Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思 - Chapter 50
- Home
- Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思
- Chapter 50 - Rambut Menaut Tanpa Ragu
Saat Xiaoyao membawa Jing pergi menemui Wang Mu, mereka melihat seekor burung putih bertengger di atas cabang persik di luar. Xiaoyao berkata pada Jing, “Ini Lie Yang.”
Jing membungkuk penuh hormat pada Lie Yang yang mengamati Jing sebelum berkata, “Wang Mu sudah bangun. Masuklah ke dalam!”
Jing dan Xiaoyao memasuki kediaman dan melihat Wang Mu berbaring di atas dipan dengan Ah Bi dan Shui Hong di sisinya. Jing berjalan maju untuk membungkuk, “Jing memberi hormat kepada Wang Mu.”
Wang Mu menatapnya dingin sambil meminum araknya, bersikap acuh tak acuh.
Jing berlutut, “Ibunda Xiaoyao memercayakan Xiaoyao kepada Yang Mulia sebelum Beliau berangkat berperang. Yang Mulia telah membesarkan Xiaoyao selama tujuh puluh tahun, dan setelahnya terus menjaga dia. Memang patut bila Xiaoyao memenuhi permintaan Anda tetapi Xiaoyao adalah istri saya dan saya tak bisa membiarkan dia mengambil alih Gunung Kumala.”
Wang Mu mendengus dingin, “Kau kira menjadi Wang Mu adalah sebuah pekerjaan yang bisa kau ambil satu hari dan kau buang pada hari berikutnya?”
Xiaoyao duduk di sisi Wang Mu dan meraih tangan Beliau, “Ibu asuhku yang baik, bisakah Anda berhenti menyiksa dia untuk bersenang-senang?”
Wang Mu mendesah dan menyalak pada Jing, “Bangun! Saat seorang gadis tumbuh dewasa dia pergi tanpa menoleh, bagaimanapun juga tak ada yang bisa menahannya!”
Terima kasih, Yang Mulia!” Jing menundukkan kepalanya tiga kali sebelum bangkit.
Shui Hong bertanya, “Kalau Xiaoyao takkan mengambil alih Gunung Kumala, siapa yang akan menjadi Wang Mu berikutnya?”
Wang Mu melirik Ah Bi yang berkata, “Saya sudah mengirim burung pembawa pesan untuk memberitahu Bai Zhi, upacaranya bisa ditunda selama beberapa hari tanpa ada masalah.”
“Bai Zhi?” Shui Hong berpikir dan mendesah, “Dia memang sangat sesuai.”
Wang Mu berkata, “Karena kau tak keberatan, maka jadilah demikian! Kirimkann pemberitahuan pada dunia pada saat upacara kepenerusan bahwa Bai Zhi akan menjadi Wang Mu berikutnya, penguasa Gunung Kumala.”
“Baik!” Shui Hong membungkuk sebelum pergi.
Wang Mu bertanya pada Xiaoyao dan Jing, “Apa rencana kalian berikutnya?”
Jing menatap Xiaoyao yang balas tersenyum, “Yang Mulia berkata bahwa di mana hati seseorang merasa tenang, maka itulah yang disebut rumah. Dunia begitu luas, kami akan menemukan sebuah tempat untuk kami menjauh dari semua ini.”
Wang Mu mengangguk, “Kalau hati terasa damai maka di mana pun bisa menjadi rumah. Kalian berkemaslah dan kemudian pergilah!”
Xiaoyao angkat bicara, “Aku tak mau pergi! Aku mau….”
“Aku tahu, kau ingin melihatku mangkat.”
“Yang Mulia, aku….”
Wang Mu mengangkat tangannya, “Kalian semua ingin bersama denganku saat aku mati, tapi aku tak mau kalian melihatku mati.”
Xiaoyao dan Ah Bi tak bisa menahan kesedihan mereka saat Xiaoyao berkata, “Aku ingin tinggal beberapa hari lagi.”
“Terserah maumu! Aku lelah dan kalian semua….” Wang Mu sudah akan menyuruh mereka pergi saat Ah Bi terbatuk pelan untuk mengingatkan Beliau, jadi Wang Mu tiba-tiba mengganti topik, “Kalian tahu kalau ada seekor serangga gu di tubuh Xiaoyao?”
Ekspresi Xiaoyao meredup, jadi Jing menjawab, “Kami tahu.”
Wang Mu berkata, “Saat Xiaoyao tak sadarkan diri, aku menemukan serangga gu di dalam tubuhnya dan menghancurkan mantranya. Kalian tak punya masalah dengan hal itu, kan?”
Jing kegirangan dan jadi sedikit terbata-bata, “Maksud Anda, yang Mulia sudah menyingkirkan serangga gu dari tubuh Xiaoyao?”
Wang Mu menatap dingin, “Apa kau meragukanku?”
Jing buru-buru berkata, “Tidak! Tidak! Saya hanya terlalu gembira, itu saja!” Wang Mu acuh tak acuh dan tak banyak bicara, tetapi apa pun yang Beliau katakan selalu merupakan kebenaran, jadi kalau Beliau bilang telah menghancurkan mantra gu-nya, maka jelas kalau sekarang mantra itu sudah hancur.
Hati Xiaoyao terasa campur aduk – saat Xiang Liu berusaha membunuh Zhuanxu dan malah membunuh Fenglong, dia sudah membayar semua hutangnya kepada Xiang Liu dengan memberikan darahnya. Dia telah memutuskan semua ikatan dengan pria itu pada saat itu, tetapi kini saat mendengar bahwa keping terakhir hubungan di antara mereka sudah dihancurkan saat dirinya bahkan tak menyadarinya, dia tak bisa mengungkapkan apa arti dari perasaan kehilangan ini. Xiaoyao mencela dirinya sendiri, ‘Dia selalu memandangmu hanya sebagai sebuah bidak catur, untuk apa merasa kehilangan? Apa kau sedih dengan kekejamannya yang dingin?’
Wang Mu memejamkan matanya dengan lelah dan melambaikan tangannya, jadi Jing dan Xiaoyao berpamitan dan Ah Bi juga ikut keluar.
Di dalam hutan bunga persik, Ah Bi bertanya, “Segalanya terjadi dengan begitu cepat untuk menanyakan apa yang telah terjadi, tapi siapa yang menyelamatkanmu, Jing, dan kenapa butuh begitu lama sebelum kau kembali?”
Jing menjelaskan tentang pasangan duyung di laut Timur dan benak Ah Bi pun berputar setelah mendengarnya. Iblis Berkepala Sembilan adalah kekuatan terbesar di lautan, sepenuhnya mampu memerintah para manusia duyung untuk melakukan kehendaknya. Dan menemukan para manusia duyung yang tak bisa berkomunikasi dalam bahasa manusia, dan yang tinggal di lautan luas, Xiang Liu kejam sekaligus cerdas dalam menyelamatkan Jing tanpa bahkan meninggalkan jalan untuk diketahui.
Xiaoyao bertanya, “Ah Bi, ada apa? Kenapa ekspresimu begitu aneh?”
Ah Bi buru-buru menutupi, “Tidak ada apa-apa!”
Dua hari kemudian, Bai Zhi tiba di Gunung Kumala dan upacara kepenerusan berlangsung tanpa ada hambatan. Pengumuman dikeluarkan ke seluruh dunia bahwa seorang Wang Mu yang baru telah mengambil alih Gunung Kumala.
Pagi berikutnya Xiaoyao pergi untuk mengunjungi Wang Mu namun Shui Hong menahannya di luar.
“Ah Mei sudah pergi.”
Butuh waktu sesaat bagi Xiaoyao untuk menyadari bahwa Ah Mei adalah nama duniawi sang Wang Mu.
