The Grand Princess - Chapter 54
Ketika dia melihat Pei Wenxuan, hal pertama yang akan dia lakukan adalah menamparnya.
———————-
Pemikiran ini membuat Pei Wenxuan seakan tersambar petir.
Pei Wenxuan tak bergerak ketika Li Rong bernapas pelan di belakangnya. Dia membuka matanya lebar-lebar di kegelapan malam dan tak berani berpikir lebih jauh lagi.
Tetapi dia tak bisa berhenti berpikir dan mulai membayangkan Su Rongqing dan Li Rong sebagai pasangan. Dia tidak asing pada skenario semacam itu – di seluruh ingatannya, sudah tak terhitung banyaknya dia menyaksikan adegan itu.
Namun penglihatan yang ini bahkan lebih kejam dibanding ingatan-ingatannya, kehidupan yang ini tak seperti sebelumnya.
Dahulu, dia bisa merasa tenang karena Su Rongqing takkan pernah punya kesempatan sedikit pun dengan Li Rong akibat latar belakang rendah dan statusnya sebagai kasim. Di antara Su Rongqing dan Li Rong terdapat hutang darah yang luar biasa besar. Bahkan jika mereka bisa tidur bersama di malam hari dan saling menghangatkan satu sama lain, Su Rongqing takkan pernah bisa menikahi Li Rong secara sah. Li Rong adalah, dan akan selalu menjadi, istri Pei Wenxuan.
Namun kini semuanya berbeda.
Su Rongqing masih putra dari keluarga terpandang dengan sejarah sepanjang sembilan ratus tahun. Dia bisa menikahi Li Rong dalam tandu pengantin yang diangkat oleh delapan pengusung dan melahirkan banyak anak. Dan mulai dari saat itu, hubungan apa pun antara Li Rong dan Pei Wenxuan akan sepenuhnya terputus.
Pada pemikiran ini, Pei Wenxuan merasakan sakit yang tajam menghujam jantungnya, lebih menyiksa dibanding sebelumnya, memperingatkan dirinnya pada kemungkinan yang amat nyata ini.
Biarlah diketahui bahwa bagi Pei Wenxuan, yang disebut sebagai ‘membiarkan Su Rongqing dan Li Rong bersama’ tidak lebih dari Tuan Ye mencintai naga*.
(叶公好龙 – seseorang yang bilang mereka mencintai sesuatu, tapi pada kenyataannya tidak)
Di kehidupan yang lalu dia menginginkan semuanya tentang Li Rong, dan di kehidupan yang ini, tentu saja, tak bisa berhenti begitu saja.
Di kehidupannya yang lampau dia tahu kalau dirinya takkan pernah memiliki Li Rong, dan terus-terusan memberitahu dirinya sendiri bahwa dia tak peduli, dengan pahit berjuang di antara kebohongan-kebohongannya dan kejernihan pikirannya yang terkadang datang. Baru sekarang dia bisa memberanikan diri untuk berkata – penyesalan terdalamnya adalah Li Rong.
Kini tampaknya sekali lagi dia mengarah ke jalan yang sama dengan kehidupan yang itu, Li Rong menggelincir lepas dari sela-sela jemarinya.
Bagaimana bisa seseorang seperti Li Rong melihat ke belakang semudah itu? Dahulu, perasaan apa pun untuknya telah menguap setelah Li Rong merasakan dirinya – apalagi soal dirinya yang sekarang.
Dia sudah melukai Li Rong dan mengkhianati kepercayaannya. Terlebih lagi, dirinya jauh dari sempurna – picik, plin-plan, emosional, suka berpikir berlebihan dan kacau. Dia sama sekali bukan tandingan Su Rongqing. Orang lain mungkin berkata bahwa dirinya adalah putra tertua Keluarga Pei, namun Li Rong sudah melihat apa yang ada di balik permukaan dan tahu anjing macam apa yang bersembunyi di balik kulitnya.
Manusia macam ini takkan pernah membuat Li Rong menoleh, jadi dia pun berpura-pura tak pernah menoleh ke arah Li Rong. Tapi pada kenyataannya, bagi Pei Wenxuan, Li Rong bagaikan arak terkuat, bunga candu nan harum, dan dengan sekali mencicipi saja, dirinya sudah kecanduan selamanya.
Bahkan jika mereka memiliki seribu kehidupan lagi, asalkan mereka berdua bisa bertemu, Pei Wenxuan akan jatuh cinta pada Li Rong.
Pei Wenxuan memejamkan matanya rapat-rapat pada kesadaran menyakitkan ini.
Dia tak mau memikirkan tentang ini lagi.
Begitu matanya emnutup, mungkin karena dirinya sudah kerepotan sepanjang hari, dia pun tertidur, hanya untuk mimpi-mimpinya dihantui oleh penglihatan-penglihatan dari kehidupannya yang lampau. Di sana, adalah hari dia menikahi Li Rong. Dia menatap ketika Li Rong menurunkan kipas di tangannya kemudian mendongak, tersenyum kepadanya. Li Rong memanggil, “Rongqing.”
Pei Wenxuan tersentak bangun dari mimpi buruk ini, terengah berat di kegelapan malam. Di luar, seseorang mengingatkan dirinya kalau sudah tiba waktunya untuk mahkamah pagi. Pei Wenxuan merasa gentar, sebelum menjawab dengan suara lirih. Dia sudah akan bangun dan pergi untuk membasuh diri di ruangan sebelah supaya tidak mengganggu Li Rong ketika dia menyadari Li Rong sedang duduk. Li Rong menggosok matanya dan menguap, “Akan ke mahkamah pagi?”
“Ya.”
Ketika Pei Wenxuan menjawab, dia menyadari – Li Rong baru saja mendirikan kantor pengawas dan kini memiliki posisi resmi, jadi Li Rong juga perlu menghadiri mahkamah pagi.
Pada pagi pertama itu Li Rong berjuang untuk turun dari ranjang, dan penampilan mengibakannya memercikkan tawa dari Pei Wenxuan. Dia mengulurkan tagan ketika Li Rong berdiri, memanggil masuk pelayan sambil tertawa. “Hari ini Anda harus pergi ke mahkamah, kemarin Anda tidak tidur lebih awal, bukankah ini berarti menuai apa yang Anda tabur?”
“Pei Wenxuan,” gumam Li Rong, memejamkan matanya, seakan dia bisa mencuri waktu beberapa detik lagi untuk tidur. “Bagaimana kau bisa melakukan ini tiap hari?”
Pei Wenxuan hanya tertawa dan tak menanggapi pertanyaan Li Rong. Seorang gadis pelayan masuk untuk membantu Li Rong berpakaian.
Begitu mereka berdua sudah selesai berpakaian, Li Rong pergi bersama Pei Wenxuan, menguap terus-terusan. Fajar belum merekah di cakrawala ketika Li Rong naik kereta, berkata pada Pei Wenxuan, “Beritahu aku saat kita sudah sampai, aku mau tidur.”
Pei Wenxuan mengiyakan dan menatap Li Rong bersandar pada dinding kereta. Dia tetap diam seperti itu selama beberapa saat, segala jenis perasaan berpusaran di dalam hatinya.
Dalam situasi saat ini, dia tidak yakin apakah dia harus membiarkan dirinya menjadi lebih dekat dengan Li Rong, atau menjauhkan dirinya. Dia terus memandangi Li Rong yang sepenuhnya tak sadar, yang telah terangguk-angguk seperti biasanya.
Pei Wenxuan telah memandangi selama beberapa saat ketika Li Rong hampir terjatuh ketika tidur. Dia menangkap Li Rong persis sebelum gadis itu terjatuh, dan Li Rong mengerjap bangun, tatapannya kosong. Pei Wenxuan pindah ke sisi Li Rong dan menarik gadis itu bersandar pada dirinya, berkata lirih, “Kau bisa bersandar padaku.”
Li Rong bersuara mengiyakan, tak merasakan adanya hal yang aneh, dan bersandar pada bahu Pei Wenxuan.
