Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 84
Li Yuanying amat marah.
Sudah berhari-hari dia bekerja begitu keras demi menghibur kakandanya dengan niat baik. Dia bahkan membuat Adik Shu menyalin dan menulis gulungan yang panjang. Dan semua yang Kakanda Kaisar katakan adalah bahwa tulisannya jelek!
Li Yuanying pergi dengan marah tapi setelah berlari beberapa saat, dia menyadari kalau ada sesuatu yang salah. Tulisan tangan Adik Shu memang selalu lebih unggul daripada tulisannya, kenapa dia harus marah?! Seketika dia pun merasa jauh lebih baik dan pergi untuk mencari Wei Shu demi memberitahu gadis itu tentang semua yang telah terjadi dan bahwa dia sudah menunjukkan gulungan itu kepada Kaisar.
“Kakanda memuji tulisan tanganmu, Beliau bilang tulisanmu lebih baik dari tulisanku! Tapi kakanda itu payah dalam mengekspresikan dirinya sendiri. Kakanda jelas-jelas cuma ingin memujimu tapi Beliau malah berakhir merendahkan aku. Orang jahat.”
Li Yuanying tidak mengungkit pendapat Kaisar tentang gulungan itu dan Wei Shu juga tidak bertanya. Alih-alih, Wei Shu berusaha menghiburnya dengan berkata bahwa gadis itu telah berlatih kaligrafi sejak usia jauh lebih kecil sementara Li Yuanying baru mulai satu atau dua tahun.
“Di samping itu, Anda juga belajar menggambar dan membaca begitu banyak buku. Sudah luar biasa kalau Anda bisa membuat peningkatan sebesar itu.”
Kemarahan seorang anak datang dan pergi dengan cepat. Li Yuanying dibuat senang oleh pujian itu. Dia berpikir kalau adik ini sangat jauh lebih baik dengan kata-kata, tidak seperti kakandanya!
Meski dia gembira karena dipuji, dia tidak senang karena diremehkan. Dia pun memutuskan untuk mengajak Wei Shu meminta saran dari Chu Suiliang pada keesokan harinya. Belajar darinya lewat karya-karya terbarunya merupakan cara terbaik. Jika bukan karena Ouyang Xun berada jauh di Chang’an, Yuanying pasti akan mencarinya. Memang setebal inilah muka bocah ini!
Ketika hari itu Wei Zheng pulang ke rumah, dia pun tahu kalau Kaisar telah mengantarkan hadiah bukan untuknya melainkan untuk cucu perempuannya, Wei Shu. Dia membawa gadis itu untuk menerima hadiah Kaisar dan memeriksa hadiah-hadiah itu. Isinya terdiri dari empat pusaka tertinggi untuk belajar – kuas, tinta, kertas, dan batu tinta. Semuanya berharga mahal.
Wei Ying bertanya penasaran: “Yatou, kenapa Kaisar memberimu hadiah?”
Saudara tidak memendam dendam. Setelah dipermainkan berputar-putar seperti orang bodoh oleh Pangeran Teng, Wei Ying telah menerima fakta bahwa Li Yuanying sering datang untuk menculik adiknya. Sekarang dia sudah belajar untuk pura-pura tak melihat seperti kakeknya.
Wei Shu memegangi kotak kayu pemberian Kaisar dan tidak banyak menjelaskan. Dia hanya berkata bahwa dirinya dan Yuanying telah menyalin sesuatu dan mendedikasikannya kepada Kaisar. Baginda Kaisar memberinya hadiah karena itu.
“Jadi begitu ya.” (Wei Ying)
Ketika Wei Shu pulang setiap harinya, dia akan menceritakan kisah-kisah menarik dengan para anggota keluarganya. Pada mulanya, Wei Ying agak marah karena Li Yuanying akan datang mencari adiknya tiap hari. Tetapi setelah mendengar lebih banyak dari kisah-kisah ini, dia jadi agak iri. Tak heran kakek mengizinkan adik mengikuti Pangeran Teng untuk bermain. Bisakah gadis-gadis dari keluarga biasa melakukan begitu banyak hal seru? Bisakah kata-kata yang mereka tulis diserahkan kepada Kaisar dan kemudian diberi hadiah untuk itu? Ketika kelak adiknya cukup umur untuk menikah, insiden-insiden ini semuanya akan menjadi harta ketika mendiskusikan pernikahan yang menguntungkan!
