I Can Talk to Cats - Chapter 39
“Mereka berkelahi! Mereka berkelahi!”
Begitu Lin Youyu pulang dengan membawa gembok yang baru dibelinya, dia mendengar pekik mengolok dari si kakatua.
Di ruang keluarga, kedua kucing yang sedang bekelahi menyebabkan kekacauan dan kekisruhan di antara kelompok yang biasanya damai itu.
Di atas bantalan berpemanas, kedua kucing itu bergelut dalam perkelahian. Kucing-kucing lainnya tampak waspada dan melompat keluar dari jalan ke atas sofa dan berbagai sudut di dalam ruangan. Dengan semua kucing mengeong dan bertemperasan dari perkelahian, keributan di dalam ruangan pun bertambah.
Lalu mengenai si kakatua pengacau itu, dia telah terbang menuju dapur yang berada cukup dekat dari situ, bertengger di sandaran kursi.
“Mereka berkelahi! Mereka berkelahi!” si kakatua mengepakkan sayapnya dengan penuh semangat dan menguak.
Lin Lan baru saja akan mengeluarkan makanan untuk makan malam dari dapur. Untung saja, dia telah menyaksikan kejadiannya dari awal hingga akhir. Kalau tidak, dia mungkin akan salah menuduh kedua kucing yang berkelahi.
Lin Youyu berdiri di pintu masuk apartemen, syok, ketika dia menyaksikan putrinya dengan tenang meletakkan dua piring makanan. Dengan gesit, Lin Lan lalu berbalik dan menangkap si kakatua berisik itu.
“Mereka berkelahi… ahhh!”
Gerakan Lin Lan dalam memegangi si kakatua sangat terlatih. Dia memegangi sayap burung itu dengan satu tangan dan memakai tangan lainnya untuk menjejalkan leher si burung ke dalam sayapnya. Dalam posisi ini, Lin Lan tampak seperti menguarkan aura membunuh dan mampu menggorok leher si burung kapan saja.
“Kalian semua diamlah dan jangan berkelahi!” Setelah meringkus si kakatua yang telah menyebabkan kekacauan ini, Lin Lan menghadapi kedua ekor kucing yang masih bergelut lalu berseru, “Milky, Jintan, kalau kalian berdua tak mau berpisah sekarang juga, malam ini kalian akan kelaparan!”
Beratnya ancaman Lin Lan mampu membereskan situasi apa pun. Si kucing British Shorthair dan Siam yang baru saja bertarung dengan sengitnya langsung memisahkan diri. Lin Lan menghembuskan napas yang ditahannya ketika tampak jelas kalau tak satu pun dari kucing-kucing itu yang terluka.
Akan tetapi, kedua kucing itu masih merasa disalahi dan mengeong padanya. Keduanya berusaha memberitahu Lin Lan bahwa kucing lainnyalah yang memulai perkelahian terlebih dahulu.
“Yang menggigit ekor kalian bukan pihak lainnya, melainkan si berandal ini.” Lin Lan mengangkat tangannya untuk menunjukkan si kakatua kepada mereka. Kaki burung itu menggelantung lemas ketika Lin Lan mengayunkannya beberapa kali dari sisi ke sisi. Setelah membereskan kesalahpahamannya, Lin Lan pun membiarkan para kucing berkeliaran di atas pemanas sementara dia pergi untuk membereskan si burung sialan itu. Tiba-tiba, dia menyadari keberadaan ayahnya: “Yah, sejak kapan Ayah pulang? Tunggu sebentar, biar aku membereskan ini dulu sebelum makan malam.”
Lin Lan pergi menuju ke kamarnya bersama si kakatua yang sudah menyerah dalam melawan.
Setelah Lin Lan menutup pintu, Lin Youyu dan para kucing menolehkan kepala mereka ke arah kamar.
Burung itu memang cari mati.
Ayah Lin mendesah dan menggelengkan kepalanya. Sudah lewat beberapa tahun sejak Lin Lan memberi pelajaran pada burung itu. Xiao Kui mungkin jadi bertingkah setelah sedemikian lamanya dimanjakan oleh Keluarga Yu.