Langit baru saja menjadi terang ketika mereka berdua keluar dari kereta dan memasuki gerbang istana.
Hembusan angin pagi membawa sedikit hawa dingin dan membangunkan Li Rong. Begitu dirinya sudah jadi lebih waspada, dia menoleh untuk menatap Pei Wenxuan yang tak bicara sepatah kata pun sejak mereka meninggalkan kereta. “Hari ini kau sudah bertingkah aneh.”
Pei Wenxuan menyesuaikan genggamannya pada plakat resmi, wajah tenang ketika dia memberi tanggapan tenang,“Oh?”
“Hari ini apa yang sedang kau pikirkan? Tadi aku hampir jatuh, dan kau membiarkanku memakaimu sebagai bantal. Ini tak seperti dirimu.”
“Mm?” Pei Wenxuan pura-pura cuek. “Saya hanya sedang melamun, tidak tidur dengan baik jadi membuat saya tidak awas.”
“Aku juga,” Li Rong ikut mengangguk, kemudian tertawa pada pemikiran mendadak itu. “Sudah lama sekali aku tidak tidur sesedikit ini, sekarang jagi terlalu tak tertahankan. Kelak, bahkan jika kau sibuk, kau tak boleh berlebihan, jangan biarkan dirimu kelelahan.”
Pei Wenxuan bersuara mengiyakan dan berkata lembut, “Terima kasih, Yang Mulia.”
Li Rong melihat kalau kondisi mental Pei Wenxuan tidak terlalu baik dan mengamatinya dengan curiga. Dia sungguh tak bisa menerka apa yang sedang pria itu pikirkan.
Untung saja, tak lama setelahnya mereka pun tiba di pintu masuk balairung. Li Rong berpisah dari Pei Wenxuan, dia memiliki status lebih tinggi dan bisa berdiri di depan. Pei Wenxuan hanya bisa berdiri di belakang. Walaupun mereka terpisah jauh, tak ada apa pun yang perlu dikatakan pada satu sama lain.
Berdiri di tengah-tengah kerumunan itu, semua orang berusaha curi-curi pandang pada Li Rong. Titah Kaisar untuk memberi wewenang mendirikan kantor pengawas baru saja dikeluarkan kemarin, dan kabarnya sudah mulai menyebar di seluruh kementerian. Kabar-kabar itu semuanya disampaikan oleh orang-orang kepercayaan sang Kaisar; merupakan bukti bahwa Beliau memiliki kepentingan pribadi dalam masalah ini.
Melihat kalau Li Rong benar-benar menghadiri mahkamah pagi, semua orang dipenuhi oleh rasa ingin tahu dan keraguan, bertanya-tanya apa yang Li Rong rencanakan.
Li Rong tahu dengan jelas tentang mata penuh penilaian semua orang, tetapi dia tak memiliki sedikit pun sikap malu seorang gadis muda. Dengan kedamaian hati dari orang yang sudah tua, dia memejamkan matanya, tidur di tempatnya berdiri.
Sesaat kemudian, Li Ming tiba, dan dimulainya mahkamah pagi pun diumumkan. Kerumunan pejabat memasuki balairung besar seperti aliran air. Li Rong berjalan bersisian dengan Shangguan Xu kemudian lanjut membentuk baris untuk dirinya sendiri. Begitu berada di dalam balairung, dia tak menampakkan sedikit pun sikap canggung dan mengikuti semua orang dalam berkowtow. Begitu mereka sudah berdiri, Li Ming melihat Li Rong berdiri di tengah-tengah balairung besar dan tertawa. “Mengapa Ping Le berdiri bersama Shangguan-daren? Kemarilah, berdiri di samping zhen.”
Li Rong mendengar kata-kata ini dan tersenyum. “Baik.”
Dia naik ke atas panggung dan berdiri di atas undakan di sisi kiri Li Ming.
Setidaknya, dia bisa mengambil tempatnya.
Begitu dia melangkah ke posisinya, semua pejabat mahkamah jadi mendapat kesan bahwa Li Ming-lah yang mendirikan kantor pengawas itu dan masalah tersebut sudah tertutup untuk diskusi.
Begitu Li Ming telah menetapkan posisi Li Rong, Beliau tersenyum dan berpaling pada para pejabat. “Apakah para menteri zhen ini ada sesuatu yang perlu didiskusikan hari ini?”
Begitu Li Ming selesai bicara, Su Rongqing dan Pei Wenxuan melangkah keluar pada saat bersamaan dan mengumumkan, “Baginda, weichen punya laporan yang harus diserahkan!”
Mereka berdua begitu kompak, sehingga Li Ming tak tahu harus bagaimana. Menatap bolak-balik di antara keduanya, Beliau meragu, sebelum menunjuk pada Su Rongqing. “Su-shilang, bicaralah.”
“Baginda, weichen mengkritik petugas sensor kekaisaran Pei Wenxuan-daren. Kemarin, Pei-daren melanggar masuk ke dalam Kementerian Peradilan, melukai juru tulis kementerian Chen-daren dan mencuri berkas. Meminta Baginda menghukum berat penjahat ini!”
Setelah Su Rongqing selesai bicara, mata semua orang tertuju pada Pei Wenxuan. Li Ming tersenyum dan berpaling kepadanya, “Pei Wenxuan, apa yang ingin kau katakan soal ini?”
Menjawab Baginda Kaisar,” ujar Pei Wenxuan, tidak terlalu lambat maupun terlalu cepat.“Weichen mengkritik juru tulis kementerian dari Kementerian Peradilan Chen Ping karena menghalangi dekrit Kaisar dan melawan atasan, dengan sengaja mengganggu Yang Mulia Putri Ping Le dari menegakkan keadilan dan berkomplot mengancam nyawa Yang Mulia Tuan Putri. Meminta Baginda menyelidiki. Sebagai atasan langsung dari Chen Ping, Su Rongqing tidak memiliki disiplin yang benar dan harus dianggap bersalah atas kesalahan yang sama.”
“Zhen mengerti,” Li Ming mengangguk setelah mendengarkan keduanya.“Urusan ini tak bisa cuma bergantung pada kata-kata Pei-daren seorang. Ping Le.”
Li Ming berpaling untuk menatap Li Rong. “Kau bisa jelaskan lebih jauh lagi.”
“Menjawab Ayahanda Kaisar,” ujar Li Rong. “Kemarin, begitu erchen menerima titah Kaisar, erchen pergi ke Kementerian Peradilan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen kasus Qin. Menurut dekrit Ayahanda, Kementerian Peradilan harus sepenuhnya bekerjasama dengan erchen. Akan tetapi, di sana erchen bertemu dengan dilema, dan karena terpengaruh oleh emosi, erchen pun jadi berkonflik dengan Chen-daren. Chen-daren menanggapi dengan gerakan agresif dan para pengawal erchen menahannya. Pada saat itulah, Su-daren datang. Karena itulah dia mengira kalau penyebabnya adalah Fuma.”
“Ini….” Li Ming mengangguk, sebelum menoleh pada Su Rongqing. “Su-daren, apakah yang diaktakan oleh Putri adalah benar?”
“Baginda, telah terjadi kesalahpahaman,” Su Rongqing berkata dengan kata-kata teratur. “Titah Kaisar baru saja dikeluarkan kemarin dan Chen-daren belum diberitahu oleh atasannya di Kementerian Peradilan. Berkas-berkas itu sangat penting. Bahkan jika Yang Mulia memiliki titah Kaisar, Chen-daren belum mendapat izin dari atasannya sehingga dia tak berani mengeluarkannya sesuka hati. Ini dilakukan bukan untuk menyalahi Yang Mulia. Yang Mulia sudah salah menafsirkan ketika Chen-daren berusaha melakukan sesuatu. Kemudian ketika dia meninggikan suaranya, takutnya hal itu telah membuat Yang Mulia takut. Weichen sangat menyesal karena telah mengagetkan Yang Mulia dan merasa amat malu. Inilah sebabnya mengapa weichen hanya berani bicara tentang Pei-daren dan bukan tentang Yang Mulia.”