Wei Shu melihat rasa iri dan kekecewaan di wajah Wei Ying dan tahu kalau pengaruh samar hariannya telah memberi hasil. Dia tak bicara lebih banyak lagi, dan alih-alih membungkus serta menyimpan keempat pusaka yang dianugerahkan sang Kaisar secara hati-hati.
Wei Ying mudah untuk dibodohi tapi Wei Zheng tidak. Persis ketika Wei Shu berlari memasuki ruang belajar untuk menyimpan hadiahnya, Wei Zheng masuk dan mengajaknya bicara.
Begitu dia duduk, kakek menanyakan apa yang diserahkan kepada Kaisar.
Akhir-akhir ini Wei Zheng tak punya kesan baik sedikit pun tentang bocah itu.
Lebih tepatnya, apa pun yang bocah itu lakukan tentunya bukan sesuatu yang baik.
Karena di ruangan itu tinggal mereka berdua, Wei Shu tak menyembunyikan apa-apa tapi memberitahukan keseluruhan ceritanya kepada kakek tentang bagaimana mereka membaca tentang <<Lunheng>> dan catatan-catatan tentang komet.
Serta merta Wei Zheng tahu apa yang direncanakan bocah itu.
“Dia berpikir bahwa karena dia tak bisa pergi ke Gunung Tai, dia ingin menjungkirbalikkan semua teori itu sekaligus, kan?”
“Yang Mulia pangeran berpikir bahwa kalian sedang bekerjasama menindas kakandanya.” Tentu saja, tidak bisa mengunjungi Gunung Tai adalah salah satu alasannya. Wei Shu sudah mendengar sang pangeran menyebutkannya beberapa kali dalam beberapa hari terakhir ini, berkata bahwa kelak sang pangeran pasti akan membawa mereka ke Gunung Tai, tak usah dengarkan omong kosong orang-orang.
Wei Zheng tak berdebat dengan Wei Shu.
Hubungan di antar pasangan kakak beradik keluarga istana ini benar-benar menjadi lebih erat seiring dengan mereka sering bersama. Ini adalah hal baik yang Wei Zheng merasa optimis tentangnya. Dengan Li Yuanying sebagai sosok yang lebih terbuka di antara keluarga istana, mungkin dia bisa menurunkan perselisihan dan meningkatkan kehangatan di dalam keluarga itu.
Akan tetapi, jika di masa mendatang sang Kaisar memberi terlalu banyak kehormatan dan anugerah, Wei Zheng tetap akan mengkritik Beliau. Seperti ketika bagaimana Li Tai disukai oleh Baginda Kaisar dan mereka berkali-kali harus menasihati Beliau supaya tidak melakukannya. Kalau dia tak melakukannya, Baginda akan meneruskannya dan mengatur agar Li Yuanying tinggal di Balai Wude!
Mendengar bahwa semua yang disalin oleh Li Yuanying adalah dua gulungan panjang dan tidak ada lainnya, dia pun menyuruh Wei Shu pergi bermain sendiri.
Sementara Li Yuanying sibuk mengatur rencana latihan kaligrafi, Dai Ting dan Su Dalang bekerjasama untuk mengatur sebuah karavan yang berangkat ke barat.
Yuanying meminta pendapat Dai Ting: “Apa kau ingin pergi dengan kelompok itu lagi?”
Dai Ting mengangguk, mengekspresikan kesediaannya untuk pergi.
Li Yuanying menghargai keinginan Dai Ting dan menyerahkan kepemimpinan atas kelompok yang berangkat dari Luoyang kepada Dai Ting. Mereka akan berangkat secara terpisah dari kelompok karavan Chang’an, keduanya mengambil rute berbeda menuju Kekaisaran Tibet.
“Kudengar bulan lalu terjadi perlawanan sipil di Tuyuhun, dan seorang jenderal bernama Xi Jun Mai memadamkannya. Aku khawatir Honghua akan dibuat ketakutan oleh insiden ini, jadi ketika kau lewat, tolong berikan barang-barang ini kepadanya.”
Karena ada seorang putri dari klannya yang menikah ke Tuyuhun, tentu saja Li Yuanying akan memperlakukan Honghua sebagaimana dia memperlakukan Wencheng.
Sebagai tanggapannya, Dai Ting berangkat dari luoyang menuju Tuyuhun dengan kelompok yang perkasa. Hampir ada seratus orang rahib dan kelompok dengan kepala botak berkilau menarik banyak perhatian. Orang-orang mencari tahu hanya untuk mendapati bahwa rahib-rahib ini ditugaskan untuk menyebarkan agama kepada orang-orang asing. Lalu untuk ‘barang-barang’nya, kesemuanya adalah ‘Teh Seribu Emas’ yang berkualitas bagus!
