Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 66
Sepuluh hari kemudian, Li Zhongqian dan Li Xuanzhen tiba di Shazhou.
Rong Utara telah mengeluarkan larangan melewati perbatasan, dan para penjaga luar biasa ketat. Karavan-karavan dan pejalan kaki yang lewat harus menjalani pemeriksaan seksama.
Li Xuanzhen telah membuat persiapan sejak awal. Bahkan sebelum mereka berangkat dari Liangzhou, dia sudah memanfaatkan orang dalam. Menggunakan salah seorang mata-mata rahasia Putri Agung Yiqing yang sebelumnya telah dia tangkap, mereka pun memalsukan indentifikasi perbatasan, menyamarkan diri mereka menjadi pengintai dari Rong Utara, dan dengan alasan ‘mengirim upeti untuk hari ulang tahun Putri Agung Yiqing’, mereka pun berhasil melewati penggeledahan dari penjaga Rong Utara. Menyelinap dengan mulusnya melewati perlintasan gunung, mereka juga melenggang memasuki pangkalan-pangkalan pos Rong Utara di sepanjang perjalanan, menggunakan rute-rute yang paling mudah dan cepat, meminta kuda-kuda terbaik dan tercepat.
Kadang-kadang, ketika beberapa orang penjaga mencurigai identitas mereka, mata-mata yang ditangkap akan mengamuk, menghardik si penjaga, dan dengan gaya arogan serta semena-mena mengancam akan menyebutkan al ini pada Putri Agung Yiqing begitu mereka tiba di mahkamah Yizhou dan mengirim para penjaga itu ke Samarkand untuk meniup angin baratlaut.
Letak Samarkand bahkan lebih jauh dari Negara Suyab, Negara Kang, Negara Shi, dan tempat-tempat lainnya. Dengan sumber daya alam yang melimpah dan pedagang serta karavan yang berlalu-lalang, Samarkand berada di rute menuju Persia dengan melewati jalan utara Jalur Sutera. Tak terhitung banyaknya karavan yang melewatinya, dan dengan Dataran Tengah mengekspor sutra, porselen, teh, dan benda-benda lainnya secara stabil ke Barat, tempat ini merupakan lokasi geografis yang strategis. Rong Utara telah meluas dengan cepat selama beberapa tahun ini, dan Wakhan Khan telah sejak lama mengincar semua wilayah kaya di utara dan selatan Pegunungan Pamir. Wakhan Khan telah mengirim satu tim untuk melakukan ekspedisi, yang menjangkau hingga ke Samarkand, dan tak ada kabar setelah itu.
Para pejabat internal di Rong Utara begitu kaku, jadi mayoritas dari prajurit biasa adalah rakyat jelata, dan mereka takut dikirim untuk mati di Samarkand.
Sang jenderal tampak skeptis, tetapi ketika dia melihat sikap arogan si prajurit, dia pun tak berani menyinggungnya dan langsung membiarkannya lewat.
Si mata-mata memberitahu Li Xuanzhen bahwa setelah Putri Agung Yiqing menikah ke suku Tujue, sang Putri tiga kali menikah dengan Khan-khan tua kemudian keturunan-keturunannya dalam suksesi cepat. Kemudian, mereka ditakhlukkan oleh Rong Utara, dan Putri Agung Yiqing pun jatuh ke tangan seorang bangsawan Rong Utara. Si bangsawan adalah guru dari Haidu Aling.
Putri Agung Yiqing-lah yang mengajari Haidu Aling cara untuk bicara Bahasa Mandarin. Alasan mengapa Haidu Aling tahu kebiasaan dari Dataran Tengah dan mahkamah dari berbagai negara luar dalam, adalah berkat pengajaran sepenuh hati dari Putri Agung Yiqing.
Kelompok orang itu melakukan perjalanan tanpa kenal lelah, bergegas siang dan malam. Cuacanya jadi semakin dingin. Empat penjuru tak berbatas, dan mereka bisa melakukan perjalanan berhari-hari tanpa melihat bayangan oase. Di mana-mana bisa terlihat tulang belulang kuda, tulang unta, dan bahkan tulang belulang manusia yang tertinggal di dalam bukit salju.
Ketika mereka terkadang melewati kota yang tergantung pada oase, mereka akan menyelinap ke dalam kota itu untuk menanyakan informasi dari rakyat jelata namun akan berakhir dengan tangan kosong. Populasi rakyat jelata semuanya kurus kering, tampak hampa, dan tak berani bicara pada orang asing.