Shui Hong berkata, “Jangan sedih, dia pergi dengan tenang dalam tidurnya dengan seulas senyum di wajahnya. Kupikir dia melihat orang-orang yang ingin ditemuinya dalam mimpinya.”
Shui Hong berkata pada JIng, “Kamu sudah tinggal selama tiga hari di Gunung Kumala, silakan pergi sebelum matahari terbenam hari ini.”
Jing menarik pergi Xiaoyao yang terhuyung ketika gadis itu bertanya-tanya apakah melepaskan semua kekhawatiran adalah hal yang membuat Wang Mu bisa pergi dengan sedemikian cepatnya.
Tanpa adanya Wang Mu, Xiaoyao dan Jing tak punya alasan untuk tetap tinggal di Gunung Kumala, jadi mereka pun membuat rencana untuk berangkat.
Lie Yang dan Ah Bi datang untuk mengantar mereka pergi dan Xiaoyao bertanya pada mereka, “Apa rencana kalian?”
Lie Yang dan Ah Bi saling bersitatap sebelum Ah Bi berkata, “Kami sudah terbiasa tinggal di Gunung Kumala dan berencana untuk tetap tinggal. Bagaimana dengan kalian berdua?”
Xiaoyao melirik Jing, “Kami belum mendiskusikannya, tapi kemungkinan besar akan pergi ke Qing Qiu terlebih dulu untuk mengurus berbagai hal.”
Ah Bi berkata, “Tolong beritahu aku saat tanggal pernikahannya sudah ditetapkan.”
Jing menjawab, “Tentu saja!”
Xiaoyao berkata, “Kalau begitu… kami berangkat sekarang.”
Ah Bi berkata pada Jing, “Tolong jaga Xiaoyao baik-baik.”
Jing membungkuk rendah seakan kepada seorang tetua, “Aku akan menjaga Xiaoyao baik-baik.”
Lie Yang tak peduli jadi dia menerima bungkukan itu, namun Ah Bi menghindarinya, penghalang kaum siluman begitu ketat dan Rubah Berekor Sembilan adalah raja dari Suku Rubah. Saat Ah Bi berada di sekitar Jing, dia telah memakai kekuatannya yang tinggi untuk menekan insting menakhuk pada Jing.
Xiaoyao dan Jing tiba di Qing Qiu pada larut malam. Xiaoyao bertanya, “Ingin istirahat sebelum pergi ke kediaman Tushan?”
“Pergi sekarang agar tidak mengagetkan banyak orang.”
Ketika Xiaoyao dan Jing muncul di hadapan Hu Zhen dan Jing Ye, keduanya begitu terkejut hingga mereka tak bisa bicara. Jing tersenyum, “Apa? Tidak senang melihatku?”
Jing Ye roboh ke tanah dengan bercucuran air mata. “Tuan! Tuan….” Hu Zhen menenangkan dirinya sendiri dan membungkuk, “Ketua Klan, silakan duduk!”
Jing tertawa, “Panggil namaku saja, aku bukan lagi ketua klan!”
Xiaoyao membantu Jing Ye berdiri, “Ada apa dengan air mata ini? Tidakkah kau senang Jing sudah kembali?”
Jing terbatuk pelan saat dia teringat seseorang meratap dan terisak selama berjam-jam beberapa hari yang lalu dan melontarkan lirikan ke arah Xiaoyao.
Jing bertanya pada Hu Zhen, “Bagaimana kabar Zhen ‘Er?”
“Bagus, sangat bagus!” Hu Zhen mengulang kembali semua yang terjadi untuk menjadikan Tushan Zhen sebagai ketua klan yang baru dan mengakhiri dengan, “Ketua Klan yang baru mungkin memang adalah putra dari Tushan Hou dan Fangfeng Yiyang, tapi dia dibesarkan olehmu ssehingga memiliki pembawaanmu. Aku yakin dia akan menjadi ketua klan yang hebat.”
Jing Ye menambahkan, “Kami memutuskan untuk memberitahu dia kenyataannya karena semua rumor yang beredar dan dia pasti akan mendengarnya. Kami memberikan kepadanya surat dari Fangfeng Yiyang sejak awal dan setelah mengetahui rahasia kelahirannya, dia begitu berduka selama beberapa waktu. Namun dia berhasil menenangkan dirinya sendiri dan menerima bahwa orangtua kandungnyalah yang bersalah dan masih memanggilmu ayah serta menganggap Hou sebagai pamannya.”
Jing berujar, “Kematian mengakhiri segalanya, jadi saat kalian punya waktu, katakan kepadanya kisah-kisah tentang kakakku saat kami masih kecil dan betapa dekatnya kami berdua. Biarkan dia mengerti bahwa kakakku memiliki alasannya sendiri dalam melakukan apa yang dia lakukan, dan neneknyalah yang bersalah pada mulanya.”
Jing Ye sangat membenci Hou namun sekarang karena Jing sudah kembali, dia pun bisa mulai melepaskan. “Saya akan melakukannya.”
Hu Zhen melihat apa yang ada di balik penekanan dari permintaan itu. “Kenapa Anda tidak memberitahu dia? Apa Anda berencana untuk meninggalkan Qing Qiu?”
Jing tersenyum, “Malam ini aku datang untuk berpamitan.”
Jing Ye mulai menangis lagi sementara Hu Zhen bertanya, “Anda mau ke mana?”
Jing melirik Xiaoyao, “Aku pergi ke mana pun Xiaoyao pergi.”
Hu Zhen menahan diri dalam mengatakan lebih banyak lagi. Sekarang Klan Tushan sudah stabil dan jalan yang ditempuh oleh Jing dan Xiaoyao begitu panjang dan penuh cobaan.
Jing menyerahkan dua wadah kumala pada Hu Zhen, “Yang satu untuk Zhen Er dan satunya lagi untuk para tetua klan.”
Hu Zhen menerimanya dengan hati-hati. “Jangan khawatir, kami akan melindungi dan melayani Ketua Klan hingga dia dewasa sepenuhnya.”
Jing menggenggam tangan Xiaoyao saat mereka berdiri berdampingan.
Jing Ye menangis, “Tuan, Anda… Anda….”
Jing tertawa, “Kamu sudah menikah sekarang, kenapa masih begitu cepat menangis? Hu Zhen, kemari urus istrimu!”
Jing berbalik untuk pergi namun Jing Ye berseru, “Tuan harap tunggu!” Jing Ye tahu kalau dirinya takkan pernah melihat Jing lagi setelah malam ini. “Tuan, pelayan Anda ini takkan bisa melayani Anda lagi, harap terimalah tiga bungkukan dari saya.”
Jing Ye berlutut dan menangis saat dia menempelkan kepalanya tiga kali ke tanah. Rasa terima kasih karena diterima saat dirinya masih kecil, bertahun-tahun pendidikan dan pengertian… tanpa Jing dia takkan menjadi orang seperti dirinya yang sekarang.
Setelah menerima tiga bungkukan dari Jing Ye, Jing tersenyum pada Hu Zhen dengan sebuah anggukan dan melangkah keluar dari ruangan dengan menggandeng Xiaoyao.
Jing He mengejar seraya menangis, “Tuan…. Tuan….” Semua yang dilihatnya adalah rembulan benderang di langit yang gelap dan seekor bangau putih terbang pergi dengan dua sosok di punggungnya. Bangau itu terbang lebih tinggi dan semakin jauh hingga lenyap dalam hembusan angin.
Pada hari kedua sekitar tengah hari, Xiaoyao dan Jing tiba di Kastel Xuanyuan.
Bai Di tidak berada di Gunung Xuan Yuan jadi Xiaoyao langsung pergi ke toko pandai besi di kastel untuk mencari Beliau. Jing mengentikannya, “Ayo kita cari penginapan untuk membersihkan diri lebih dahulu dan beristirahat semalam, besok baru pergi memberi hormat kepada Bai Di.”