Keluarga Yu telah merasa penasaran tentang mengapa Xiao Kui akan selalu memuji Lin Lan. Yah, jawabannya adalah ini.
Si kakatua sudah bertingkah seperti ayam yang menuju penjagalan, jadi tak mungkin Lin Youyu akan memberitahu Keluarga Yu bagaimana putrinya mendisiplinkan peliharaan mereka.
Beberapa menit telah berlalu, dan pintu kamar Lin Lan terayun membuka. Si kakatua bertengger sedih di pundak Lin Lan dengan sayap dilipat; kini dia tampak malu-malu dan patuh.
Dengan cepat Ayah Lin maju untuk mengamati penampilan si kakatua. Di bagian luar, tak ada sehelai bulu pun yang hilang ataupun tidak pada tempatnya, dan burung itu juga sama sekali tidak kelihatan seperti telah dipukuli. Satu-satunya perbedaan adalah sikap sedihnya.
“Apa yang terjadi pada Xiao Kui?” Setelah mendengar ribut-ribut di luar, Wang Xiuzhi akhirnya bisa membebaskan tangannya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Nenek Lin, yang telah duduk di ruang keluarga untuk menonton sepanjang waktu, tertawa dan berkata, “Lihat apa yang Lanlan pegang.”
Serta merta, Ayah dan Ibu Lin sama-sama menatap tangan putri mereka dan tawa mereka pun meledak.
Ternyata adalah sekantong kenari panggang.
Bersama si kakatua, Lin Lan berjalan menuju ruang keluarga. Dia berhenti di depan meja kopi di mana buah-buahan diletakkan di dalam mangkuk untuk dekorasi. Setelah mengosongkan mangkuk itu, dia menuangkan kenari ke dalamnya lalu meletakkan si kakatua ke atas meja. Lin Lan lalu menggeser mangkuk itu ke depan si kakatua lalu berkata, “Xiao Kui, kau seharusnya tahu harus bagaimana.”
Mahkota kuning berdiri di atas kepala si kakatua, dan dia memekik dengan suara pilu dan penuh kekesalan: “Tak berperasaan! Kejam!”
“Berhenti buang-buang waktu! Mereka yang melakukan kesalahan harus menghadapi hukuman yang sepantasnya!” Dengan nada dingin Lin Lan mengabaikan permohonan burung itu dan meneruskan, “Lakukan hal yang sama seperti pada kali terakhir – kupas cangkang kenari semangkuk penuh ini untukku. Percaya atau tidak, kalau kau coba-coba makan satu saja, aku akan menukarmu dan memberikan burung yang lebih cantik kepada ibumu!”
Seraya bicara, Lin Lan menggebrak meja. Di dekat situ, masing-masing kucing dengan penuh perhatian menatap si kakatua dengan mata membelalak lebar. Si kakatua, yang tak pernah berpikir tentang kehilangan rumahnya, kini dibuat ketakutan oleh ancaman Lin Lan.
Semua kucing ingat pada apa yang sebelumnya telah Lin Lan katakan kepada mereka; si kakatualah yang harus disalahkan atas perkelahian tadi.
“Nona cantik! Nona cantik!” Si kakatua yang ketakutan mulai melantunkan puja-puji untuk Lin Lan, berharap bisa merayunya.
Akan tetapi, upayanya dihadapkan dengan kata-kata dingin: “Kupas!”
Sebagian besar burung kakatua makan buah-buahan dan kacang-kacangan, termasuk kakatua yang ini. Dia bukan hanya ahli dalam mengupas biji-bijian, dia juga sangat lihai dalam membuka kacang-kacangan bercangkang keras dengan memakai paruhnya yang kuat. Dengan ancaman baik dari Lin Lan maupun para kucing, Xiao Kui yang mengenaskan hanya bisa memulai pekerjaan yang disodorkan ke hadapannya.
Dengan gesit Xiaokui merenggangkan kakinya dan mencomot salah satu kenari dari piring. Dia mengangkat kenari itu ke paruhnya dan menggigit. Nyaris separuh cangkangnya terjatuh, menampakkan daging dari kenari itu. Xiao Kui kembali mematuk cangkang, dan sisanya pun terlepas.
