat, yang setiap pemikirannya tentang dirimu adalah hal-hal baik, apa lagi yang bisa diharapkannya.
“Aku hanya menakuti dia,” Jiang Chen berkata. Dia hanya menakuti orang itu, karena dia melihat betapa tampak menyedihkannya Chen Xiaoxi, dan juga terpikir tentang bagaimana wanita itu telah mengalami banyak kesedihan karena mengikuti dirinya pulang kali ini. Meski dia biasanya memang telah cukup banyak menindas Xiaoxi, dan salah satu kesenangan terlarangnya adalah menggoda Xiaoxi hingga wanita itu menderita, namun orang lain jelas tak boleh membuat Xiaoxi bersedih.
Barulah saat itu Chen Xiaoxi tersenyum, “Aku sudah tahu itu.”
Jiang Chen tak tahan untuk mencubit pipi gembilnya, “Bagaimana kau tahu, kau memercayaiku sebegitu besarnya?”
“Yeah, yang benar saja! Siapa yang memercayaimu. Hanya ada beberapa nomor telepon di daftar kontakmu, tak ada Kepala Chen satu pun. Chen Xiaoxi tampak berpuas diri, “Juga, barusan tadi, kau bilang padanya untuk menyimpan kembalian, kau membuang lima belas yuan, sikap seperti itu amat salah, kau harus instrospeksi dan menelaah dirimu sendiri.”
Sungguh merusak mood.
“Chen Xiaoxi.”
“Apa?”
“Kau memeriksa teleponku?”
“Itu… sebenarnya aku merasa, kualitas moralmu begitu tinggi, kau jelas takkan memakai kekuasaanmu untuk menindas orang lain.”
“Sudah terlambat.”
“.…”
Chen Xiaoxi menjelaskan, “Aku tak melakukannya secara sengaja, aku hanya membuka-buka daftar kontak teleponmu saat aku menggambar mangaku dan tak tahu nama apa yang harus diberikan pada karakter-karakterku….”
“Chen Xiaoxi, kita akan pergi ke rumah nenek luarku* besok, dan tinggal di sana sampai liburan Tahun Baru selesai.”
(T/N: Nenek luar adalah istilah untuk nenek dari pihak ibu)
“Kenapa?”
“Aku ingin bilang pada Nenek kalau kau memeriksa teleponku.”
“.…”
***
Chen Xiaoxi menyukai nenek luar Jiang Chen, ditambah semua anggota keluarga di tempat neneknya itu. Di tempat nenek luar Jiang Chen, perlakuan yang Chen Xiaoxi terima sangatlah luar biasa, karena poin perbandingannya adalah perlakuan yang diberikan oleh mertuanya kepada dirinya, sehingga selama Nenek tak mengambil tongkat dan memecutnya sembari menyuruhnya untuk berlutut, Xiaoxi akan merasa sangat berterima kasih sampai-sampai berlinangan air mata.
Nenek sungguh seorang sepuh yang sangat baik. Begitu mereka bertemu, Nenek melepaskan kalung kumala di lehernya dan menggantungkannya ke leher Chen Xiaoxi, dan tak membiarkannya melepaskan kalung itu tak peduli apapun yang Xiaoxi katakan. Nenek bahkan memujinya, berkata bahwa Xiaoxi tampak segar dan ceria, dan secantik bidadari.
Chen Xiaoxi kelabakan atas kebaikan dari orang yang ada di atasnya. Ini adalah kali pertama dalam hidupnya ketika istilah ‘bidadari’ yang begitu berat dipakai untuk menggambarkan penampilannya. Nenek… singguh mengetahui yang sesungguhnya!
Ada sekelompok besar orang yang duduk di dalam rumah, semuanya adalah sanak keluarga dan teman yang telah datang secara khusus untuk bertemu dengan Chen Xiaoxi. Semua orang memakai kosakata yang berbeda untuk memuji dirinya, dia mendengarkan hingga pada akhirnya merasa kalau dia tidak melakukan debut, hal itu sungguh akan menjadi kerugian bagi dunia industri.