Xiaoyao bertanya, “Kenapa?”
Jing meragu sebelum berkata dengan suara lebih rendah, “Lebih baik merapikan diri sebelum pergi menemui ayah mertuaku.”
Xiaoyao menahan tawanya dan mengangguk, “Ide yang bagus, terburu-buru sepanjang waktu ini, tuan mudaku tak diragukan lagi tak kelihatan dalam penampilan terbaiknya.”
Jing meraih tangan Xiaoyao dan bergegas memasuki penginapan.
Setelah keduanya beristirahat, pada pagi berikutnya mereka memasang penampilan terbaik dan pergi menuju toko pandai besi di ujung sebuah gang kecil.
Sepagi ini di jalanan-jalan besar sudah begitu ramai, namun sunyi dan sepi saat menuju ke dalam gang. Jing mengetuk pintu dan suara Miao Pu berseru, “Siapa itu? Menginginkan jasa sepagi ini, kembalilah nanti!”
Xiaoyao menyuruh Jing diam dan terus mengetuk pintu keras-keras. Dia mengira Miao Pu akan menghambur keluar dengan marah, namun sebuah sosok malah turun dari atap, melayang ke arah Xiaoyao dan Jing serta mengagetkan mereka. Jing menarik Xiaoyao ke dalam pelukannya dan bersiap menahan serangan, namun Xiaoyao menghentikannya. “Zuo ‘Er! Berhenti!”
Sosok itu berhenti dan Jing menarik kembali kekuatannya. Sebelum Xiaoyao bisa memperkenalkan keduanya, Miao Pu datang menghambur keluar seraya terisak ketika dia meraih Xiaoyao yang harus menenangkan dirinya. “Nah, nah, jangan menangis….”
Setelah beberapa saat, Miao Pu berhenti menangis dan mendongak serta menyadari keberadaan Jing. Dia berseru keras dengan ketakutan dan berlari ke arah Zuo ‘Er sambil menarik Xiaoyao bersamanya. Xiaoyao didorong ke belakang Zuo ‘Er bersama dengan Miao Pu yang bertanya kepada Jing, “Siapa… siapa kamu?”
Jing tersenyum, “Menurutmu aku siapa?”
“Tuan Jing? Tuan masih hidup?”
Xiaoyao mengetuk kepala Miao Pu, “Bagaimana kau bisa menjadi seorang pelindung rahasia, begitu penakut seperti ini!”
Xiaoyao berjalan kembali ke arah Jing dan menggenggam tangan pria itu sebelum berkata pada Zuo ‘Er, “Ini adalah Jing.”
Zuo ‘Er sudah mengamati Jing dari kepala hingga ujung kaki. “Kamu tidak mati. Bagus.” Dia lalu berbalik dan berjalan ke dalam tanpa ada niat untuk berbasa-basi.
Xiaoyao memasang muka jelek pada Jing, “Kau tak perlu melakukan perkenalan untuk menebak siapa itu.”
Mereka berjalan ke dalam dan melihat Bai Di sedang duduk di kursinya. Beliau tak mengangkat sebelah alis saat melihat Jing, apalagi sampai ketakutan.
Jing dan Xiaoyao berjalan menghampiri Beliau dan berlutut untuk menyembah tiga kali. Jing berkata, “Saya pulang terlambat dan membuat Yang Mulia cemas.”
Bai Di menganggukkan kepalanya. “Tak usah mencemaskan soal aku, semuanya tergantung pada Xiaoyao.”
Jing menjawab dengan gugup, “Saya mengerti.”
Bai Di berkata, “Selama kau mengerti, kau bisa pelan-pelan menebusnya untuk dia.”
Jing mengiyakan gugup, “Saya akan melakukannya!”
“Kalian berdua bangkitlah sekarang!”
Xiaoyao melihat Bai Di terus mengabaikan dirinya dan terkikik, “Ayahanda, keahlian apa yang Anda ajarkan pada Zuo ‘Er?”
Bai Di berkata dingin, “Kau memanfaatkanku padaku hingga tak bisa meninggalkan Gunung Xuan Yuan dan berusaha membodohiku. Jelaskan sekarang kenapa kau mengirim mereka berdua kepadaku, dan memohonku untuk menjaga mereka agar tetap di sisiku selama sepuluh tahun. Kenapa Zhuanxu tiba-tiba pergi ke Lembah Yang? Dan kenapa Zhuanxu bilang kau sedang tidak sehat? Dalam waktu satu bulan, Zhuanxu pergi ke Gunung Kumala dua kali, ada apa dengan perilaku tak biasa itu?”
Xiaoyao membuka mulutnya namun tak bisa mengatakan apa-apa. Dia tak mau ayahandanya tahu apa yang telah Zhuanxu lakukan, hal itu adalah antara dirinya dan Zhuanxu dan bahkan kepada ayahandanya yang paling dekat dengannya, dia tak mau Beliau mengetahuinya.
Jing mengerti dan maju unutk membantu, “Xiaoyao, kau pergilah mengobrol dengan Zuo ‘Er dan Miao Pu, biarkan aku bicara secara pribadi dengan Yang Mulia.”
“Baiklah!” Xiaoyao berlari pergi bersama Zuo ‘Er dan Miao Pu seakan sebuah beban telah terangkat, pergi menuju dapur untuk mengobrol dengan Miao Pu saat Miao Pu menyiapkan sarapan.
—-
Ketika sarapannya sudah siap, pembicaraan pun berakhir dan Bai Di tak lagi mengabaikan Xiaoyao. Xiaoyao menarik-narik lengan baju Jing dan berbisik, “Apa yang kau bicarakan dengan Ayahandaku?”
Jing tersenyum dan tak mengatakan apa-apa sembari mencidukkan semangkuk sup untuk Xiaoyao.
Xiaoyao menahan diri hingga setelah sarapan ketika Bai Di pergi untuk menemui pelanggan. Xiaoyao buru-buru menanyai Jing, “Apa kau mengatakan kebenarannya pada Ayahandaku?”
“Tentu saja tidak! Kau tak mau orang-orang tahu jadi aku takkan mengatakannya.”
Xiaoyao menghela napas lega. “Itu bagus.” Tetapi kemudian dia penasaran, “Kalau kau tak memberitahunya, lantas kenapa Beliau tak menekanku lagi tentang apa yang telah terjadi?”
“Aku memberitahu yang Mulia bahwa semua hal yang telah terjadi adalah masa lalu. Karena saat ini kau dan aku sama-sama aman dan sentosa, maka tak perlu mengorek-korek masa lalu untuk mencari tahu segalanya. Yang penting adalah berusaha mendapatkan masa depan yang damai dan bahagia.”
“Itu saja dan Ayahandaku berhenti menggali kebenarannya?”
Jing berkata, “Yang Mulia sekarang hanya seorang pandai besi, tetapi di masa lalu Beliau telah memerintah sebuah negara dan ada banyak hal yang pasti sudah diketahuinya. Beliau menekanmu tadi itu bukan karena Beliau benar-benar ingin mendapatkan kebenarannya, tetapi karena Beliau begitu terluka karena ada begitu banyak hal yang terjadi dan kau tak pernah berpikir untuk meminta bantuan dari Beliau.”
“Bukankah aku sudah memercayakan Miao Pu dan Zuo ‘Er kepadanya?”
Jing menatap Xiaoyao dan tak mengatakan apa-apa.
Xiaoyao menundukkan kepalanya dengan malu-malu. “Aku tahu kalau Ayahanda, Lie Yang, dan Ah Bi semuanya begitu baik kepadaku, tapi ini adalah antara aku dan Zhuanxu dan aku tak mau siapa pun terlibat!”