“Saat kau sudah selesai mengupas, masukkan ke sini.” Lin Lan mendorong kantong yang sebelumnya berisi kenari ke arah Xiao Kui.
Aroma wangi dari kenari di cakarnya menggoda Xiao Kui, namun di bawah tatapan tajam dari Lin Lan dan para kucing, dia hanya bisa mengikuti aturannya.
Di ruang tamu di dekat situ, Ayah dan Ibu Lin meledak tertawa karena melihat si kakatua yang ketakutan dikepung oleh Lin Lan dan para kucing.
Xiao Kui patut menerima hukuman ini. Sebelumnya, si kakatua telah beberapa kali mendobrak keluar dari dalam sangkarnya, dan bahkan menyebabkan masalah dengan para kucing. Kini, setelah menyinggung baik manusia maupun kucing, siapa yang akan menghadapi hukumannya selain dia?
Ini bukan kali pertama Xiao Kui menghadapi hukuman ini. Dulu, setiap kali si kakatua menyebabkan masalah, Lin Lan akan selalu memaksa dia mengupas kenari. Pada akhirnya, Xiao Kui pun mengerti bahwa posisinya di dalam Keluarga Yu terabaikan ketika dia berada di Keluarga Lin. Jadi, sejak saat itu, Xiao Kui pun mengambil inisiatif untuk menghujani Lin Lan dengan puja-puji.
Mungkin perilakunya saat ini adalah karena dirinya telah jadi sangat patuh dan memiliki hubungan baik dengan Lin Lan selama beberapa tahun terakhir. Kini, setelah Keluarga Lin menerima segerombolan kucing, si kakatua pun kembali pada gaya-gaya pembuat onarnya yang dahulu.
Meski Xiaokui sedang dihukum, Lin Lan tak bisa membiarkan dia sendiri begitu saja bersama dengan semua kucing itu. Setelah menonton si kakatua mengupas semua kenarinya, Lin Lan mengambil piringnya dan membiarkan si kakatua kembali ke atas bahunya. Kemudian, dia pun kembali ke ruang makan.
“Kembali ke sangkarmu.” Dengan lembut Lin Lan mendorong si kakatua masuk sebelum mengunci selotnya dengan gembok yang baru dibeli oleh ayahnya. Xiao Kui kini sedang menekur dengan mata memelasnya tertunduk. Burung itu bertengger di dalam sangkar dan tidak bersuara.
Setelah Lin Lan pergi, si kakatua memutar cakar-cakarnya sehingga dirinya menghadap ke ruang makan. Dia menjulurkan lehernya ke arah meja makan dan melihat seseorang meraih kenari yang tadi baru saja dikupasnya. Melihat bahwa mereka benar-benar menyantapnya, Xiao Kui mengeluarkan pekikan pilu dan menggerakkan cakar-cakarnya kembali ke area sangkar yang terjauh dari meja makan. Kepalanya melunglai, mengekspresikan bahwa dia tak mau melihat kekejaman ini dilakukan.
Keluarga Lin telah dengan sengaja memprovokasi si kakatua, dan setelah melihat reaksinya, mereka pun meledak tertawa.
“Apa lain kali kau masih akan bertingkah? Kalau kau melakukannya, kau akan berakhir seperti ini lagi.” Sengaja memprovokasi si kakatua, dengan songongnya Ayah Lin mencomot sebutir kenari lagi dari dalam mangkuk. Dalam hati pria itu berpikir: ‘Lin Lan sangat mengagumkan. Sekarang Xiao Kui bersikap patuh seperti dirinya yang normal.
Setelah mereka selesai makan malam, Lin Lan pergi untuk memberi makan kepada para kucing sementara Ayah Lin mengambil seprai berwarna gelap dan menutupi sangkar burungnya dengan seprai itu.