Setelah menyelesaikan bagiannya, Su Rongqing berbalik untuk menatap Pei Wenxuan. “Tuan Putri adalah pimpinan dari kantor pengawas, dan pantas bagi Beliau untuk pergi ke Kementerian Peradilan untuk memindahkan berkas. Sebagai seorang petugas sensor kekaisaran, siapa yang memberi Pei-daren wewenang untuk melangkahkan kaki di dalam Kementerian Peradilan? Jika Pei-daren tidak dihukum hari ini, siapa pun bisa seenaknya memasuki Kementerian Peradilan saya. Kelak, bagaimana Kementerian Peradilan saya akan mengatur rakyat dan menangani penyelidikan?!”
Pada seruan Su Rongqing, Li Ming nyaris tak bisa mempertahankan wajahnya untuk tetap tenang.
Pei Wenxuan menatap Li Rong, yang menggelengkan kepala ke arahnya.
Tidak mustahil untuk memelintir kata-kata Su Rongqing menjadi omong kosong, tapi kata-katanya ada benarnya. Kementerian Peradilan adalah kursi untuk kekuasaan yudisial. Bagi mereka yang dengan begitu gegabah menerobos masuk, mereka hanya bisa berakhir menerima kekalahan. Begitu semuanya sudah selesai, Li Ming tetap harus memberi muka pada Kementerian Peradilan.
Mau bagaimanapun juga, mereka sudah mengamankan dokumen kasusnya dan harus memberi sedikit jalan keluar bagi Kementerian Peradilan.
Pei Wenxuan tahu apa yang Li Rong pikirkan dan menghela napas. Berlutut, dia menyembah pada Li Ming dan berkata, “Baginda, kemarin weichen memang telah melanggar masuk ke dalam Kementerian Peradilan karena mencemaskan Tuan Putri. Walaupun weichen hanya seorang pejabat, dia juga merupakan suami dari Tuan Putri dan dalam kecemasannya, melupakan tempatnya. Walaupun punya alasan, weichen tidak menaati hukum. Weichen memohom pengampunan dari Baginda dan Kementerian Peradilan.”
Melihat Pei Wenxuan menampakkan kelemahan ini, Li Ming melambaikan tangannya dan memiringkan kepala. “Baiklah, situasinya sudah jelas. Zhen telah memberi wewenang kepada kantor pengawas dalam masalah ini, dan Chen Ping telah menghalangi Ping Le. Bukan cuma itu, dia juga sudah melukai Ping Le. Tidaklah benar bagi Ping Le dan Pei Wenxuan untuk menerobos masuk ke dalam Kementerian Peradilan seperti itu, namun tidak benar juga bagi Kementerian Peradilan untuk benar-benar mengabaikan mereka. Chen-daren akan dipotong tiga bulan gaji, dan Ping Le serta Pei Wenxuan juga akan dipotong tiga bulan gaji. Apa keputusan ini memuaskan?”
“Baginda, ini….” Masih ada beberapa orang anggota Kementerian Peradilan yang berusaha bicara, namun Li Ming bertanya secara langsung, “Apa, jadi Kementerian Peradilan merasa tidak puas?”
“Baginda Kaisar bijaksana,” Su Rongqing menyela, dan dengan nada tenang, berkata, “Weichen tak punya hal lain yang perlu dikatakan.”
Sekarang karena Su Rongqing sudah bicara, yang lainnya tentu saja tak bisa bilang sebaliknya.
Li Ming mengangguk puas dan berkata, “Baiklah, kalau begitu diskusinya sudah selesai. Pei-daren, berdirilah. Apa yang lainnya punya sesuatu untuk didiskusikan?”
Li Ming mengalihkan topik. Para pejabat lainnya dengan penuh pemahaman membiarkan topik itu selesai dan tidak mengajukan pertanyaan lebih banyak lagi.
Diam-diam Li Rong melirik pada Pei Wenxuan yang tak berekspresi. Melihat wajah kaku pria itu, mau tak mau dia jadi bertanya-tanya – apakah Pei Wenxuan merasa tertekan karena gajinya dipotong tiga bulan?
****
Pagi itu, ketika mereka berdua meninggalkan mahkamah, matahari belum terbit dan Shangguan Ya sudah selesai berpakaian, dengan heboh bilang akan menghadiri perkumpulan puisi, tapi sebenarnya pergi menuju rumah judi.
Kemarin, persis ketika dia kembali ke rumah, dia menerima pesan Li Rong dan mengerti kalau Li Rong memberi persetujuan kepadanya.
Karenanya, pagi ini dia harus pergi ke rumah judi pagi-pagi sekali dan setelah mencari selama beberapa saat, menemukan Su Ronghua sedang membungkuk di atas sebuah meja judi.
Dia dan Su Ronghua tak terlalu dekat, tetapi Su Ronghua sering datang untuk berjudi, dan karenanya masih ada sedikit rasa akrab. Mendekati Su Ronghua dari belakang, dia menyadari pria itu sepenuhnya tenggelam dalam perjudiannya dan dia pun menepuk pelan bahu pria itu. “Tuan Su.”
“Hei, jangan ganggu aku…”
Su Ronghua belum selesai bicara sebelum dia menyadari siapa yang berdiri di belakangnya. Dengan raut keheranan, dia berbalik dan mengamati Shangguan Ya. “Tuan… Muda Shangguan?”
“Apakah Tuan mungkin punya waktu untuk mengobrol dengan saya?”
Mata Shangguan Ya melengkung membentuk senyuman. Mendengarnya bicara, Su Ronghua berkelakar, “Jika orang lain, maka takkan ada waktu. Tapi karena yang mengajak adalah Tuan Muda Shangguan….”
Su Ronghua mengamati seluruh penampilan Shangguan Ya, matanya menggoda. Shangguan Ya mengernyit ketika menyadari sorot matanya, ketika pria itu sedikit membungkukkan badan dan berkata lembut,“Kapan saja siang ini saya bisa.”
“Sepertinya tamparan waktu itu belum cukup,” gumam Shangguan Ya, sebelum berbalik. “Ayo pergi.”
Shangguan Ya membawa Su Ronghua menuju sebuah ruang pribadi di lantai dua dan mereka pun duduk mengelilingi meja judi. Shangguan Ya mengirim pelayannya pergi dan Su Ronghua menyelipkan kipasnya pada sabuk. Menuangkan teh untuk Shangguan Ya, dia berkomentar, “Orang tidak mengunjungi kuil tanpa sebab, apa yang hendak Nona Muda Shangguan diskusikan hingga datang kemari?”
“Aku cuma berencana menjajal keberuntunganku hari ini, siapa sangka akan berpapasan denganmu?”
Memegangi cawan tehnya lebih dekat ke dada, Shangguan Ya mengamati Su Ronghua yang duduk di seberangnya dan berkata dengan nada sedikit mengolok, “Datang pagi-pagi sekali ke rumah judi, Anda benar-benar tak menahan diri.”
“Berarti kita berdua sama saja,” Su Ronghua meletakkan tehnya, dengan santai mengipasi dirinya sendiri. “Nona Muda Shangguan, anak perempuan keluarga bangsawan yang belum menikah, menguasai empat seni, dan kandidat untuk menjadi Putri Mahkota, yang bergegas pergi ke tempat macam ini pada waktu luangnya yang terbatas. Membandingkan diri saya ini dengan nona muda yang terhormat hanya akan seperti berusaha pamer di hadapan orang bijak. Lagipula, saya ini hanya seorang pejabat rendah tingkat tujuh, dan bahkan bukan pejabat khusus dari Lembaga Sensor Kekaisaran, yang tidak perlu menghadiri mahkamah pagi. Sudah merupakan hal biasa jka saya melewatkan waktu luang untuk berjudi.”