Jing menunduk untuk mencium lembut dahi Xiaoyao. “Kami tak menyalahkanmu, kami hanya merasa begitu sedih melihatmu seperti ini.”
Xiaoyao memeluk pinggang Jing. “Aku tahu.”
Keduanya berpelukan dalam diam selama beberapa saat sebelum Xiaoyao bertanya, “Kalau kau bisa membuat Ayahanda berhenti marah kepadaku hanya dengan satu kalimat, apa lagi yang kalian bicarakan hingga begitu lama?”
Jing tersenyum. “Kukira kau takkan bertanya. Menurutmu apa yang akan membuat kami dua orang lelaki ini bicara begitu lama?”
“Aku?”
“Gadis pintar!”
Xiaoyao mengerutkan alisnya, “Aku punya perasaan buruk tentang ini. Mengaku dan katakan padaku apa yang kalian bicarakan?”
“Kami membicarakan tentang kapan aku bisa mulai memanggil Yang Mulia dengan sebutan Ayahanda.”
Wajah Xiaoyao berubah jadi semerah bit namun dia terus mempertahankan wajah datar dan bertanya, “Jadi apakah kalian sudah mendapatkan kesimpulan?”
Jing membelai pipi Xiaoyao dan juga berkata dengan wajah datar, “Warna ini tentu saja memang cantik namun kalau hanya ini tidak cukup untuk menjadi riasan pengantin.”
Xiaoyao tak tahan lagi dan meledak tertawa, memegangi wajahnya dengan satu tangan dan memukul Jing dengan tangan lainnya. “Katakan padaku! Kalau kau tak bilang aku akan pergi, toh siapa yang peduli untuk mendengarnya!”
Jing menangkap tangan Xiaoyao, “Aku tak punya orangtua, tak punya kekuasaan ataupun kekayaan; selain tubuhku ini aku tak punya apa-apa lagi. Kau hanya punya beberapa orang sanak keluarga yang tersisa sekarang, jadi setelah bicara dengan ayahandamu kami pun mengatur hari pernikahan untuk empat hari kemudian. Saat itu adalah waktu yang baik dan upacara kecil akan berlangsung di Puncak Cao Yun. Apa kau suka itu?”
Mata Xiaoyao bersinar dengan air mata saat dia mengangguk, “Ya!”
Empat hari kemudian, di puncak Xuan Yuan.
Bunga-bunga liar dan rerumputan yang tumbuh terlalu tinggi menyelimuti sisi gunung di mana enam makam berjajar rapi.
Xiaoyao berjalan perlahan menelusuri jalan melengkung di sisi pegunungan, berdiri di tengah bunga-bunga liar berwarna cemerlang untuk menatap makam-makam di kejauhan sebelum mengerahkan keberanian untuk lanjut berjalan ke sana.
Xiaoyao berlutut di depan makan Leizu, “Nenenda, aku kemari untuk menemui Nenenda.”
Dia membersihkan makam sambil berkata, “Nenenda, aku akan menikah. Aku ingin membawa dia kemari tetapi Ayahanda bilang aku tak bisa menemui dia sebelum upacara, jadi aku akan membawa dia besok untuk menemui Anda.”
Xiaoyao terdiam saat dia mencabuti rumput-rumput liar dan perlahan air matanya mulai berjatuhan. Semenjak dirinya kecil, setiap perjalanan menuju makam adalah bersama dengan Zhuanxu. Dengan seseorang di sisinya untuk membantu berbagi dalam duka, bahkan kesedihan pun sepertinya jadi tak terlalu berat. Ini adalah perjalanan pertamanya kemari sendirian dan ada begitu banyak kenangan dari masa lalu yang datang membanjir….
Saat nenendanya sekarat, ibunda dan bibi pertamanya duduk di sisi ranjang siang dan malam. Bibi Ju Li menyuruhnya tidur pada dipan yang sama dengan Zhuanxu, jadi dia bisa mengawasi mereka dengan lebih mudah. Xiaoyao mendapatkan pemahaman samar tentang kematian tetapi dia tak pernah mengalaminya sendiri sebelumnya, jadi dia tak memiliki perasaan apa pun tentang hal itu.
Tetapi Zhuanxu telah menyaksikan ibunya bunuh diri tepat di depan matanya, dan dibesarkan di sisi nenendanya sejak dirinya dilahirkan, jadi kesedihan Zhuanxu jauh lebih besar daripada Xiaoyao. Zhuanxu takut kalau nenendanya akan wafat saat dirinya tidur, jadi dia tak bisa tidur dengan nyenyak. Terkadang saat dia terbangun, Xiaoyao akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh ibundanya kepada dirinya dan menenangkan Zhuanxu untuk kembali tidur. Xiaoyao akan memeluknya dan perlahan menepuk-nepuk punggungnya, mendendangkan lagu pengantar tidur untuknya bahkan saat mata gadis itu terpejam karena dirinya begitu kelelahan.
Malam itu Zhuanxu terbangun lagi dan berpakaian sebelum membangunkan Xiaoyao. “Nenenda sudah hampir meninggal.” Zhuanxu lalu mengambilkan jubah Xiaoyao untuk dikenakannya.
Xiaoyao begitu mengantuk hingga dia bergelung ke dalam selimut. “Itu hanya mimpi buruk, aku akan bernyanyi untukmu.”
Zhuanxu berkata, “Xiaoyao, menurutlah! Berhenti tidur dan berpakaianlah untuk pergi menemui Nenenda untuk yang terakhir kalinya sehingga Beliau tidak merasa cemas. Kelak….” Zhuanxu mulai menangis.
Xiaoyao berusaha untuk bangun dan berpakaian. “Jangan menangis, jangan menangis, aku sudah bangun sekarang.” Xiaoyao menghapus air mata dari wajah Zhuanxu, “Lihat dirimu, begitu cengeng, aku tak pernah menangis!”
Zhuanxu dengan canggung memalingkan kepalanya dan Xiaoyao buru-buru menambahkan, “Hanya kamu tahu, aku tahu, langit tahu, dan bumi yang tahu; aku takkan pernah memberitahu orang lain!”
Tepat saat Xiaoyao berpakaian, Bibi Ju Li bergegas memasuki kamar dengan niat untuk membangunkan anak-anak itu dan terperanjat saat melihat mereka sedang berdiri bergandengan tangan di depan pintu. Dia tak terlalu banyak memikirkan hal itu dan meraih keduanya. “Kita harus menemui Yang Mulia Permaisuri. Ingat, apa pun yang Beliau katakan kepada kalian berdua, dengarkan dengan seksama dan ingatlah selalu.”
Saat mereka memasuki kamar, ibunda Xiaoyao dan bibi pertamanya masing-masing menarik satu anak dan menempatkan mereka di sisi nenenda mereka.
Nenenda meraih tangan kedua anak itu dan menyatukan mereka. “Kalian berdua adalah anak-anak yang begitu baik, tetapi juga anak-anak yang memiliki takdir yang tragis. Tak peduli bagaimana pun dunia memperlakukan kalian, kalian selamanya akan menjadi orang terdekat dan terkasih antara satu sama lain. Tak peduli apa pun yang terjadi, kalian takkan pernah meninggalkan atau mengabaikan satu sama lain. Kalian harus saling menjaga, selama ada satu orang untuk diandalkan, maka tak peduli betapa pun beratnya jalan di depan, kalian bisa mengatasinya.”
Setelah bicara, nenenda mereka mulai terbatuk hebat dan tangannya mengencang di sekeliling tangan Zhuanxu dan Xiaoyao. Xiaoyao mengira kalau kematian hanyalah pergi tidur dan tak pernah terbangun lagi, yang mana berarti nenendanya takkan bisa membacakan cerita untuknya ataupun membantunya saat Zhuanxu jahat kepadanya…. Air mata Xiaoyao berjatuhan dan dia menggumam, “Nenenda, aku tak mau Nenenda mati, aku tak mau Nenenda mati….”