Kedua kucing yang telah diganggu, Milky dan Jintan, diberi makanan kucing yang harum dan tambahan beberapa cemilan kucing ukuran kecil. Dengan cepat, mereka melupakan tentang gangguan dari yang sebelumnya, terutama karena sangkar si kakatua menyebalkan itu tertutup seprai. Tak butuh waktu lama sebelum mereka mulai bermain pura-pura berkelahi lagi.
Mereka benar-benar sama cerdasnya dengan anak berumur dua atau tiga tahun. Mereka sudah melupakan semua tentang perkelahian yang dari sebelumnya!
Lin Lan tertawa – dirinya telah mencemaskan dendam laten di antara kedua kucing itu, namun tampaknya hal itu takkan terjadi.
Akan tetapi, Ayah Lin masih agak cemas.
Sebelumnya, Keluarga Lin cuma punya seekor kucing, Snowflake. Sebagai kucing rumahan, Snowflake lebih kalem dan tak terganggu oleh Xiao Kui, jadi tak pernah terjadi masalah apa-apa. Kini, ada sekelompok besar kucing liar yang kemungkinan besar pernah memangsa burung sebelum diterima oleh Lin Lan. Ayah Lin masih sangat was-was tentang keseluruhan situasinya.
“Wang Xiuzhi, bagaimana kalau kita pindahkan sangkar burung itu ke dalam kamar kita? Bagaimanapun juga, dengan semua kucing yang ada di sini ini, aku tak merasa aman bila meninggalkan Xiao Kui sendirian bersama mereka.” Di siang hari, menyampirkan selembar seprai di atas sangkar sudah cukup untuk mencegah si kakatua membuat masalah, namun begitu malam tiba, si kakatua bego itu mungkin akan mencari masalah sendiri. Dengan menaruhnya di ruangan yang berbeda, maka akan jadi lebih aman.
“Asalkan dia tak berisik, aku tak peduli.” Wang Xiuzhi mengerti niat suaminya dan setuju.
“Tak usah mencemaskan tentang hal itu. Sangkarnya akan ditutupi, jadi seharusnya dia takkan mengacau.”
Dengan demikian, pasangan suami istri itu pun telah menemukan langkah-langkah tindakan baru mereka mengenai si kakatua. Lin Lan juga tak menentang rencana mereka. Meski tadi si kakatua sudah berpasrah pada hukuman darinya dan kecil kemungkinan dia akan membuat masalah lagi, Lin Lan tak mau bertaruh atas hasilnya.
Lin Lan hanya bisa bicara pada para kucing, bukannya mengendalikan semua yang mereka lakukan. Apa yang akan terjadi bila salah satu kucing tak mampu menahan insting alamiah mereka? Xiao Kui hanya akan hidup sampai umur tujuh tahun!
Seraya mendengarkan percakapan mereka, Nenek Lin memegangi cangkir tehnya dan menatap keluar ke arah balkon. “Hari ini, Keluarga Yu pergi ke kampung halaman mereka. Para penyewa lain seharusnya juga akan segera pergi.”
Setelah Nenek Lin mengeluarkan komentar ini, anggota Keluarga Lin lainnya pun jadi diingatkan.
Ini adalah sesuatu yang terjadi setiap tahun. Setelah Keluarga Yu pergi, banyak penyewa lain mengemasi barang-barang mereka dan melakukan perjalanan mudik. Setiap harinya, penyewa yang berbeda-beda di gedung apartemen ini pergi untuk mudik.
Qian Xuan adalah orang pertama yang pergi setelah Keluarga Yu. Sesudah tiga hari berlalu dan perjalanan dinasnya berakhir, dia langsung pergi ke cafe kucing untuk menjemput peliharaannya.
“Niuniu!” Si pembersih kotoran mengeluarkan si kucing dari kandangnya dan menimang bobot hewan itu dengan tangannya. Bagus, berat badannya tak berkurang.
Kemudian, Qian Xuan mengamati barang-barang yang ada di dalam kandang kucingnya: makanan kucing yang ada di dalam kandang adalah jenis yang dibelinya; suhu air di dalam mangkuk suam-suam kuku; dan ranjang kucingnya adalah ranjang kucing yang telah secara khusus dia beli untuk Niuniu. Melihat semua sesuai dengan keinginannya, wajah Qian Xuan pun berbinar.