Saat makan siang, semua orang di meja besar selain Jiang Chen, semuanya menatap Chen Xiaoxi dengan mata membelalak lebar, menontonnya makan. Di bawah tekanan semacam ini di mana semua orang mengelilinginya dalam lingkaran dan menonton dirinya secara brutal dan tanpa perasaan seakan mereka berada di kebun binatang, Chen Xiaoxi jadi sama sekali tak tahu apakah makanannya masuk lewat hidung atau mulutnya saat dia makan. Dia hanya tahu kalau Nenek memberinya makanan tanpa henti, dan dirinya makan tanpa henti. Barulah kemudian dia berpikir bahwa sebenarnya, saat Jiang Chen berada di rumah Chen Xiaoxi sendiri, ibunya yang menimbun bukit kecil di mangkuknya juga merupakan beban yang harus ditanggung.
Setelah mereka selesai makan, Chen Xiaoxi berebut untuk mencuci piring, tetapi dihentikan oleh semua sanak keluarga yang wanita. Kata-kata dan sikap mereka saat menghentikan dirinya begitu intens, seakan mereka akan melakukan seppuku massal dan bunuh diri bila mereka membiarkan Chen Xiaoxi mencuci piring.
Chen Xiaoxi ditarik oleh Nenek untuk duduk tepat di tengah-tengah. Sekelompok orang mengelilingi mereka dan duduk membentuk separuh lingkaran, lalu lanjut memandangi dirinya.
Chen Xiaoxi hanya bisa menegakkan punggungnya dan duduk tegak dan diam, mempertahankan senyum yang pantas dan sesuai, saat dia mengangguk dari waktu ke waktu. Jiang Chen terdesak hingga ke tempat duduk yang paling jauh darinya, dan tersenyum saat menonton dirinya memainkan peranan sebagai model ibu seluruh negara.
(T/N: Ibu seluruh negara adalah idiom yang mengacu pada seorang Permaisuri)
Belakangan, dia tak tahu siapa yang mengajukan topik ini, mereka mulai menanyai Chen Xiaoxi, “Bagaimana kalian berdua bisa bersama?”
Biasanya, Chen Xiaoxi pastinya akan menebalkan kulit, nemepuk dadanya, dan berkata heroik, “Aku, kakak inilah, yang mengejar berandal kecil ini!” lalu mulai menceritakan ssemua kejadian-kejadian di masa lalu yang menyedihkan tentang dia mengejr-ngejar Jiang Chen, wajahnya penuh dengan air mata dan lendir. Lalu pada akhirnya, dia akan menyimpulkan dengan menyandar ke belakang dan tertawa tiga kali karena konspirasinya telah berhasil, seluruh kisahnya menyentuh, romantis, dan inspirasional.
Namun saat dihadapkan dengan sekelompok orang dewasa dengan ekspresi tulus dan sederhana di wajah mereka, tak mungkin Chen Xiaoxi bisa memakai narasi tak tahu malunya yang biasa. Dia masih ragu-ragu dengan bagaimana harus membuka mulutnya dan bicara, saat entah-siapa-orangnya lagi-lagi secara sukarela membantunya menjawab, “Semua orang yang bisa berpikir akan tahu bahwa Jiang Chen kitalah yang mengejar Xiaoxi. Siapa yang akan mengira kalau Jiang Chen yang biasanya kelihatan begitu pendiam, tampaknya punya caranya sendiri untuk mengejar wanita. Sini sini sini, katakan pada kami langkah apa yang kau pakai untuk bisa pulang ke rumah sambil memeluk wanita cantik.”
Chen Xiaoxi tak bisa menahan sudut mulutnya tersungging naik. Sanak keluarga ini, tak apa-apa kalau kau begitu positif….
Nenek juga penasaran. Dia menarik tangan Chen Xiaoxi dan berkata, “Jangan malu, katakan pada Nenek, bagaimana kalian berdua bisa bersama?”
Jiang Chen melirik Chen Xiaoxi dari kejauhan, dan tertawa saat dia membantu wanita itu menjawab, “Tak ada yang spesial, paviliun yang letaknya paling dekat dengan air menikmati cahaya bulan terlebih dahulu*.”
(T/N: sebuah pepatah Tiongkok yang berarti orang mendapatkan manfaat karena berada di posisi yang menguntungkan, dekat dengan seseorang yang berpengaruh.)