Setelah pertunjukan ini, Shangguan Ya tahu persis orang macam apa tuan muda yang sedang dihadapinya. Bahkan tidak mau repot-repot berdebat dengannya, Shangguan Ya langsung berkata, “Biar kukatakan ini padamu. Yang Mulia Putri ingin bertemu dengan adikmu. Apa kau bisa memanggil adikmu keluar untuk bertemu dengan Yang Mulia Tuan Putri dan bersantap?”
Su Ronghua tetap membisu, menyesap tehnya.
Shangguan Ya terus mendesak. “Keuntunganmu takkan kecil. Sepemahamanku, kau dan Tuan Muda Ketiga dari Keluarga Xie sudah mengatur sabung ayam bulan depan, dan sekarang kau masih mencari ayam jantan yang bisa mengalakan ayam jantannya. Kebetulan aku punya satu. Ayam jantan raja yang tak pernah kalah dalam pertarungan, didatangkan jauh-jauh dari Youzhou. Bagaimana menurutmu?”
Ketika Su Ronghua mendengar hal ini, dia nyaris menyemburkan tehnya.
Memeriksa tehnya, dia mulai tertawa tak terkendali. “Nona Shangguan, menjual adikku untuk seekor ayam, Anda sungguhan?”
“Tentu saja, ini adalah bonusnya,” Shangguan Ya tak tergoyahkan. “Satu-satunya masalah adalah dalam membicarakannya, jadi tak perlu mendiskusikannya dan menyebabkan perasaan tidak enak, bukankah begitu? Lagipula, ini kan cuma makan, kurasa Tuan Muda Kedua Su sendiri mungkin tertarik, tapi belum tentu setuju. Bagaimana menurutmu?”
“Yah,” ujar Su Ronghua, mempertimbangkan. “Kalau nona muda lainnya, dia mungkin setuju, tapi jika Yang Mulia, situasinya berbeda. Akan tetapi,” Su Ronghua menyela dirinya sendiri, menatap Shangguan Ya. “Kenapa aku harus membantumu?”
“Kalau begitu bagaimana pendapat Tuan Muda Pertama?” Shangguan Ya mengenali kalau Su Ronghua sedang berusaha memeras keuntungan apa pun yang bisa didapatkannya. Pria itu menatap ke arah meja judi dan tertawa. “Apa kau ingin bertaruh?”
“Bertaruh dengan apa?”
“Dadu. Angka terbaik dari tiga kali lempar. Kalau kau menang, aku akan membantumu. Kalau aku menang….”
Shangguan Ya meminum teh ketika Su Ronghua berkata, “Biarkan aku melihatmu sebagai Nona Muda Kedua.”
Shangguan Ya mencibir pada godaannya.
“Kalau begitu kau tunggu kalah saja. Aku tak pernah kalah dalam permainan dadu.”
“Oh?” Su Ronghua menempelkan tangannya di depan dada. “Aku gemetar ketakutan.”
“Kemarilah,” Shangguan memanggil pelayan yang berjaga di pintu dan memerintahkan,“Pergilah menunggu di gerbang istana. Begitu Tuan Putri keluar dari mahkamah, katakan kepadanya agar meluangkan waktu untuk makan dan berdandan. Aku mengundangnya makan di luar!”
Orang ini diserahkan oleh Li Rong kepada Shangguan Ya, jadi dia langsung pergi setelah Shangguan Ya selesai bicara.
Shangguan Ya menyambar dadunya dan menantang Su Ronghua, “Siap?”
Su Ronghua mencondongkan tubuh ke depan dan menyandarkan dagunya pada tangan, memberi sorot menantang pada Shangguan Ya. Dia tersenyum. “Kau yang melemparnya, aku suka caramu melakukannya.”
“Dasar sakit!”
Shangguan Ya memutar matanya.
Kemudian dia mulai mengocok dadunya dengan amat keras. Su Ronghua memejamkan matanya seakan sedang mendengarkan musik paling indah, sepenuhnya terpesona.
Begitu Shangguan Ya menurunkan dadunya, dengan kipasnya Su Ronghua mengetuk pelan pada cangkir dengan tulisan ‘besar’ di atasnya, mata masih terpejam. Seraya tersenyum, dia berkata, “Besar.”
Shangguan Ya membeku, kemudian perlahan membuka dadunya. Ternyata besar.
Setelah mengocok dadu tiga kali berturut-turut, Su Ronghua memenangkan semuanya. Merasa putus asa, Shangguan Ya memasang raut datar dan berkata, “Tidak bisa, aku sudah mengocok selama tiga putaran. Kau yang kocok.”
“Tentu.” Su Ronghua mengulurkan tangannya yang indah dan mengambil dadu itu, berkata seraya menyeringai, “Aku tak berani membantah kata-kata wanita cantik.”
Sementara Shangguan Ya dan Su Ronghua terjebak dalam kondisi imbang, Li Rong dan Pei Wenxuan baru saja keluar dari mahkamah. Melihat ekspresi tidak menyenangkan Pei Wenxuan, Li Rong menghiburnya, “Tak usah cemaskan soal gaji. Aku akan menggantinya untukmu. Atau kau marah pada dirimu sendiri? Kau benar-benar tak bisa melihat sisi baik dari hal ini…”
Sebagai tanggapan dari ocehan ini, Pei Wenxuan berkata dengan suara lirih, “Yang Mulia, saya hanya sedang memikirkan beberapa pekerjaan. Yang Mulia tak usah cemas, semua ini tidak penting. Weichen tidak memasukkannya ke dalam hati.”
Li Rong mengenal orang ini dari luar sampai dalam. Dia tak percaya pada omong kosong ini, tapi dia juga berpikir bahwa tidak pantas jika memaksa Pei Wenxuan mengucapkan apa yang ada dalam benaknya. Dia pun hanya bisa menganggukkan kepala dan berkata, “Baiklah, aku takkan mendesak soal ini lebih jauh lagi. Tapi kalau urusannya mulai membebanimu, bicaralah padaku.”
Pei Wenxuan mengiyakan. Tepat ketika mereka meninggalkan gerbang istana, mereka dihentikan oleh pembawa pesan dari Shangguan Ya, yang mengucapkannya kata demi kata. Li Rong tertawa mendengar pesannya. “Mengundangku makan dan bahkan memintaku berdandan? Dia ada di mana?”
“Rumah judi,” lapor si pembawa pesan, lalu sedetik kemudian, “Sedang berjudi dengan Tuan Su.”
Sebagai tanggapannya, Li Rong menaikkan sebelah alisnya. “Su Ronghua?”
“Ya.”
Li Rong terdiam, kemudian berkata, “Ayo pergi, aku akan memeriksanya.”
Ketika dia berkata demikian, Li Rong berpaling untuk menatap Pei Wenxuan. “Apa kau masih ada urusan lain?”
“Kalau Yang Mulia ingin pergi ke Rumah Judi, weichen bersedia menemani Anda.”
Pei Wenxuan menautkan alisnya, mencemaskan Li Rong yang berkeliaran ke tempat semacam itu sendirian. Li Rong tersenyum dan berkata, “Kalau kau masih ada kerjaan….”
“Saya sudah menyelesaikan semuanya kemarin.” Pei Wenxuan menyela.
Merasa lega, Li Rong berkata, “Kalau begitu, ayo pergi.”
Selesai bicara, keduanya pun bergegas menuju rumah judi.
Sesampainya di sana, seorang pelayan mengantar mereka berdua menuju ruang pribadi Shangguan Ya. Di sana, mereka melihat Shangguan Ya dan Su Ronghua sedang duduk berhadpan. Shangguan Ya memegang beberapa lembar kartu, matanya merah dan rambutnya acak-acakan. Dia tampak seperti seorang penjudi yang sudah hampir kehilangan semua hartanya. Di seberangnya, Su Ronghua dengan santai menyesap tehnya dengan ekspresi puas dan berkata santai, “Nona Shangguan, Yang Mulia sudah tiba. Anda sudah kalah dalam begitu banyak permainan, waktunya untuk menyerah.”