“Terima kasih, Lin Lan, karena telah merawat Niuniu-ku.” Qian Xuan benar-benar puas dengan perawatan terhadap kucingnya selama tiga hari terakhir ini. Begitu dia mendekat, Niuniu berusaha menggesekkan diri kepadanya dan terus mengeong pada Qian Xuan.
“Kau terlalu sungkan, aku hanya melakukan tugasku.” Lin Lan mengulurkan tangan dan membelai si British Shorthair sebelum berkata, “Selama tiga hari terakhir kau pergi, kucing ini sangat terpengaruh dan jarang keluar kandang untuk bermain. Begitu kalian pulang, pastikan untuk merawat dia.”
Seraya mendengarkan Lin Lan, senyum Qian Xuan semakin melebar. “Dia benar-benar kucing yang rapuh dan pemilih.” Qian Xuan membelai kucing kesayangannya dan berkata lagi, “Liburanku dimulai besok, jadi aku akan harus memanjakan dia begitu aku kembali ke kampung halamanku.”
“Wah, tahun ini liburanmu dimulai cukup awal. Yah, kuharap kau dan Niuniu selamat di perjalanan!”
“Makasih! Aku pasti akan membawakanmu oleh-oleh khas setempat!”
Qian Xuan memeluk kucingnya dan pergi dengan gembira, meninggalkan Lin Lan, yang diingatkan tentang sesuatu karena percakapan mereka.
Dia menolehkan kepalanya untuk menatap Song Xinmin dan Wang Jiayi, yang mana keduanya pindah kemari belum terlalu lama. Lin Lan bertanya, “Kalian berdua… apa tahun ini benar-benar tidak akan pulang ke rumah?”
Tang Xiaoya sudah memberitahu Lin Lan kalau dirinya akan pulang ke rumah selambat-lambatnya pada akhir pekan ini, tetapi mengenai kedua penghuni cafe kucing yang ini, Lin Lan tak yakin pada rencana mereka.
“Aku nggak pulang!” Si nona kaya menjawab dengan sikap pongah dan merengut, seakan diingatkan pada sesuatu. Huh! Mereka semua berpikir kalau dirinya tidak cukup mandiri, jadi tahun ini, dia takkan pulang untuk menunjukkan pada mereka betapa mandiri dia sesungguhnya!
Setelah melihat ekspresi Wang Jiayi, Lin Lan memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh lagi.
Song Xinmin jauh lebih tenang ketika dia menjawab, “Aku pasti takkan pulang. Aku sudah membicarakan rencanaku pada keluargaku, dan mereka mendukungku. Setiap tahun aku tak mengunjungi keluargaku, aku memastikan untuk melakukan video call kepada mereka. Bahkan bila secara fisik aku tak ada di rumah, mereka masih tahu bagaimana kabarku.” Seraya bicara, dia tersenyum.
Song Xinmin jauh lebih beruntung daripada banyak teman sebayanya karena dukungan keluarganya atas impiannya.
Pulang ke rumah saat liburan membuat beberapa orang gembira dan beberapa lainnya tidak.
Qian Xuan pergi pada keesokan harinya, dan sesama penghuni lantai empatnya, Xu Xiangfei, juga pergi bersama anjingnya. Bila dibandingkan dengan kesukacitaan orang lain yang pulang ke rumah, dia tampak enggan.
Kebetulan bertemu dengan Xu Xiangfei, Lin Lan merasa penasaran dan bertanya kepadanya, “Sungguh langka kau dapat kesempatan untuk pulang dan bertemu keluargamu. Apa kau tidak menanti-nantikannya?”
Xu Xiangfei, yang selalu bertingkah konyol, kini tampak lesu ketika dia memaksakan senyum dan berkata, “Bayangkan harus berurusan dengan seluruh kerabatmu yang mendesakmu untuk menikah. Apa kau akan sesemangat itu untuk pulang?”
————-
Versi Inggris bisa dibaca di: citruslimetea.wordpress.com/2021/08/12/i-can-talk-to-cats-c39/