Jawaban Jiang Chen ini memangkas bagian awal dan menyingkirkan bagian akhir, menghilangkan subyek dan meninggalkan obyek, begitu unggul sehingga kau akan berpikir bahwa kau harus memahami secara mendalam untuk mengerti makna tersiratnya, tetapi sebenarnya dia hanya bersikap ambigu. Singkatnya, ini memiliki efek yang sama dengan ‘Ada ribuan Hamlet di mata ribuan orang’*, praktis dia bisa menerbitkan sebuah buku berjudul ‘Cara Bicara Ala Jiang Chen’.
(T/N: sebuah pepatah Tiongkok yang berarti bahwa ada ribuan interpretasi atas segala hal)
Para keluarga dan teman saat mendapati bahwa mereka tak bisa menggali gosip baru dan mengejutkan apapun, berbalik satu demi satu untuk menanyakan tentang anak lelaki seorang wanita. Wanita ini adalah bibi kedua Jiang Chen, anak lelakinya sudah akan mengambil ujian untuk masuk universitas. Semua orang mengungkapkan bahwa mereka sangat peduli dan tertarik pada nilai-nilainya.
Bertanya soal nilai, bertanya soal pernikahan, bertanya tentang punya anak – hal-hal ini selalu merupakan Tiga Pusaka yang dipakai para orangtua untuk menyiksa anak-anak satu sama lain saat Tahun Baru. Tak peduli berapapun umur si anak, sulit untuk meloloskan diri.
***
Pada siang hari, semua sanak keluarga kembali ke rumah mereka masing-masing. Nenek memasang kacamata bacanya dan menonton opera Tiongkok di televisi. Tak yakin dari wilayah mana opera itu berasal, suara-suara “Eee” dan “Ohh” menggema dan berputar-putar bolak balik.
Chen Xiaoxi dan Jiang Chen sedang memilihi bagian-bagian sayuran yang bisa dimakan. Suasana hati Chen Xiaoxi menjadi murung untuk alasan yang tidak jelas.
Jiang Chen memakai sikutnya untuk menyodok pelan pada Xiaoxi, “Ada apa?”
“Nggak ada apa-apa.”
“Oh.” Jiang Chen lanjut menunduk, makan dan memunguti sayuran yang bisa dimakan.
…..
“Apa kau tak bisa tanya padaku beberapa kali lagi?” Chen Xiaoxi dengan marah mengoyak sehelai sayur daun dan melemparkannya pada Jiang Chen. Daun itu tersangkut di wajah Jiang Chen dan tidak jatuh.
Jiang Chen dengan pasrah melepaskan sayur daunnya. “Ada apa?”
“Nggak ada apa-apa,” Chen Xiaoxi berkata, lalu takut kalau Jiang Chen benar-benar takkan bertanya lebih jauh lagi, dia pun langsung menambahkan, “Aku hanya memikirkan tentang bagaimana kau tak menginginkanku di masa lalu, tak peduli bagaimanapun aku mengikutimu dan berputar-putar di sisimu, kau tak menginginkanku.”
Jiang Chen terpana. Dia menggosok hidungnya dan menjelaskan, “Bukannya aku tak menginginkan…. Hanya saja….”
Hanya saja, setelah dia menolak pernyataan cinta Chen Xiaoxi yang pertama, gadis itu telah membuat posisi berdirinya jelas, menyelam dengan kepala di depan untuk membuat dirinya secara total berputar di sekeliling Jiang Chen, namun Xiaoxi tak pernah bertanya lagi kepadanya apakah dia menginginkan gadis itu atau ingin bersama dengannya…. Hal itu juga membuatnya agak muram.
“Apa ‘hanya saja’! Tak ada ‘hanya saja’! Kau hanya tak menginginkanku! Kau pungutilah sayurannya sendiri! Aku akan pergi menemani Nenek!” Chen Xiaoxi melemparkan sayuran di tangannya seakan sedang melampiaskan amarahnya, menyeka tangannya dan berjalan pergi.
Si pemalas ini….
Jiang Chen tertawa saat dia lanjut memilihi bagian-bagian sayuran yang bisa dimakan, mendengarkan suara-suara Chen Xiaoxi dan neneknya bicara di ruang keluarga bercampur dengan keriuhan letupan-letupan dari anak-anak di luar yang bermain dengan petasan, terkadang jauh, terkadang dekat.