Master Series - Chapter 8
Dia tersenyum, “Darah seorang makhluk abadi sangat bergizi.”
Mana bisa aku membiarkannya? Kalau dia benar-benar memakan dagingku, hal itu akan menjadi bencana besar.
Bahkan bila aku adalah Dewa Perang yang sudah tua, aku tetap seorang Dewa Perang.
Meski aku memiliki firasat dalam hatiku saat ini juga dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada orang itu, sepertinya aku tak punya kesempatan untuk melakukannya. Atau sekarang bisa dibilang, hal itu tidak diperlukan.
Aku adalah orang yang sudah sekarat, lalu kenapa kalau aku bertanya? Lalu kenapa kalau dia menjawab? Mengetahui bahwa dia masih hidup, bahwa dia bisa meneruskan hidup dengan baik, berarti separuh harapanku telah terpenuhi. Bahkan bila dia memakai raga Raja Ibis, aku bahagia.
Sebelum sang Raja Iblis menggigit leherku, aku tersenyum kepadanya, membuat orang yang seperti hewan buas itu sedikit tercengang.
Dia memakai mata Qinghan untuk menatapku dengan sorot sinting. Aku selalu memikirkan tentang sepasang mata ini selama bertahun-tahun, bahawa meski bila ekspresi di wajah itu salah, aku masih merasa gembira. Karenanya,aku tersenyum lebih cerah lagi, dan berkata, “Aku sudah tua, jadi lihatlah aku membawamu pergi, ya?”
Sang Raja Iblis membeku kembali, namun segera setelahnya dia memamerkan taringnya. Begitu giginya bersentuhan dengan leherku, aku menusukkan pedang ke punggungnya, menghujam jantungnya.
Pedang yang kugunakan tak lain adalah pedang dewa yang telah menemaniku selama bertahun-tahun yang tak terhitung jumlahnya dan kemudian dicuri oleh Qinghan. Setelah melalui banyak kelokan dan putaran, pedang dewa ini tetap kembali padaku, dan membantuku menghadapi pertempuran terakhir ini.
Pedang itu telah tergantung pada pinggang tubuh ini selama bertahun-tahun bahkan di dalam jurang iblis – Qinghan pasti telah mengkatkannya dengan begitu erat pada dirinya sendiri waktu itu.
Pedang dewa menusuk tubuhnya, mengisap energi iblisnya. Karena sang Raja Iblis baru saja kembali, kekuatannya belum pulih, jadi ketika pedang dewa menghujam jantungnya, pedang itu menguras habis tenaga apapun yang dia punya. Tetapi bahkan saat itu, aku tak mampu menghabisinya karena sejak semula aku juga tak punya banyak tenaga dewa.
Kugunakan bahuku untuk menekan ke arah dadanya, berusaha mendorongnya ke dalam jurang iblis. Sang Raja Iblis mencengkeram tanganku erat-erat, tak mau melepaskan. “Hanya seorang perempuan tua, beraninya coba-coba membunuhku dengan sia-sia….”
Apakah dia berpikir bahwa dengan menarikku, aku tak lagi berani mendorongnya jatuh….
Kukerutkan bibirku dan dengan satu langkah, berlari ke tepian. Pada momen tanpa bobot itu, aku melihat sang Raja Iblis memakai wajah Qinghan untuk mengekspresikan keterkejutan dan ketidakrelaan.
Setelahnya, kegelapan menelan kami dari semua arah dan aku pun tersenyum, “Lihatlah, sudah kubilang padamu kalau aku akan membawamu pergi dan aku melakukannya, aku memegang janjiku.”
Kegelapan mengambil alih penglihatanku, merebut semua inderaku. Wajah QInghan menghilang tepat di depan mataku. Aku merasa seakan diriku telah terjatuh ke dalam kegelapan tanpa dasar, tak tahu apakah aku sudah hidup atau mati. Di tempat semacam inilah, aku sungguh-sungguh merasa seakan mendengar seseorang berteriak pilu. Dia berteriak, “Guru… guru….”
Suara sarat dengan keputusasaan, dan cinta yang begitu mendalam.
Tiba-tiba aku teringat apa yang pernah ditanyakan oleh orang itu, “Kalau aku memancing untukmu, apakah kau akan mengambil umpannya?”
Kau seharusnya mengatakan ini lebih awal. Seandainya aku tahu bahwa kau adalah Qinghan, aku akan menjadi seperti ikan di danau; bahkan tak usah bicara tentang tidak memakai umpan, bahkan tanpa kail pun, aku tetap ingin melompat ke dalam pelukanmu.
Sayang sekali….
Kita selalu melewatkan kesempatannya.
Di dalam kegelapan, tak ada kesan tentang waktu maupun arah, tak ada apa-apa. Kupikir aku sudah mati. Bagaimanapun, perlahan-lahan aku mampu merasakan suatu tanda-tanpa pergerakan, sesuatu yang tak bisa ditangkap oleh kelima indera.
Sebuah aura yang sangat samar sedang bergerak, bagaikan angin yang begitu lembut sehingga bahkan tak mampu menggerakkan sehelai rambut pun. Terkadang juga akan ada suara yang memasuki telingaku: “Guru, ini bukan dunia kematian.”
Dia berkata, “Tempat ini memiliki kehidupan.”
Aku mampu merasakan lebih dan lebih banyak lagi hal di sekitarku, ada udara mengalir di sini, energi spiritual dan… Qinghan. Aku bisa merasakan keberadaannya meski aku tak bisa melihat ataupun menyentuh dia – aku bahkan tak bisa mendengar suaranya dengan jelas.
Namun aku bisa merasakan harapan sepenuh hati yang dia miliki.
Ini adalah sebuah perasaan yang sangat samar. Aku bisa merasa bahwa dia selalu berkata, “Belajarlah denganku, aku bisa membawamu keluar.”
Dia mengajariku sesuatu, dia ingin membawaku keluar.
Dan kemudian dia sungguh membawaku keluar.
Saat akhirnya aku kembali melihat cahaya siang hari, aku tak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Tepian jurang iblis tetap sama, tak seorang pun yang berada di sana. Saat aku tak melihat QInghan, aku mencari ke sekeliling tebing, namun tetap tak bisa menemukan dia.
Kalau dia tak menungguku di sini, lalu….
Aku memutar kepalaku dan mendapati bahwa seseorang yang lain juga telah merayap keluar dari dalam jurang iblis.
Sebuah wajah yang tidak kukenal, dengan ekspresi yang kukenal….
Tubuhnya bernama Liu Yue, tetapi aku tahu, nama orang ini adalah Qinghan.
Dia melompat bersamaku ke dalam jurang iblis dan menemaniku selama entah berapa banyak tahun.
Aku berputar untuk menghadapinya dan menegakkan tubuhku sebelum tersenyum lembut, “Yang Mulia Raja Iblis, apakah Anda menerima murid?”