Tak ada air mata pada Zhuanxu dan seperti seorang dewasa dia berkata, “Aku akan ingat apa yang Nenenda katakan.”
Nenendanya menatap Xiaoyao untuk menunggu tanggapannya, namun Xiaoyao bahkan tidak benar-benar mengerti apa yang nenendanya katakan dan terus menangis, “Aku tak mau Nenenda mati, aku tak mau Nenenda mati….”
Nenendanya ingin mengulangi lagi perkataannya namun Beliau tak bisa bicara dengan semua batuk-batuk itu. Zhuanxu dengan gugup menjewer telinga Xiaoyao yang rasanya sangat menyakitkan hingga dia berhenti menangis. Zhuanxu menatap Xiayao dan mengulang tiap kata dengan seksama, “Nenenda bilang kita berdua adalah anak-anak yang baik, tetapi juga anak-anak yang memiliki takdir yang tragis. Tak peduli bagaimanapun dunia memperlakukan kita, kita selamanya akan menjadi orang terdekat dan terkasih antara satu sama lain. Tak peduli apa pun yang terjadi, kita takkan pernah meninggalkan atau mengabaikan satu sama lain. Kita harus selalu saling menjaga satu sama lain. Apa kamu ingat semua ini?”
Xiaoyao menahan air matanya dan menganggukkan kepalanya.
Zhuanxu berkata, “Ulangi lagi pada Nenenda.”
Xiaoyao mengulang kata-kata Zhuanxu kepada nenendanya yang terus menggenggam tangan mereka erat-erat seakan Beliau memiliki jutaan hal lebih banyak untuk dikatakan kepada mereka, namun pada akhirnya Beliau berkata di antara suara batuknya langsung kepada Zhuanxu, “Zhuanxu, kelak jangan biarkan siapa pun bersikap jahat kepada Xiaoyao, kau harus melindungi dia.”
Zhuanxu bersumpah sungguh-sungguh, “Aku akan ingat dan melindungi adikku!”
Xiaoyao mendengus. Zhuanxu bahkan tak bisa mengalahkan dirinya dalam perkelahian, dirinyalah yang akan menjaga Zhuanxu dan memastikan kalau tak ada seorang pun yang menjahatinya!
Nenenda mengisyaratkan pada Bibi Ju Li untuk membawa anak-anak itu keluar dan membiarkan Beliau bicara dengan ibunda Xiaoyao dan bibi pertama mereka.
Xiaoyao dan Zhuanxu berdiri di luar selama beberapa saat hingga mereka mendengar bibi pertama mereka terisak. Zhuanxu menggenggam tangan Xiaoyao dan berlari kembali ke dalam dan mereka melihat nenenda mereka dengan mata terpejam dalam kedamaian.
Zhuanxu berlutut diam tanpa ada air mata saat dia menggigit bibirnya kuat-kuat.
Xiaoyao memanggil-manggil nenendanya tetapi tak mendapatkan respon dan mulai meraung….
Sebuah tangan terulur untuk bergabung dengan Xiaoyao membersihkan rerumputan liar dan dia pun mendongakkan kepala untuk melihat Zhuanxu lewat kabut air matanya.
Zhuanxu tenang dan terkendali dengan bibir terkatup, persis seperti ketika dia masih kanak-kanak. Xiaoyao merasakan seluruh kesedihan menggelegak dan dia pun meledakkan isakannya.
Zhuanxu terus menundukkan kepalanya dan lanjut membersihkan rerumputan liar hingga selesai. Dia lantas berjalan menghampiri Xiaoyao dan menjewer telinga gadis itu. “Baiklah, berhenti menangis! Kalau kau terus menangis maka Nenenda akan mengira kalau aku memaksa menikahkanmu!”
Xiaoyao meraih telinganya yang sakit dan menatap tertegun pada Zhuanxu.
Zhuanxu memalingkan kepalanya dan berjalan menuju makam Paman Pertama mereka dan lalu membungkuk tiga kali. Dia juga membungkuk tiga kali ke makam Bibi Ju Li di samping makam Paman Pertama. Kemudian dia membersihan rerumputan liar dan XIaoyao menyeka air matanya lalu berjalan menghampiri. Setelah membungkuk tiga kali dia pun mulai menyeka makam.
Masing-masing dari mereka melakukan tugas-tugas mereka dalam diam meski Xiaoyao mencuri-curi pandang pada Zhuanxu tetapi Zhuanxu tak pernah sekali pun melirik ke arahnya.
Setelah menyelesaikan makam Paman Pertama dan Bibi Pertama mereka, mereka pun melanjutkan ke makam Paman Kedua mereka. Xiaoyao mengikuti dan mereka pun melakukan hal yang sama di sana.
Setelah Xiaoyao selesai, dia duduk bersila sambil memandangi Zhuanxu mencabuti rumput liar dengan kepala tertunduk.
Xiaoyao menggigit bibirnya sebelum bertanya, “Malam itu, bagaimana kau tahu kalau Nenenda sudah akan meninggal?”
Zhuanxu menjawab, “Aku tak bisa menjelaskannya. Aku hanya tiba-tiba terbangun dan merasa gelisah serta takut. Kali pertama aku merasa begitu, keesokan paginya aku mendengar ibundamu berkata bahwa ayahku tewas dalam pertempuran. Kali kedua itu adalah tepat sebelum ibuku bunuh diri.”
“Begitu ya.”
Setelah menyelesaikan makam Paman Kedua mereka, Zhuanxu berjalan menghampiri makam bersama kedua orangtuanya dan berlutut.
Xiaoyao pergi ke anak sungai untuk mengambil seember air dan saat dia kembali Zhuanxu masih berlutut dalam diam.
Xiaoyao berlutut dan membungkuk tiga kali. “Paman Keempat, Bibi Keempat, aku ada di sini bersama dengan Zhuanxu untuk menemui kalian.” Dia mengambil sebuah handuk untuk membersihkan makam namun Zhuanxu berkata, “Aku akan melakukannya.”
Xiaoyao menyerahkan handuk kepadanya dan duduk untuk menontonnya membersihkan. Dia mendengar bahwa ketika Bibi Keempat bunuh diri, darahnya tertumpah di seluruh makan, jadi area ini tak ditumbuhi oleh rumput liar dan alih-alih diselimuti oleh bunga-bunga merah cerah.
Setelah Zhuanxu selesai menyeka, dia pun berlutut dan membungkuk tiga kali. “Ibu, aku tak membencimu lagi. Ibu bilang suatu hari nanti aku akan bertemu dengan seorang gadis yang kepadanya aku ingin memberikan bunga ruo mu, dan kemudian aku akan memahami kenapa Ibu melakukannya. Aku sudah bertemu dengannya, Bu, dan Ibu mengatakan kepadaku bahwa saat aku bertemu dengannya aku harus membawa dia kemari sehingga Ibu dan Ayah bisa melihatnya. Aku sudah membawa dia kemari, Bu, dan aku tahu kalau Ibu dan Ayah akan sangat menyukainya.”
Zhuanxu menoleh pada Xiaoyao, “Kemarilah!”
Xiaoyao berdiri membeku. “Apa maumu?”