“Takkan pernah,” Shangguan Ya membalas. “Aku akan menang, aku akan segera menang!”
Li Rong menyadari kalau Shangguan Ya sudah jatuh ke dalam kesalahan seorang penjudi. Pei Wenxuan berbisik, “Bawa dia pergi, dia sudah kehilangan akal sehat.”
Li Rong menghampiri Shangguan Ya dari belakang dan menepuk bahunya, berkata, “A-Ya.”
Shangguan Ya terlonjak ketakutan. Melihat kalau Li Rong akhirnya sudah tiba, akal sehatnya pun kembali, tergagap, “Y-y-yang… Mulia!”
“Kenapa kau bisa jadi seperti ini?” Li Rong tersenyum. Jarang-jarang dia melihat Shangguan Ya tampak begitu kacau. Dia mengangguk memberi salam pada Su Ronghua, yang berdiri dan memberi hormat. Pei Wenxuan juga memberi hormat kepada pria itu.
“Su-daren.”
“Pei-daren.”
“Apa yang membuat Su-daren kemari untuk berjudi dengan A-Ya?” Li Rong mengintip Shangguan Ya yang meringkuk malu dan berbalik pada Su Ronghua.
Pria itu tersenyum, menatap Shangguan Ya, “Nona Muda Shangguan ingin menjadwalkan acara makan untuk Yang Mulia dan adik saya lalu berkata ingin bermain dengan saya. Jika saya kalah, saya akan setuju, tapi saya suda mencuranginya hingga saat ini.”
“Eh?” Li Rong tersenyum. “Siapa yang akan menyangka kalau Su-daren ternyata begitu ahli dalam berjudi.”
“Yang Mulia menertawakan saya.”
“Yang Mulia….” Shangguan Ya masih merasa malu dan bicara dengan suara lirih. “Keberuntungan saya hari ini tak terlalu bagus.”
“Kau bertaruh ketika bertemu dengan Su Ronghua?”
“Ya,” Shangguan Ya berkata tidak jelas. “Saya tidak mampu menjalankan permintaan Anda….”
“Yah,” Li Rong mempertimbangkan. “Bengong memintamu untuk mengurus ini, dan kau sudah berusaha sebaik mungkin, jadi bagaimana kalau begini.” Li Rong tertawa dan berpaling pada Su Ronghua. “Bagaimana kalau Su Ronghua dan Fuma yang bermain?”
“Apa kita masih bertaruh soal bertemu dengan adik saya?” Su Ronghua menatap Pei Wenxuan, yang telah datang untuk berdiri di sampingnya dengan ekspresi kaku.
“Ah?” ujar Shangguan Ya tertegun.
Su Ronghua menepukkan tangannya, dan berkata ceria, “Luar biasa! Pei-daren, silakan.”
Pei Wenxuan berdiri tak bergerak. Li Rong sendiri yang menarikkan kursi untuknya, dan memanggilnya, “Wenxuan, kemarilah, mari tunjukkan kemampuanmu pada Su-daren.”
Pei Wenxuan tak menanggapi. Menaikkan sebelah alis, Li Rong berkata, “Wenxuan?”
Pei Wenxuan menatap ke arah Li Rong dan disambut dengan sorot mata penuh harap dari Li Rong. Menarik napas dalam-dalam, dia pun menduduki kursinya.
Li Rong meremas bahu Pei Wenxuan dan menangkupkan kedua tangannya pada telinga Pei Wenxuan, berbisik, “Bermainlah dengan baik dan kau akan mendapat hadiah.”
Pei Wenxuan menurunkan tatapannya. Su Ronghua mengangkat satu tangan, berkata, “Pei-daren ingin main apa?”
“Kalau begitu, Pai Gow.” Li Rong yang memutuskan untuknya, tahu permainan apa yang paling mahir dimainkan Pei Wenxuan. Ekspresi Pei Wenxuan tak berubah.
Su Ronghua menatapnya dan memastikan, “Pei-daren?”
“Mematuhi Yang Mulia.”
Su Ronghua mengangguk kecil dan mengambil kartu.
Tui Pai adalah sebuah permainan kartu di antara dua pemain. Setiap kali pemain menentukan taruhan mereka, mereka bisa memilih untuk memperlihatkan satu kartu dan membuangnya ke meja. Kemudian si pemain menunggu kartu berikutnya diperlihatkan lalu memilih. Pilihan lainnya adalah memperlihatkan kedua kartu pada saat bersamaan; jumlah nilai total dari kedua kartu itu tidak boleh melebihi sepuluh, kalau tidak, si pemain akan langsung kalah. Kapan saja, masing-masing pemain bisa mengakhiri permainan, kemudian kedua pemain akan membandingkan nilai mereka. Siapa pun yang memiliki nilai tertinggi di bawah sepuluh akan menang. Jika tak ada seorang pun yang mengakhiri permainannya dan semua kartu sudah ditarik, maka kedua pemain akan memperlihatkan kartu yang ada di tangan mereka dan membandingkannya.
Bukan cuma permainan keberuntungan, Tui Pai utamanya adalah permainan menghitung kartu. Walaupun Pei Wenxuan tak bisa dibilang keranjingan berjudi, dalam hal Tui Pai, dia tak ada bandingannya.
Seorang pelayan membersihkan meja dan menarik kartu untuk kedua pemain. Li Rong berdiri di belakang Pei Wenxuan dan menonton dia menerima kartu-kartunya.
Dengan santai Su Ronghua menyangga dagunya dengan tangan, memancangkan tatapan pada tangannya dan memutuskan antara memilih satu kartu, atau dua.
Pei Wenxuan tidak berminat bercakap-cakap ketika bermain Tui Pai. Di belakangnya, Li Rong menatap tangannya dengan gugup.
Merasakan ketegangan Li Rong, wajah Pei Wenxuan tak berubah namun hatinya merosot.
Setengah batinnya berpikir untuk menyelesaikannya begitu saja dan kalah, tapi dia sadar jelas bahwa dia tak bisa melakukannya.
Perasaannya hanyalah perasaan, dan dia berkewajiban membantu Li Rong. Apa pun yang Li Rong inginkan, merupakan hal yang benar kalau Pei Wenxuan membantunya.
Hanya karena dia merasa tidak nyaman, atau karena dia menyukai Li Rong, bukan berarti dia harus mencegah Li Rong melakukan apa yang ingin gadis itu lakukan.
Dia adalah teman Li Rong dan Li Rong memercayai Pei Wenxuan, dia tak bisa mengkhianati kepercayaan Li Rong begitu saja.
Karena dia menyukai Li Rong, dia akan melakukan yang terbaik untuk membantu Li Rong berhasil.
Dia menggosok kartu-kartu di tangannya dengan sedikit kuat. Li Rong menatap kedua kartu itu dan menyadari kalau jumlahnya sudah delapan poin. Pei Wenxuan bisa memilih untuk mengeluarkan satu kartu dan mengambil yang lain, atau dia bisa memilih mengeluarkan dua kartu. Delapan itu jauh terlalu tinggi, dan Li Rong mendesak Pei Wenxuan yang ragu-ragu. “Keluarkan kartunya.”
Pei Wenxuan tak menanggapi, dan Su Ronghua tertawa. “Kelihatannya kartu di tangan Pei-daren tidak kecil.”
“Kartu di tangan Su-daren juga tidak kecil.”
Pei Wenxuan membelai kartu di tangannya. Melihat kalau Pei Wenxuan masih belum bicara, Li Rong tak berani bicara lagi. Tiba-tiba dia mengerti kecanduan Shangguan Ya atas gairah mendebarkan dalam berjudi. Dia menunggu keputusan Pei Wenxuan dengan napas tertahan.
Sejenak kemudian, seulas senyum menyebar di wajah Pei Wenxuan, dan dia pun menoleh dengan mata jernih ke arah Li Rong, bertanya, “Kau ingin menang?”