Mereka takut jika mengajukan terlalu banyak pertanyaan akan menyebabkan kecurigaan, jadi mereka tak punya pilihan selain meninggalkannya.
Wajah Li Xuanzhen tampak berat.
Semakin jauh mereka pergi ke baratlaut, dia jadi menyadari bahwa kehidupan rakyat bahkan lebih buruk dari yang sebelumnya dia bayangkan.
Shazhou dan Guazhou kini kalah pada Rong Utara. Di sepanjang jalan, orang-orang yang mereka lihat, mau itu orang Hu atau Han, semuanya dipaksa mengepang rambut mereka seperti Rong Utara, bicara Bahasa Hu, dan menjalankan etiket Hu. Perbedaan antara kaum bangsawan dan orang-orang rendahan di Rong Utara sangatlah mencolok; orang-orang yang ada di dasar bagaikan hewan ternak, dalam situasi yang mengenaskan.
Setiap kali seorang prajurit Rong Utara melintas, rakyat jelata harus beringsut ke sisi jalan dan memberi salam dengan penuh hormat, tidak menatap langsung ke arah mereka. Siapa pun yang berani bicara lantang atau menaikkan tatapan mereka untuk menatap para prajurit Rong Utara akan dianggap sebagai tidak hormat. Dalam kasus yang paling baik, mereka akan dicambuk di muka umum, namun hukuman yang lebih berat termasuk kedua tangan mereka dipotong dan mata mereka dicongkel, yang amat sangat mengenaskan.
Li Xuanzhen takut kalau identitasnya sampai terbongkar. Ketika dia bertemu dengan prajurit Rong Utara yang menindas rakyat di sepanjang perjalanan, dia tak bisa maju untuk menyela, dan hanya bisa menggertakkan gigi tanpa suara.
Sekali waktu, mereka melihat para prajurit Rong Utara menggiring sekelompok orang tua yang compang-camping, berambut kelabu, dan tinggal tulang berbalut kulit keluar dari kota. Ada banyak pria dan wanita yang mengikuti mereka dari belakang, menangis, air mata berjatuhan bagai hujan, melolong dan mengucapkan perpisahan kepada orang-orang tua itu, yang digusah mundur oleh para prajurit Rong Utara.
Air mata mengaliri wajah orang-orang tua itu ketika mereka menatap ke belakang pada orang-orang tercinta mereka yang ada di dalam kota, menyeka air mata mereka seraya berjalan pergi.
Di depan gerbang kota, suara tangisan mengguncang angkasa.
Li Xuanzhen mengeratkan kepalannya dan bertanya kepada si mata-mata, “Kejahatan apa yang telah mereka lakukan? Mereka dibawa ke mana?”
Si mata-mata menjawab dengan suara lirih, “Orang-orang Rong Utara menjunjung tinggi kekuatan militer, menghargai yang kuat dan menganggap yang lemah sebagai kaum lebih rendah. Setiap musim dingin, mereka memerintahkan agar orang-orang tua dari masing-masing suku yang berusia lebih dari enam puluh tahun dan tak mampu membajak tanah ataupun berburu untuk pergi ke luar kota… supaya tidak menghabiskan makanan. Siapa pun yang berani membantahnya harus membayar uang pajak sesuai dengan aturan: lima tael emas dan sepuluh domba, atau satu kuda, tiga batu biji-bijian, dan dua puluh helai felt per mulut….”
Bagi rakyat jelata, dalam iklim musim dingin yang begitu menggigit, keluarga-keluarga ini tak memiliki makanan cadangan. Selain itu harus membayar pajak berat untuk menyenangkan Rong Utara, bagaimana mereka bisa mengumpulkan lima tael emas untuk mempertahankan anggota keluarga mereka yang sudah tua?
Sebagian besar dari orang-orang tua itu tak mau menyusahkan keluarga mereka, jadi mereka hanya bisa digiring keluar memasuki hawa dingin dan menunggu kematian.
Perpisahan di gerbang kota adalah perpisahan hidup dan mati.
Mendengar hal ini, semua orang dipenuhi oleh kegeraman untuk membela kebenaran.
Tak bisa mereka percaya kalau ada hal yang begitu tak berperasaan di dunia ini!