Zhuanxu membuka tangannya dan di telapak tangannya terdapat sekuntum bunga merah cerah dengan batang panjang dan kelopak terlipat, indah dengan cemerlangnya seakan baru saja dipetik. Ini adalah pohon Ruo Mu mistis milik Klan Ruo Mu dan bunga yang tumbuh di atasnya. Semenjak awal masa, bunga ini hanya dikenakan oleh ketua klan atau istri dari ketua klan. Xiaoyao teringat bahwa Bibi Keempatnya selalu mengenakan bunga ini di tusuk rambutnya. Dan pada hari dia melakukan bunuh diri, Bibi Keempat menyerahkan bunga itu kepada Zhuanxu.
Zhuanxu berkata, “Xiaoyao, kemarilah agar Ayah dan Ibu bisa melihatmu dengan jelas.”
Xiaoyao tak bergerak dan alih-alih malah beringsut mundur. Zhuanxu berkata tenang, “Kalau kau ingin pernikahannya dibatalkan maka silakan pergi saja.”
Xiaoyao dengan marah mengepalkan tinjunya namun bergerak ke sisi Zhuanxu sambil memelototinya.
Zhuanxu memandanginya dan meletakkan bunga Ruo Mu di rambut gadis itu dan tersenyum, “Benar-benar indah! Ibu, bagaimana menurut Ibu?”
Xiaoyao sudah akan mengatakan sesuatu saat Zhuanxu meletakkan tangannya di atas kepala gadis itu. “Membungkuk!”
Karena ini adalah kepada Paman Keempat dan Bibi Keempat, maka Xiaoyao tidak melawan. Dia berlutut di sisi Zhuanxu dan kedua masing-masing membungkuk tiga kali. Setelah bungkukan ketiga Xiaoyao tiba-tiba merasa aneh, rasanya seakan dirinya dan Zhuanxu adalah pasangan yang menikah dan membungkuk tiga kali kepada orangtua pada saat upacara pernikahan.
Xiaoyao bertanya, “Zhuanxu, apa maumu?”
Zhuanxu tak mengatakan apa-apa dan bangkit, berjalan menuju makan ibunda Xiaoyao dan mulai membersihkannya.
—-
Xiaoyao ingin melepaskan bunga Ruo Mu-nya dan membuangnya, tetapi ini adalah benda berharga milik Bibi Keempatnya…. Xiaoyao tak berani dan juga tak sampai hati untuk melakukannya. Dia bergegas menghampiri Zhuanxu dan mungkin karena ini adalah makam ibundanya, dia pun mengerahkan keberaniannya dan berseru, “Zhuanxu, aku tahu kalau kau tidak mendadak tuli! Apa maumu? Hari ini katakan kepadaku di hadapan ibundaku, orangtuamu, nenek, dan paman-paman kita!”
Zhuanxu berkata tenang, “Setelah aku membersihkan makam Bibi.”
Seluruh udara mengempis dari Xiaoyao dan dia pun duduk dengan patuh dan menatap Zhuanxu.
Setelah Zhuanxu mencabuti semua rumput liar dan membersihkan makam, dia menggali sebuah lubang dan mengubur sebuah pisau di dalamnya.
Xiaoyao tak tahan untuk bertanya, “Apa yang kau kubur?”
“Ini adalah pisau militer ayahmu. Benda ini bernama Pisau Chi You dan banyak orang yang membenci ayahmu menghabiskan waktu untuk berusaha mendapatkannya. Aku menyuruh orang mencarinya dan membawakannya kepadaku untuk sekarang dikubur bersama dengan zirah perang Bibi. Nanti saat kau datang untuk berdoa pada makam, hal ini akhirnya akan terasa seperti penyelesaian.”
Xiaoyao begitu tersentuh dan tak bisa mengatakan apa-apa.
Zhuanxu merapikan makamnya dan kemudian mengisyaratkan pada Xiaoyao untuk mendekat.
Xiaoyao berlutut di depan makam seperti halnya Zhuanxu yang berkata, “Bibi, Paman, hari ini Xiaoyao akan menikahi Tushan Jing. Kalian tak perlu khawatir, dia tidak buruk dan akan menjaga Xiaoyao dengan baik.”
Xiaoyao menoleh dengan syok untuk menganga pada Zhuanxu yang menatap dirinya, “Apa kau tidak akan membungkuk pada ibunda dan ayahmu?”
Xiaoyao dan Zhuanxu berlutut berdampingan dan membungkuk tiga kali kepada ayah dan ibundanya.
Xiaoyao berdiri dan sudah akan bergegas pulang dan ganti baju. Dia menyentuh bunga Ruo Mu di kepalanya untuk melepaskannya.
Zhuanxu berkata, “Bunga ini sekarang adalah milikmu dan simpanlah dengan baik. Bunga ini bukan hanya sebuah bunga mistis yang kuat, tetapi juga merupakan tanda pengenal dari Klan Ruo Mu. Tak peduli kapan atau di mana pun, bunga ini bisa memerintah seluruh kekuatan militer milik klan.”
Hati Xiaoyao melunak. “Kakak, kau… kau… apa kau datang untuk menghadiri pernikahan dan memberiku restumu… atau… atau, kau tahu kalau Bibi Keempat ingin kau memberikan bunga ini kepada istrimu….”
Zhuanxu bertanya, “Apa kau mau menikahi Tushan Jing dengan sukses hari ini?”
Xiaoyao berpaling untuk menyapukan pandangannya pada semua makam. “Aku mau!”
“Maka berjanjilah satu hal padaku dan sejak hari ini hingga seterusnya aku hanyalah Kakakmu.”
Xiaoyao berkata, “Aku setuju!” Tetapi dia lalu bertanya, “Katakan lebih dulu padaku.”
Zhuanxu berkata, “Kenakan bunga ini setiap hari seumur hidupmu.”
Semudah ini? Xiaoyao menyentuh bunga itu dan membatin. “Baiklah, aku janji!”
Zhuanxu berkata, “Dalam waktu singkat selama pernikahan kau juga tak boleh melepaskannya!”
Xiaoyao mengernyitkan alisnya, “Jangan jadi begitu sulit!”
“Aku adalah penguasa dari seluruh dunia, dan aku ini sudah melakukan langkah mundur yang paling besar!” Wajah Zhuanxu tampak tak tergerak dan suaranya tegas.
Xiaoyao menjejakkan kakinya. “Baik, baik! Aku akan mengenakannya dan aku akan menganggapnya seperti kalau Bibi Keempat hadir untukku!”
Zhuanxu tersenyum, “Apa pun yang kau inginkan, kau hanya harus selalu mengenakannya!”
Xiaoyao melirik ke arah matahari, “Waktu yang baik sudah hampir tiba dan aku harus bergegas!” Dia berlari pergi tetapi kemudian berlari kembali hingga dia berdiri di depan Zhuanxu dengan terengah. “Sejak saat ini kau tetaplah Kakakku, dan itulah sosok Kakak yang Nenenda inginkan untukmu, benar kan?”
“Ya!”
“Kau bersungguh-sungguh?”
Zhuanxu melirik ke arah keenam makam, “Apa aku berani untuk tidak bersungguh-sungguh di sini?”
Xiaoyao ingin tersenyum tapi malah mulai menangis. Dia mengulurkan kelingkingnya dan Zhuanxu melakukan hal yang sama dan mereka pun membuat janji dengan mengaitkan kelingking. Saat mereka masih kanak-kanak dan hendak melakukan sesuatu yang nakal, pertama-tama mereka akan melakukan janji dengan kelingking itu.
Xiaoyao menyeka air matanya dan berlari pergi seraya berseru, “Zhuanxu, kau jangan berani terlambat!”
Zhuanxu memandangi hingga Xiaoyao lenyap dari pandangan sebelum dia mengalihkan pandangan.