Seperti yang diharapkan, Li Rong menjawab, “Tentu saja.”
Pei Wenxuan mendorong kartu-kartunya ke depan, dan langsung berkata, “Dua, perlihatkan kartunya.”
“Pei-daren jelas punya nyali.”
Su Ronghua menaikkan sebelah alisnya. Pei Wenxuan tidak menanggapi, hanya mengangkat cawan tehnya dan menyesap, tenang.
Si pelayan mengembalikan dua kartu lagi dan membalikkannya. Bersama-sama, jumlah masing-masingnya adalah satu poin, dan ditambah dengan kartu-kartu Pei Wenxuan yang sekarang, jumlahnya persis sepuluh poin.
Su Ronghua tertawa dan memperlihatkan kartu di tangannya, yang kebetulan sekali berjumlah sembilan poin.
“Kapan Su-daren meminta bertemu dan di mana?”
Pei Wenxuan bertanya seakan sedang melakukan urusan resmi, dan tanpa pilihan lain, Su Ronghua berkata, “Malam ini, di Paviliun Mingyue.”
“Bagus,” Pei Wenxuan mengangguk kemudian berdiri dan berkata, “Permisi, sekarang karena semuanya sudah ditentukan, saya dan Yang Mulia harus pergi.”
Seraya berkata demikian, Pei Wenxuan menarik Li Rong dan mereka pun pergi.
Li Rong membuat gestur berpamitan pada Shangguan Ya, yang menatap kagum pada Pei Wenxuan. Su Ronghua kemudian berkata, singkat, “Pei-daren, apa Anda mau bermain satu babak lagi?”
Pei Wenxuan tak memerhatikan mereka berdua dan terus menarik Li Rong keluar dari ruangan. Begitu keduanya sudah keluar, Shangguan Ya menghela napas dalam-dalam penuh penyesalan. “Tampan sekali.”
Su Ronghua terbatuk pelan, dan berjalan menghampiri Shangguan Ya, mengipasi dirinya sendiri. “Hari ini, keberuntunganku tidak terlalu bagus, tapi Nona Shangguan masih kalah lumayan banyak padaku. Bagaimana rencana Nona Shangguan untuk membayarnya?”
“Apa kau sudah memikirkan sesuatu?” Shangguan Ya berbalik dengan perasaan gondok.
Su Ronghua menyeringai. “Bagaimana kalau makan denganku?”
“Lupakan saja,” Shangguan Ya mengusirnya. “Aku mau pergi sekarang.”
“Kalau begitu haruskah aku pergi ke Kediaman Shangguan dan meminta makan pada Shangguan-daren?”
Su Ronghua terus bicara sementara Shangguan Ya langsung berbalik cepat dan berkata penuh perasaan, “Menurut Su-daren, di mana tempat makan terbaik?”
****
Li Rong terbahak begitu Pei Wenxuan menariknya dan mereka berdua keluar dari rumah judi.
“Apa yang kau tertawakan?” Pei Wenxuan telah menarik Li Rong keluar, tapi sekarang entah kenapa, dia mendapat sedikit kesan tidak rela melepaskan tangan Li Rong.
Dia mungkin bisa berpura-pura benar-benar tak tahu apa-apa, tapi dalam pelariannya, dia sudah lupa kalau Li Rong masih belum pulih dari suasana tegang dari situasi mereka sebelumnya. Li Rong menunjuk ke arah jantungnya dengan kipas. “Akhirnya aku menyadari kenapa A-Ya sangat suka berjudi. Barusan tadi, ketika kartu-kartunya dibalik, jantungku berdebar kencang dan aku sangat gugup.”
“Yang Mulia juga merasakan kegugupan.”
Perlahan Pei Wenxuan menarik Li Rong maju, dan Li Rong berkata perlahan, “Tentu saja, aku cuma belum pernah memperkirakannya. Mengatakan yang sebenarnya, Pei Wenxuan,” Li Rong tersenyum dan menatap Pei Wenxuan. “Barusan tadi kau itu cukup tampan.”
Pei Wenxuan tersenyum lembut, “Jadi Yang Mulia bahkan punya saat-saat ketika Beliau menganggap saya sedap dipandang.”
“Kan bukan berarti kalau aku tidak berpikir kau tidak tampan pada sebagian besar waktu?”
Ketika Li Rong mengatakan hal ini, perlahan dia mulai menyadari kehangatan yang membalut tangannya dan menyadari bahwa Pei Wenxuan masih menggenggam tangannya. Pria itu jelas-jelas bahkan tidak sadar dengan hal ini.
Li Rong mendapati dirinya sendiri tak mampu berkata-kata. Kalau dia mengingatkan Pei Wenxuan, takutnya dengan sifat kikuk dan mudah malu Pei Wenxuan, dirinya akan harus minta maaf. Tetapi kalau dia tak bilang apa-apa, dia tak tahu harus bagaimana lagi. Detak jantungnya kian cepat, mungkin karena malu.
Li Rong mengangkat tangannya untuk mengipasi hawa panas yang bertambah di wajahnya, dan lanjut bercanda, “Barusan tadi, bagaimana kau tahu kalau dua kartu terakhir adalah satu poin?”
“Saya menghitungnya.”
Ekspresi Pei Wenxuan tampak datar, tapi ketika dia menggenggam tangan Li Rong, setitik kelembutan merayap memasuki hatinya, teramat perlahan. Ketika mereka berdua berjalan menyusuri lorong, Li Rong merasakan jantungnya berdebar ketika mendengarkan suara Pei Wenxuan menjelaskan dengan tenang dalam suara jernih dan merdunya, “Saya mengingat kartu-kartu yang dibuang masing-masing dari kami kemudian memperkirakan jumlah poin yang ada di tangannya. Kemudian, saya menebak kartu-kartu yang tersisa. Tidak terlalu sulit.”
“Kau sungguh amat pintar, aku takkan pernah bisa mengingat semua itu.”
Li Rong tersenyum. “Tak heran kau selalu mendapat peringkat pertama dalam ujian!”
“Yang Mulia mendedikasikan kecerdasannya pada sudut pandang lebih besar dan tidak perlu mengingat hal-hal ini.”
Ketika PeI Wenxuan mengatakan hal ini, mereka sudah tiba di kereta.
Di sana, akhirnya Pei Wenxuan melepaskan tangan Li Rong. Mata tertunduk, Pei Wenxuan membantu Li Rong memasuki kereta sebelum melepaskan tangannya dan tersenyum, “Saya tidak menyadari….”
“Tak masalah,” Li Rong buru-buru menenangkannya. “Aku khawatir kau akan merasa tersinggung, jadi aku tak mengungkitnya. Apa kau akan pergi ke biro?”
“Bagaimana dengan Yang Mulia?” Pei Wenxuan balas menatap Li Rong. “Apa Anda akan pulang?”
“Aku harus mulai mempersiapkan berbagai hal.”
Dengan penuh semangat, Li Rong berkata, “A-Ya sudah begitu repot-repot mengaturkan permainan itu, jadi aku tak bisa mengecewakan dia. Aku harus memilih pakaian dengan seksama, merias diri….”
Li Rong tertawa, sedikit tersipu. “Setidaknya aku harus memiliki semangat seorang gadis muda.”
Pei Wenxuan memancangkan tatapan tak teralihkan pada Li Rong, menyadari bahwa senyum gadis itu mengandung setitik kesukacitaan, setitik rasa malu, setitik pengharapan seorang gadis muda. Dia menceplos, “Haruskah Anda pergi?”
Li Rong memberinya tatapan aneh. Pei Wenxuan gelagapan untuk memberi penjelasan, “Maksud saya adalah,berkas-berkas kasus Qin….”
“Aku sudah memeriksanya.”
“Ditambah lagi, Luo Juan masih punya orang dari ketika dia terlibat dalam perang di Wilayah Huangping itu….”