Mata Li Zhongqian mengisyaratkan pada para prajurit pribadinya agar jangan mudah panas. Mereka kemari untuk mencari orang, jadi lebih baik tidak membuat masalah.
Dia hanya ingin menyelamatkan Mingyue Nu. Hidup dan mati orang lain bukanlah urusannya.
Setelah meninggalkan Shazhou, melintasi Wufang, mereka melewati padang pasir tandus tak berpenghuni sejauh delapan ratus li, semakin dekat ke Yizhou.
Pada hari ini, kelompok itu beristirahat di tebing menjorok di bawah gundukan tanah yang telah dilubangi oleh angin utara. Li Xuanzhen mengirim beberapa orang prajurit pribadinya untuk berpencar dan pergi ke Gaochang, Kucha, dan tempat-tempat lainnya.
Li Zhongqian bertanya was-was, “Kenapa kau mengirim mereka ke Gaochang?”
Li Xuanzhen menggambar beberapa garis pada pasir dengan jarinya: “Ini adalah Yizhou. Ini Gaochang, Yanqi, dan Kucha. Area ini adalah jalan utara dari Jalur Sutera. Ketika dinasti sebelumnya masih stabil, ada perfektur dan kecamatan di berbagai tempat, dengan prajurit-prajurit ditempatkan untuk menjaganya. Pada saat itu, ada kedamaian dan stabilitas di sepanjang jalur perdagangan, dan populasinya berkembang pesat. Kemudian Dataran Tengah mengalami kemelut. Xi Yu kalah, dan jalur perdagangan ditutup. Saat ini, sebagian besar dari tempat-tempat ini merupakan bawahan dari Rong Utara.
“Adat istiadat Rong Utara itu barbar, memakai darah besi berarti menekan berbagai suku. Membuat para prajurit mereka menjarah karavan, mungkin negara-negara kecil ini menakhluk pada Rong Utara karena situasi tersebut, namun tak bisa dipungkiri, ada orang-orang yang hatinya masih bersama dengan Dinasti Dataran Tengah. Bagaimanapun juga, sebagian besar penguasa dan bangsawan dari area Hexi merupakan keturunan dari keluarga-keluarga terkenal.
“Karena kita akan pergi ke perkemahan utama Rong Utara untuk menyelamatkan dia, akan lebih baik jika mengirim orang ke tempat-tempat ini demi mencari tahu yang sebenarnya dan lihat apakah kita bisa membujuk mereka untuk mengkoordinasikan rencana dari dalam dan luar bersama kita, dan kelak bersama-sama bertarung melawan Rong Utara.”
Li Zhongqian mengangguk. Setelah mendengarkan, dia pun mengerti niat Li Xuanzhen.
Mereka berada jauh di dalam Xi Yu, tak berdaya dan terisolasi, jadi pertama-tama mereka harus berusaha mencari beberapa pembantu.
Yang pertama, jika kelak mereka sampai ditemukan oleh Rong Utara, mereka bisa kabur dulu ke tempat-tempat ini. Kedua, dengan bantuan dari orang-orang ini, ada kesempatan lebih besar untuk kembali dengan selamat ke Dataran Tengah. Ketiga, tentu saja, adalah demi seluruh dunia, untuk memuliihkan teritori mereka yang hilang demi tanah air.
Li Zhongqian tak peduli soal poin ketiga. Setelah menyelamatkan Yaoying, dia akan langsung membawa gadis itu pulang ke Dataran Tengah.
“Ada satu tempat lagi yang mungkin akan harus kudatangi sendiri.”
Li Xuanzhen menudingkan jarinya pada satu titik yang berada jauh di utara.
“Di sini ada sebuah negara Buddhis, membuat kekuatan dari Rong Utara mustahil untuk lanjut masuk lebih dalam; Khan dari Rong Utara pernah kalah di tangan penguasa Buddhis ini, jadi negara-negara di Xi Yu tentunya memiliki pemikiran-pemikiran mereka sendiri.”
Alis tebal Li Zhongqian sedikit mengernyit. “Negara Buddhis?”
Li Xuanzhen mengerutkan bibirnya yang mengelupas dan berkata, “Mahkamah Kerajaan menjunjung tinggi Agama Buddha. Penguasa mereka adalah seorang rahib senior. Sekitar sebelas tahun yang lalu, dia memimpin pasukannya melawan Khan Rong Utara, dan ketenarannya mengguncangkan Xi Yu.”