Dia menatap keenam makam tersebut – semuanya adalah anggota keluarganya dan Xiaoyao yang tersayang. Pada saat ini akhirnya Zhuanxu bisa sepenuhnya percaya dengan apa yang Fenglong katakan sebelum dia tewas, bahwa ide untuk meninggalkan Gunung Xuan Yuan untuk Gunung Shen Nong adalah ide yang dipikirkan oleh Jing. Dia tahu bahwa satu-satunya tempat di seluruh dunia di mana Xiaoyao bisa menikah dengan berhasil adalah di Gunung Xuan Yuan.
Di gunung ini terdapat semua kenangan bahagia yang telah dibaginya dengan adik Xiaoyao-nya. Di sinilah Zhuanxu kecil yang bahagia dan bebas kehilangan ayahnya dan melihat ibunya bunuh diri. Dengan penuh air mata dia telah mengantar kepergian nenendanya dan dengan pedih menyaksikan bibinya pergi berperang. Di sinilah dirinya tak punya pilihan selain membiarkan Xiaoyao dikirim pergi. Gunung Xuan Yuan begitu besar namun tak ada tempat bagi Xiaoyao untuk hidup dengan aman. Dia tak menyalahkan siapa pun, hanay dirinya sendiri yang begitu kecil dan lemah.
Saat kabar mengenai kematian bibinya di medan perang mencapai dirinya, Zhuanxu berlutut sepanjang malam di depan makam nenenda dan orangtuanya. Dia tahu kalau Xiaoyao akan begitu ketakutan dan berduka serta teramat ingin pergi menjemput Xiaoyao lalu menghabiskan siang dan malam bersama dengan Xiaoyao sama seperti Xiaoyao juga ingin melakukannya bersama dengannya. Tetapi dia melihat kilasan kematian di mata para pamandanya dan dia pun akhirnya mengerti kata-kata bibinya, bahwa dia belum memiliki kekuatan untuk melindungi Xiaoyao.
Malam itu dia bersumpah kalau dia takkan pernah kehilangan anggota keluarga terakhirnya yang tersisa! Dia akan menjadi kuat, lebih kuat daripada siapa pun yang lain sehingga tak ada seorang pun yang bisa melukai anggota keluarga terakhirnya. Dia lalu akan pergi ke Gunung Kumala dan menjemput Xiaoyao serta melindunginya!
Namun hidup sungguh ironis. Dia memulai jalan untuk menjadi Kaisar demi melindungi Xiaoyao, tetapi saat dia telah mengatasi semua rintangan dan tiba pada tujuannya, dirinya telah kehilangan Xiaoyao di perjalanan!
Zhuanxu berkata lirih pada seluruh keluarganya, “Maafkan aku, aku tak bisa lagi menjaga janjiku sejak hari itu. Sekarang aku harus membiarkan lelaki lain menjaga Xiaoyao! Namanya adalah Tushan Jing dan dia baik hati serta lebih cerdas daripada siapa pun. Dia juga sepenuhnya tulus kepada Xiaoyao. Menyerahkan Xiaoyao ke dalam penjagaannya takkan mengecewakan kalian, jadi tenanglah!”
Angin menghembus makam-makam itu. Ribuan tahun, seluruh perencanaan, muslihat, pertarungan… semua orang sudah mati namun pada akhirnya dia dan Xiaoyao bertahan hidup. Mereka bukan hanya bertahan hidup, mereka hidup dengan baik!
Zhuanxu berbalik dan berjalan pergi dengan langkah mantap ke arah jalan yang diterangi cahaya mentari.
Miao Pu selesai mendandani Xiaoyao dalam gaun pengantinnya. “Cantik sekali!”
Xiaoyao menatap dirinya sendiri dalam cermin air dan mencela, “Kali ketigaku mengenakan dandanan pengantin!”
Miao Pu tertawa, “Kali ini akan berhasil.”
Xiaoyao bertanya, “Apa kau tahu siapa yang diundang?”
Miao Pu menggelengkan kepalanya, “Yang Mulia dan Tuan sama-sama sangat berahasia, tetapi tak mungkin sekelompok besar orang akan datang karena pihak dapue membuat makanan tak lebih dari jatah sepuluh orang.”
Xiaoyao mendesah lega. “Baguslah.”
Musik mencapai telinga mereka saat para dayang datang untuk menjemput mempelai wanita.
Miao Pu memasangkan mahkota phoenix ke atas kepala Xiaoyao dengan batu-batu permata menjuntai di depan wajah gadis itu dan dia lalu membantu Xiaoyao berjalan keluar.
Saat Xiaoyao mendekati aula besar, dia merasakan seseorang berada di sisinya namun tak bisa menolehkan kepalanya untuk melihat dan mulai menjadi gugup hingga sebuah tangan terulur untuk meraih tangannya.
Itu Jing! Xiaoyao merasa lega dan tak tahan untuk tersenyum.
Keduanya berjalan bergandengan tangan menuju aula besar Griya Cao Yun dan lewat tirai kepala manik-maniknya Xiaoyao sepintas melihat Huang Di duduk di tengah, Bai Di satu undakan lebih rendah di sisi kirinya, dan Zhuanxu jauh lebih rendah lagi di sisi kanan Beliau. Di samping Zhuanxu duduklah Ah Nian sementara Ah Bi dan Lie Yang duduk di samping Bai Di.
Xiaoyao tercengang dan melupakan protokol, menyibakkan penutup kepalanya ke samping dan bertanya, “Kakenda, kenapa Anda ada di sini?”
Huang Di bersikap seakan telah dihina, “Apa maksudmu dengan kenapa aku ada di sini? Apa aku tidak diundang?”
“Bukan… bukan, tentu saja bukan! Aku hanya berpikir bila Zhuanxu ada di sini maka Anda tak bisa datang, dan saya sangat bersedih karenanya….”
Huang Di tertawa, “Zhuanxu dan aku melakukan perjalanan secara terpisah, dan setelah upacaramu aku akan langsung pergi, jadi itu tak menjadi masalah.”
Xiaoyao menatap ketiga Kaisar yang duduk di sana dan merasa aneh sekaligus gembira.
Upacaranya dimulai dan Xiaoyao serta Jing melakukan ritual pernikahan.
Bungkukan pertama kepada Langit.
Bungkukan kedua kepada para Tetua. Xiaoyao dan Jing berlutut dan membungkuk, bangkit setelah Huang Di dan Bai Di memberi isyarat.
Bungkukan ketiga kepada satu sama lain dan Xiaoyao menatap Jing untuk pertama kalinya namun merasa sangat malu hingga dia terus menundukkan matanya.
Sang pendeta menyatakan mereka telah menikah dan Xiaoyao begitu tertegun. Dia dan Jing sudah menikah? Seperti itu? Apa yang harus dia lakukan setelahnya?
Para pelayan mengeluarkan makanan dan Bai Di berkata, “Huang Di dan Zhuanxu sebentar lagi akan pergi, jadi tak usah memedulikan protokolnya. Jing dan Xiaoyao, kemarilah.”
Jing melepaskan hiasan kepala berat Xiaoyao dan menggandeng tangannya untuk berjalan menghampiri lalu duduk di bawah Bai Di.
Jing menuangkan satu cawan untuk masing-masing dari mereka dan pasangan pengantin baru itu pun menyulangi Huang Di dan Bai Di.
Saat tiba waktunya untuk menyulangi Zhuanxu, Xiaoyao merasa gugup namun Jing dan Zhuanxu luar biasa tenang.
Jing membungkuk dengan sikap menyulangi dan Zhuanxu mengambil cawannya lalu berkata, “Aku memakai strategimu dan kau mengambil hartaku yang paling berharga, mari anggap ini impas.”
Zhuanxu menenggak araknya dan Jing membungkuk rendah-rendah, “Terima kasih, Yang Mulia.”