“Aku sudah menyuruh Xun Chuan mencari.” Li Rong tahu kalau Pei Wenxuan gugup tentang sesuatu dan berusaha menenangkannya. “Tenanglah, semuanya terkendali. Saat ini yang terpenting adalah melacak siapa yang bertugas dalam kasus Qin dan memegang surat dari Yang Lie itu. Kalau saya Su Rongqing mau menyerah, maka semuanya akan terpecahkan, jadi itulah sebabnya kenapa aku berusaha menghubungi dia hari ini. Apa ada hal lain yang kau cemaskan?”
“Tidak ada.”
Pei Wenxuan menatapnya dan Li Rong tertawa. “Jangan cemas, aku akan cepat kembali. Kau juga begitu. Tak diragukan lagi bahwa akan ada banyak sekali orang dari mahkamah yang memerhatikan setiap pergerakanmu, jadi hati-hatilah.”
“Baiklah,” Pei Wenxuan menundukkan matanya dan memberi salam. “Yang Mulia tak usah cemas, Wenxuan akan menjaga dirinya sendiri. Mengharapkan yang terbaik untuk Yang Mulia,” Pei Wenxuan merasa seakan rasa pahit membanjiri mulutnya. “Demi keberhasilan yang mulus dan cepat.”
“Terima kasih. Baiklah, kau pergilah urus urusanmu sendiri, aku akan pergi.”
Li Rong melambai ketika memasuki kereta.
Mengikutinya memasuki kereta adalah Jing Lan dan Jing Mei.
Biasanya, kalau Pei Wenxuan ada di sana, Jing Lan dan Jing Mei akan duduk di belakang. Kini karena pria itu tak ada di sana, Jing Lan dan Jing Mei pindah ke depan untuk melayani Li Rong.
Di antara kedua gadis pelayan itu, yang satu menuangkan teh untuk Li Rong dan menawarkan kue-kue sementara yang lainnya memijat bahu Li Rong.
“Hari ini Fuma kelihatan kurang bersemangat, apakah Yang Mulia dan Fuma bertengkar?” tanya Jing Mei.
Li Rong buru-buru berkata, “Jangan lihat aku, aku memperlakukan dia dengan sangat baik.”
“Selama dua hari belakangan ini, Fuma kelihatan banyak pikiran,” Jing Lan berkata perlahan. “Yang Mulia seharusnya lebih perhatian kepadanya. Antara suami istri, hal terburuk yang mungkin terjadi adalah menyembunyikan rahasia.”
“Kau masih begitu muda,” Li Rong tertawa pada teguran Jing Lan. “Kau bahkan belum menikah, tapi kau bicara seperti nenek-nenek.”
Jing Lan ikut tertawa. Li Rong berkata penuh pemikiran, “Meski begitu, kalian berdua harus membantuku mengawasi dia dengan baik. Aku bukan orang yang hati-hati, dan Fuma adalah jenis orang yang mudah merasa melankolis. Kalau aku pernah menyinggung dia, aku takkan tahu.”
Mendengarkan komentar Li Rong, Jing Lan dan Jing Mei tak bisa menahan tawa mereka. Ketiganya pun membicarakan Pei Wenxuan di sepanjang perjalanan pulang.
Begitu tiba di Wisma Putri, Li Rong memastikan bahwa Xun Chuan sudah pergi dengan satu tim untuk mencari Luo Juan dan para mantan bawahannya dari perang di Wilayah Huangping. Kemudian, dia mengeluarkan daftar orang dari tiap-tiap kementerian, dan setelah mempertimbangkan selama beberapa saat, memilih beberapa orang dan memberi daftar hadiah untuk diantarkan.
Setelah semua ini selesai dikerjakan, dia pun memulai proses mempersiapkan dirinya sendiri, mengasapi dirinya sendiri dengan dupa, berpakaian dan berdandan, serta memilih-milih hiasan rambut.
Keputusan-keputusan ini tampak mudah, namun bagi wanita, semua ini amat sangat menghabiskan waktu. Membandingkan ini dan memilih itu, Li Rong menyesal karena tidak minta bantuan Pei Wenxuan.
Pei Wenxuan memiliki rasa estetika yang luar biasa, dan apa pun yang dia pilih, tentunya akan lebih baik dari apa pun yang dipilih oleh para gadis pelayan. Setelah memilih-milih dalam waktu lama, akhirnya Li Rong memutuskan pada gaun merah yang bersulamkan pohon-pohon peoni emas. Dengan pinggang ramping dan lengan lebar, gaun itu menonjolkan lekuk tubuh seorang wanita.
Begitu Li Rong selesai memulas riasan, langit sudah menjadi gelap dan dia menerima pesan bahwa Shangguan Ya telah tiba di gerbang. Li Rong pun berjalan menuju gerbang dan melihat Shangguan Ya sedang mencondongkan diri lewat jendela kereta, sudah berganti pakaian dengan gaun biru air.
Dengan kipasnya, Li Rong menyodok pelan Shangguan Ya, berkata seraya tersenyum, “Kau jadi semakin sembarangan di depanku.”
“Di depan Anda, saya sudah kehilangan semua muka,” ujar Shangguan Ya, ketika dia terus bersandar ke jendela sambil memandangi orang-orang berlalu-lalang di luar. Dengan nada bicara seperti seseorang yang tak punya alasan untuk hidup, dia berkata, “Tak ada gunanya lagi peduli soal reputasi saya.”
“Kau kenapa sih?”
“Begitu Anda tiba di Paviliun Mingyue,” Shangguan Ya duduk tegak, menghela napas berat. “Sementara Anda makan malam dengan Su Rongqin, saya akan makan dengan Su Ronghua.”
“Kenapa kau setuju untuk makan dengannya?” Li Rong menatap geli pada Shangguan Ya.
Shangguan Ya berkata, frustrasi, “Dia bilang dia akan mengadukan saya yang berjudi pada ayah saya.”
Li Rong pun tertawa habis-habisan, terbahak hingga perutnya sakit.
Sesaat Shangguan Ya duduk dengan rupa nelangsa di sana. Sebelum semangatnya kembali. “Saya lapar sekali, tadi saya cuma makan nasi. Saya tidak takut. Malam ini, acara utamanya adalah Yang Mulia,” ujar Shangguan Ya, menatap ke arah Li Rong. Dia mengamati penampilan Li Rong, sebelum mengerutkan alisnya, “Bukankah pakaian Anda terlalu formal?”
“Eh?” Li Rong mengangkat sebelah tangannya. “Apa kelihatan jelek?”
“Bukannya tidak kelihatan bagus, hanya saja,” Shangguan Ya memikirkannya dengan seksama. “Aura mewahnya berlebihan dan memberi kesan menekan pada orang lain. Bagaimanapun juga, tak masalah,” Shangguan Ya kembali mengamati Li Rong. “Asalkan Anda bisa mengenakannya dengan baik, maka semuanya tampak bagus. Kita perlu menelaah apa rencana untuk malam ini.”
“Eh?” Li Rong terperangah. “Perlu ditelaah?”
“Tentu saja,” Shangguan Ya berkata tegas. “Semuanya perlu direncanakan dan dipersiapkan. Bagaimanapun juga, Anda sudah menikah. Bahkan meski Anda dan saya memahami hubungan sesungguhnya di antara kalian berdua, Su Rongqing tak tahu. Kalau Anda bicara dengan gegabah, hal itu mungkin akan membuatnya kaget. Jadi, malam ini fokuslah pada urusan yang Anda niatkan, kemudian buat dia takhluk pada pesona Anda.”
“Lantas apa yang harus kulakukan?”
“Saat Anda bicara, Anda hanya boleh bicara soal bisnis. Akan tetapi, Anda harus belajar seni menatap.”
Ketika Shangguan Ya mengatakan hal ini, dia duduk tegak sambil memberi isyarat. “Perhatikan saya, hal ini harus dilakukan dengan acuh tak acuh, seperti ketika Anda berbalik atau mendongakkan kepala Anda. Berpalinglah perlahan, seperti ini.”