Dua tahun yang lalu, Li Xuanzhen, Li De, dan stafnya mendiskusikan kemungkinan untuk merebut kembali Xi Yu.
Pada saat itu, mereka semua meyakini kalau keinginan Dataran Tengah untuk merebut kembali Xi Yu setara dengan merebut makanan dari harimau Rong Utara yang tumbuh semakin besar.
Ditambah lagi, juga terdapat sebuah negara makmur di bagian utara Xi Yu. Reputasi penguasa mereka menjangkau hingga jauh, dan amat dicintai oleh rakyat. Dengan satu perintah, seluruh negara bisa mengikutinya menuju medan perang.
Li Xuanzhen menghela napas: “Sebelas tahun yang lalu, Khan Rong Utara berada dalam masa prima hidupnya. Dia tak terkalahkan. Namun dia dikalahkan oleh sang Putra Buddha. Jika sang penguasa punya niat untuk meluaskan wilayahnya, dia pasti menjadi musuh yang hebat…. Untung saja, dia adalah seorang rahib kenamaan yang berdedikasi untuk menjaga kerajaan Buddhis, dan tak ada tanda-tanda perluasan.”
“Haidu Aling punya banyak trik. Aku tak tahu apakah kita bisa berhasil menyelamatkan Mingyue Nu. Aku akan kirim orang ke Gaochang untuk mencari kabar. Kalau perlu, aku sendiri yang akan pergi ke Kerajaan Buddha itu untuk menunjukkan identitasku kepada Putra Buddha dan meminta bantuan darinya. Ada banyak konflik antara kerajaan sang Putra Buddha dengan Rong Utara. Kalau bisa menariknya dengan kerjasama, dia mungkin akan membentuk persekutuan dengan kita.”
“Setelah tiba di Yizhou, kalau ada perubahan, kita akan mencari jalan keluar masing-masing. Kalau kita bisa lolos dengan selamat dari Rong Utara, kita akan bertemu di negara Buddha itu.”
Li Zhongqian sudah pernah memimpin pasukan ke medan perang selama bertahun-tahun dan memiliki rencananya sendiri. Walaupun dia tidak tahu banyak tentang Xi Yu, dia bisa melihat situasi terkini dengan jelas setelah sedikit memikirkannya.
Di sepanjang perjalanan, Li Xuanzhen amat tenang. Sebelum Mingyue Nu diselamatkan, dia bisa menahan diri untuk tidak membunuh Li Zhongqian untuk sementara waktu ini.
Setelah dia menyelamatkan Mingyue Nu, dia akan melakukannya lagi.
****
Sementara Li Zhongqian berjalan menyusuri padang pasir sejauh delapan ratus li dan menuju Yizhou, Yaoying sedang menuju ke selatan.
Demi menghindari pangeran muda dari Rong Utara dan kelompoknya, mereka pun bergerak selama beberapa hari.
Dalam jarak ribuan li, udaranya dingin dan tanahnya beku. Sejauh mata memandang, terdapat puncak-puncak bersalju putih cemerlang, awan-awan kabut, dan terkadang garis-garis luar yang terjal bisa terlihat, megah dan menakjubkan.
Goshawk milik Tumoroga telah mengikuti mereka, berperan sebagai pengintai dan pengawas bagi mereka.
Mau itu cerah atau turun salju, Yaoying seringkali bisa melihat kilasan burung itu terbang tinggi di angkasa.
Pada hari ini, dia mengamati si goshawk meluncur turun dan mendarat di bahu Su Dangu. Teringat pada apa yang telah dia pikirkan selama beberapa hari ini, dia pun memanggil QI Nian untuk menanyakan kepadanya apakah ada yang menjual elang.
Qi Nian berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya: “Ada banyak elang di sini, tetapi saya tak pernah mendengar tentang penjual elang. Apa Putri juga ingin memelihara elang? Hamba bisa membantu Putri untuk menanyakannya.”
Yaoying menggelengkan kepalanya, menyingkirkan pemikiran itu.
Elang setia yang dijinakkan dan menurut bisa ditemui tapi tidak bisa dibeli. Elang milik Tumoroga maupun Haidu Aling keduanya dijinakkan sejak masih kecil, dan supaya bisa berguna, elang yang setia harus familier dengan lingkungannya. Jadi bahkan jika dia bisa membeli elang peliharaan, tetap saja takkan bisa berguna selama beberapa waktu.