Xiaoyao menyulangi Zhuanxu, tampak seakan ada banyak yang ingin dia katakan tetapi juga tak tahu dari mana harus memulai, jadi dia hanya menenggak araknya dan Zhuanxu mengikuti. Zhuanxu berujar, “Suami dan istri dengan hati menjadi satu, mendoakan cinta dan kebahagiaan hingga rambut kalian sama-sama memutih.”
Xiaoyao menatap Zhuanxu dan tahu dari suaranya bahwa pria itu dengan tulus mengharapkan kebahagiaan baginya dan Jing.
Zhuanxu berkata hangat, “Hanya bila kau bahagia barulah duniaku memiliki makna.”
Mata Xiaoyao memerah dan dia berkata, “Kau… kau harus bahagia juga!”
Xiaoyao menarik Jing ke arah Lie Yang dan Ah Bi, yang ingin pergi saat Jing membungkuk rendah-rendah namun Xiaoyao menghentikannya saat Jing berkata, “Saya suami Xiaoyao dan dengan hormat memberi salam kepada kalian berdua sebagai tetuanya.”
Ah Bi berdiri kaku di sana dan menerima bungkukan itu sementara Lie Yang tetap duduk dengan penuh percaya diri menerima sulangan itu.
Ah Bi meminum araknya dan berkata seraya tersenyum, “Ibunda dan ayahmu tentu sangat bahagia.”
Xiaoyao dan Jing berjalan menghampiri Ah Nian yang buru-buru berdiri. Xiaoyao berkelakar, “Meski kau sekarang adalah Permaisuri, aku masih adalah kakak di pertemuan keluarga ini, jadi kau harus menyulangi kami!”
Ah Nian tertawa, “Kakak dan Kakak Ipar, aku takkan melepaskan sulangan yang ini!”
Xiaoyao dan Jing menuangkan secawan arak dan menyulangi Ah Nian yang berkata, “Aku mendoakan untuk Kakak dan Kakak Ipar cinta serta kebersamaan seumur hidup!”
Ah Nian lalu menuangkan satu sulangan untuk Xiaoyao, “Bertahun-tahun yang lalu kau memberiku pukulan dengan dua jalan untuk dilalui, tak satu pun dari kita yang pernah membayangkan kalau kita akan melangkah di jalan ketiga! Kau adalah kakak yang sangat baik, menjagaku, dan aku hari ini bisa balas berkata bahwa aku adalah adik yang baik.”
Xiaoyao tak memikirkan terlalu mendalam apa yang Ah Nian katakan saat dia menenggak araknya.
Setelah bersulang semua orang menghabiskan makanannya dan para Kaisar pun bersiap untuk kembali ke Gunung Shen Nong.
Mengantar mereka keluar, Xiaoyao tiba-tiba memanggil, “Kakak, apa aku bisa bicara secara pribadi denganmu?”
Semua orang terus berjalan meninggalkan Xiaoyao berdiri di sana denagn Zhuanxu saat dia berkata, “Kudengar serangan tanpa henti Ru So telah mendesak pasukan Gong Gong ke sudut.”
Zhuanxu berkata, “Aku merencanakan pengikisan perlahan untuk meminimalkan korban jiwa, tapi kematian Fenglong tak menyisakan pilihan bagiku selain meluncurkan serangan penuh.”
Xiaoyao berkata, “Kakak, bisakah kau… bisakah kau… mengampuni Xiang Liu?”
Zhuanxu terkejut. “Dia sudah membunuh Fenglong, apa kau tak ingin membalas kematiannya?”
“Membunuh Xiang Liu takkan menghidupkan Fenglong kembali.”
Zhuanxu menatap lama dan tajam pada Xiaoyao saat gadis itu meneruskan, “Aku tahu kalau Kakak berada pada posisi yang sukar, tapi aku tak pernah meminta sesuatu kepadamu saat hal itu menyulitkanmu. Ini adalah kali pertama, dan kali terakhir, aku memohon sesuatu kepadamu.”
Xiang Liu adalah Fangfeng Bei, kan?” Zhuanxu tampak bertanya pada Xiaoyao namun ekspresinya tampak yakin.
Xiaoyao tak mau menyembunyikannya lagi dan mengangguk dengan sedih.
“Jadi begitu! Tidak heran aku merasa kalau beberapa hal terasa begitu ganjil, tapi sekarang semuanya masuk akal! Apa kalian berdua masih saling bertemu?”
“Kami sudah memutuskan semua hubungan, aku tak pernah ingin melihat dia lagi dalam masa hidup ini dan dia pasti juga takkan pernah mau melihatku! Tapi tak peduli bagaimanapun dia memperlakukanku… aku… aku masih ingin dia tetap hidup.”
Zhuanxu menghela napas dalam-dalam. “Xiang Liu telah membunuh Fenglong dan aku harus membuat perhitungan demi Klan Chi Sui dan Suku Shen Nong, kalau tidak hal itu takkan memuaskan Dataran Tengah! Tetapi, selama Xiang Liu bersedia untuk berhenti, aku bisa memberinya kesempatan untuk menghilang.”
Menghilang tak berarti kematian, jadi ini berarti Zhuanxu setuju dengan permohonan Xiaoyao. Xiaoyao pun tersenyum cerah, “Terima kasih, Kakak!”
“Jangan berterima kasih kepadaku. Kakenda dan aku sudah berusaha berkali-kali untuk mengajak Xiang Liu ke pihak kita dan aku bahkan memberi dia peluang untuk menyebutkan persyaratannya. Tetapi dia takkan pernah meninggalkan ataupun mengkhianati Gong Gong. Sebenarnya selama ini bukan aku yang tak mau berhenti, dialah yang tak mau berhenti. Kalau dia bersumpah untuk berperang sampai mati maka tak ada yang bisa kulakukan. Aku tak bisa mengorbankan Ru So dan para prajurit. Nyawanya adalah sebuah nyawa tetapi demikian juga halnya dengan nyawa mereka yang bertempur untukku.”
Xiaoyao menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya saat dia berkata lirih, “Aku tahu.”
Zhuanxu menepuk-nepuk bahunya. “Dia memilih jalannya dan tahu kalau kau sudah memilih jalanmu serta telah melakukan apa yang bisa kau lakukan. Kupikir kau sudah melakukan cukup banyak untuk persahabatan itu. Tak peduli apa pun yang terjadi, kau bisa melupakan dia dan melupakan semuanya!”
Xiaoyao menganggukkan kepalanya.
Zhuanxu naik ke atas kereta awan dan Xiaoyao berkata, “Jaga diri!”
Zhuanxu menatap bunga Ruo Mu di rambut Xiaoyao dan berkata tenang, “Tentu!” Bukan hanya untuk diriku sendiri tetapi juga demi Xiaoyao.
Dia tersenyum pada JIng, “Aku meninggalkan Xiaoyao dalam penjagaanmu!”
Jing membungkuk rendah, “Yang Mulia bisa merasa tenang.”
Zhuanxu menutup pintu dan memerintahkan, “Berangkat!”
Kereta awan membubung ke angkasa.
Xiaoyao memandangi saat kereta-kereta awan yang membawa Huang Di dan Zhuanxu terbang kembali ke Gunung Shen Nong. Ini adalah takdir para Kaisar, bahkan bila memiliki hubungan darah, takkan pernah ada kepercayaan sepenuhnya dan masing-masing harus menelusuri jalannya sendiri-sendiri. Hanya burung-burung betina yang berkerumun, burung-burung jantan ditakdirkan untuk selalu terbang sendiri.
Xiaoyao mendesah pelan, sejak saat ini Gunung Shen Nong bukan lagi bagian dari hidupnya. Dirinya bukan lagi cucu Huang Di ataupun adik dari Zhuanxu yang menemani jalannya. Xiaoyao melirik pada Jing dan menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu. Sejak saat ini dia adalah istri Jing!