Shangguan Ya mendemonstrasikan, pertama-tama menundukkan kepalanya, kemudian menaikkan pandangannya. Sendu dan penuh dengan gejolak emosi, mata itu tampak seakan bisa bicara. Dengan lemah lembut dia melontarkan tatapan ke arah Li Rong.
Li Rong melongo, kemudian bertepuk tangan heboh. “Baiklah! Kalau begitu bagaimana jika aku mencobanya dan kau beritahu aku kalau ada kesalahan.”
Li Rong pun mulai mempraktekkan.
Di dalam kereta, kedua nona muda itu mulai berlatih seni menatap.
Pada waktu yang kira-kira bersamaan dengan Li Rong dan Shangguan Ya tiba di Paviliun Mingyue, Pei Wenxuan hampir selesai menyetujui satu dokumen terakhir.
Peringkatnya tak terlalu tinggi, dirinya juga tidak terlalu tua, dan biasanya dia bekerja dengan tekun. Sekarang, bahkan kalau dia ingin mencari-cari pekerjaan, tak ada satu pun yang bisa ditemukan.
Dia duduk diam di biro selama beberapa waktu, sebelum menyimpulkan bahwa Li Rong pasti sudah pergi pada saat ini. Dia pun bangkit dari kursinya dan pergi.
Tong Ye sedang berdiri di luar pintu, dan ketika Pei Wenxuan keluar, dia berkata, “Hari ini Tuan pulang cepat sekali? Kembali ke kediaman?”
“Hm.”
Pei Wenxuan menggumam dan Tong Ye menghela napas. “Tuan Muda sudah lama sekali tidak kembali ke Huajing sehingga semua tuan muda yang dulu biasa menemaninya sudah hilang semua. Tuan Muda bahkan tak punya satu pun teman bicara di siang hari. Kalau saja hal ini diketahui lebih cepat, mungkin Tuan Muda akan tetap tinggal di Kecamatan Lu.”
Pei Wenxuan tidak menanggapi, hanya memasuki kereta.
Dia sudah sejak lama melupakan teman-teman masa mudanya dalam kabut waktu. Pertemanan pada tahun-tahun belakangannya adalah dengan orang-orang seperti Li Chuan dan Qin Lin.
Li Chuan adalah Putra Mahkota dan Qin Lin ditempatkan di perbatasan yang jauh. Di sisinya, hanya ada Li Rong. Selain dari Li Rong, tak ada orang lain.
Pei Wenxuan merasakan kelelahan merayapi dirinya dan mengangkat tangannya untuk menutupi wajahnya. Dengan suara lirih, dia berkata, “Ayo kita pulang.”
Kereta pun perlahan bergerak menyusuri jalan, suara-suara orang panik merembes masuk ketika kereta terus bergerak maju. Kereta itu bahkan belum keluar dari gang, sebelum sebuah suara bersikeras berseru, “Tuan Muda! Tuan Muda Pertama!”
Kereta itu berhenti mendadak, dan Pei Wenxuan menatap tajam. Ketika Tong Ye menggulung naik tirai kereta, suara itu mengulang, “Tuan Muda, Nyonya jatuh sakit. Beliau meminta Anda segera kembali ke kediaman Pei.”
Pei Wenxuan belum sempat bilang apa-apa sebelum dia melihat si pembicara – memang, orang itu adalah pelayan pria ibunya. Air mata pria itu bagaikan tetesan hujan di atas bunga pir ketika dia memohon, “Tuan Muda Pertama, harap Anda segera pulang.”
“Kalau Ibu sakit separah itu, kenapa aku tidak diberitahu lebih cepat?”
Pei Wenxuan menatapnya dengan sorot mata tajam, dan si pelayan pun terisak, “Sampai barusan tadi, penyakitnya cukup ringan, dan nyonya melarang siapa pun memberitahu Anda. Anda belum kembali untuk menemui Beliau sejak sebelum Anda menikah, nyonya mengira Anda pasti kewalahan dalam pekerjaan. Setengah shichen yang lalu, tiba-tiba nyonya jatuh pingsan. Tabib belum dipanggil, dan para anggota keluarga lainnya membuat urusannya jadi lebih parah. Hamba tak punya pilihan lain….”
“Tuan Muda, tak usah bertanya lagi,” Tong Ye berkata cemas. “Ayo kita segera kembali.”
Pei Wenxuan belum bicara sepatah kata pun, hanya mengusap tirai. Setelah membisu sejenak, dia pun mulai tertawa.
“Baiklah.”
Dia memiringkan kepala ke arah Tong Ye dan berkata, “Kau pergilah duluan ke Paviliun Minggyue dan tunggu Putri menyelesaikan urusannya lalu keluar.”
Setelah berkata demikian, dia mendekat untuk berbisik ke dalam telinga Tong Ye, “Bawa beberapa orang.”
Tong Ye mengerjap kebodoh-bodohan, tidak mengerti, dan Pei Wenxuan mengulang dengan suara lirih, “Pergilah sekarang dan tunggu di depan pintu restoran. Jangan buat Putri kaget.”
Pei Wenxuan kembali ke dalam kereta setelah menyelesaikan instruksinya, lalu berseru ke depan, “Menuju Kediaman Pei.”
Kereta pun bergerak perlahan, meninggalkan Tong Ye berdiri terbengong-bengong di belakangnya. Dia mengguncangkan diri supaya sadar dari bengongnya hanya setelah menyadari apa persisnya yang telah Pei Wenxuan beritahukan kepadanya.
Tuan muda keluarga mereka selalu cerdik, dan Pei Wenxuan pasti telah merasakan kalau ada sesuatu yang salah sampai perlu memberi instruksi itu. Tong Ye merasa begitu gugup sampai-sampai rasanya nyaris kehilangan akal sehat, dan dia pun bergegas lari menuju Paviliun Mingyue.
Akan tetapi, sebelum Tong Ye sempat pergi, seorang mata-mata sudah menyelinap pergi untuk melapor.
Li Rong masih berdebat dengan Shangguan Ya di dalam kereta ketika si mata-mata berlari menghampiri dan menghentikan kereta mereka. Li Rong mengangkat tirai kereta, menghardik, “Ada apa?”
“Keluarga Pei sudah memanggil Fuma.”
“Untuk alasan apa?”
Li Rong mengerutkan alisnya ketika si mata-mata menjawab, “Wen-shi sudah sakit parah.”
Li Rong terhenyak, diam. Dia berpaling pada Shangguan Ya dan berkata, “Turun dari kereta.”
“Eh?”
Kekagetan tertulis jelas di wajah Shangguan Ya. Li Rong menjelaskan, “Pei Wenxuan telah bertemu masalah, kau harus pergi ke Paviliun Mingyue dan menjelaskan pada Su Rongqing.”
“Tunggu,” Shangguan Ya berkata gugup. “Dia tidak akan melakukan apa-apa pada Keluarga Pei, kan? Kita sudah sampai di pintu, kenapa kau tidak masuk dulu untuk menyapanya sebelum pergi?”
“Takkan bisa.”
Li Rong meneruskan, berkata, “Aku takkan bisa bersikap tenang, aku buru-buru.”
Dengan kata-kata itu, Li Rong pun langsung mendorong Shangguan Ya keluar dan berbalik untuk memberi instruksi pada si mata-mata, “Pergi cari penengah di Wisma Putri dan langsung pergi menuju Kediaman Pei.”
Si mata-mata menerima perintah dan Li Rong lalu menyuruh agar kereta berbalik dan berangkat menuju Kediaman Pei.
Duduk di dalam kereta, Li Rong memejamkan matanya.
Dia mempertimbangkan sudut pandang Pei Wenxuan dan masalah-masalah apa yang bisa terjadi di Kediaman Pei. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, Li Rong pun tak bisa menahan tawa pahitnya.
Dia sudah membuat keputusan. Ketika dia melihat Pei Wenxuan, hal pertama yang akan dia lakukan adalah menampar pria itu.