Balai Seribu Emas telah memberi hasil luar biasa. Ada Tabib Sun yang menjadi baris depannya, menyebabkan banyak orang mencari pengobatan dari tempat ini. Ketika Sun Simiao mengikuti kelompok menuju ke Luoyang, Beliau bukan hanya duduk-duduk bersama para tabib untuk mendiskusikan keahlian-keahlian pengobatan tapi juga berkeliling untuk mencari pasien. Beliau memiliki keahlian pengobatan yang tinggi serta hati yang baik! Bisakah teh yang dijual oleh Balai Seribu Emas menjadi buruk? Dengar-dengar, bahkan sang Kaisar berkata bahwa tubuhnya terasa enak setelah meminumnya!
Segala jenis desas-desus menyebar seperti kobaran api dan teh musim semi yang dibawa oleh Su Dalang terjual habis dengan cepat. Dalang dan Yuanying membagi keuntungan mereka dan dengan gembira pergi ke Chang’an untuk mengatur rumah bagi Su Qiniang dan anak-anak Dalang. Karena sekarang Dai Ting sedang pergi, Yuanying harus memilih pelayan berguna lainnya untuk mengikuti Su Dalang kembali ke Ibu Kota demi menangani apa yang telah dia janjikan.
Ketika ketiga kakak beradik Su duduk dan membicarakan urusan ini, tangis Su Qiniang pun pecah karena tak ingin meninggalkan Wisma Wancui gara-gara dia takut kalau Su Erniang akan ditinggal sendiri.
“Wanita tua ini dikelilingi oleh orang-orang yang melayaninya dan ada banyak gadis lain yang tersisa di Wisma. Bagaimana bisa dia kesepian! Yang lebih penting lagi, kau, anakku, sebentar lagi akan cukup umur. Pada saat itu akan ada banyak orang yang punya niat buruk terhadapmu. Walaupun kau terlahir sebagai orang malang, tetapi kau punya kecantikan dan kebijaksanaan. Kau jelas tidak cocok berada di sini. Kalau kau ingin aku bahagia, kau harus pergi dengan patuh. Kehidupanmu yang baik di masa depan adalah hadiah terbaik bagiku.” (Su Erniang)
Su Erniang tidak menganggap dirinya sendiri sebagai orang baik. Sebenarnya, dia berpikir bahwa dirinya hanya pernah melakukan dua perbuatan baik dalam hidupnya, yang satu adalah membantu Su Dalang dan yang lain adalah mengadopsi Su Qiniang. Tidak yakin apakah ini murni hanya keberuntungan tetapi keduanya adalah jenis orang yang akan membalas budi pada orang lain untuk setiap tetes kebaikan yang diberikan.
Dengan kakak angkat sehebat itu untuk diandalkan, Su Erniang takkan pernah membiarkan ‘adik’ kecil yang dia besarkan dengan tangannya sendiri menjadi mainan bagi pria-pria kaya. Karena dirinya tidak terlalu mahir dalam berkata-kata, Erniang hanya memberi Qiniang satu kotak harta dan memperingatkan gadis itu agar jangan pernah kembali lagi. Jalanilah hidup yang baik dan temukan seseorang yang lurus dan berpengetahuan. Seorang suami baik yang mencintai dirinya. Semua yang dia inginkan adalah mendengar tentang kabar baik ini di masa mendatang.
Su Qiniang menangis seraya menenggak arak perpisahannya. Kemudian dia mengikuti Su Dalang dengan kotak harta di kedua tangannya.
Li Yuanying tak tahu tentang drama perpisahan ini. Dirinya sedang sibuk dengan kelompok kepala-kepala lobak dan merecoki Chu Suiliang selama berhari-hari. Akhirnya dia merampas semua karya bagus Chu Suiliang dan dengan gembira membawa kelompok kepala lobak kecil itu pulang untuk berlatih kaligrafi!
Bagaimanapun juga, dia mungkin sudah banyak membaca tapi dirinya belum banyak berlatih dalam menulis. Kalau saat ujian tulisan mereka jelek, bukankah mereka akan diremehkan oleh Kong Yingda si kolot itu?
Latihan! Harus latihan! Harus latihan dengan baik!