Dia menatap nanar pada goshawk itu. Si goshawk bertengger di bahu Su Dangu dan menatap ke arahnya dengan sorot mata tajam.
Yaoying terkekeh dan mengeluarkan daging kering.
Si goshawk menatapnya.
Yaoying berpaling dari goshawk itu, telapak tangannya menghadap ke atas.
Sejenak kemudian, ada sedikit getaran di telapak tangannya, dan si goshawk menyambar pergi daging kering dari tangannya.
Satu manusia dan satu elang asyik bermain. Rombongan karavan tiba-tiba berhenti. Yuan Jue, yang berjalan di depan, berbalik dan berderap ke belakang, “Ada bandit!”
Semua orang terperanjat dan buru-buru mengeluarkan peringatan. Para pengawal mencabut pedang panjang mereka dan memasang posisi untuk melindungi Li Yaoying di tengah-tengah pertempuran. Qi Nian dan yang lainnya segera memanjat naik ke kereta.
Su Dangu memalingkan kepalanya, mata biru di bawah topengnya tampak begitu tenang. Dia lalu memberi isyarat pada Yuan Jue.
Yuan Jue memimpin orang-orang ke belakang ke tempat Yaoying, mengisyaratkan pada mereka untuk menghindar ke bukit di samping.
Semua orang mundur ke bukit. Yaoying menatap ke kejauhan, dan benar saja, tampaklah sekelompok yang membawa tongkat, golok, dan tombak yang berderap ke arah mereka, sikap mereka agresif, dan cahaya dingin berkedip-kedip.
Kelompok bandit ini licik. Mereka tahu bagaimana cara memakai penampang tanah di sekitar untuk menghadang rombongan dan menutupi suara tapal kuda. Mereka juga mengenakan bantel putih di bahu. Sulit bagi pengintai untuk menemukan mereka dalam bentangan alam penuh salju dan lumpur.
Bandit-bandit itu berteriak dan mendekat, dalam sekejap mata sudah tampak berderap ke arah mereka.
Xie Qing mencabut pedangnya, menendang perut kudanya, dan sudah akan melangkah maju, ketika prajurit-prajurit Wang Ting mengangkat tangan mereka untuk menghentikannya, menatap Su Dangu, menahan napasnya.
Yaoying mengikuti arah tatapannya dan melongok.
Su Dangu menyuruh semua orang agar mundur, namun dia sendiri bergerak maju, menggebah kudanya dan mendaki ke tanah yang lebih tinggi, dengan tenang dan terkendali.
Yaoying merasa gugup, dan berkata, “Apa dia berniat membunuh semua bandit itu sendirian?”
Yuan Jue melecut kuda di belakang Su Dangu, menggenggam busur panjang dari tanduk dan beberapa batang anak panah besi.
Su Dangu melepaskan mantel luar hitamnya, mengangkat busur panjang, menarik talinya dan memasang anak panah. Busur terentang penuh, lengan terjulur.
Dalam sekejap, semua aura dari jalan bersalju yang kasar berkumpul pada dirinya.
Bandit yang memimpin di depan melihat sosok Su Dangu, menyeringai, lalu lanjut bergerak maju. Orang biasa hanya mampu menembakkan panah sejauh beberapa puluh kaki bahkan meski dia seorang ahli. Jaraknya begitu jauh, juga ada salju dan angin, apa gunanya memakai panah? Senjata itu hanya dipakai untuk menakut-nakuti orang!
Su Dangu menyiapkan panahnya, mengarahkan anak panahnya ke tempat yang jauh, tak bergerak.
Melihat kalau para bandit semakin dekat, dia masih belum menembakkan anak panah satu pun.
Xie Chong dan Xie Peng agak gelisah, dan tak lagi memasang posisi bertahan. Ketika orang-orang itu meneyrang, mereka takkan bisa mundur!
Yaoying menggelengkan kepalanya ke arah beberapa orang prajurit pribadinya itu, mengisyaratkan agar mereka menunggu.
Tawa arogan si bandit datang terbawa angin. Pada saat ini, hanya terdengar beberapa suara ringan dari tali busur, lalu anak-anak panah besi pun melayang, bagai pelangi panjang menusuk mentari, menembus angin dan salju, terbang lurus menuju para bandit.
Jaraknya terlalu jauh, dan pimpinan para bandit Hu itu tidak tergesa-gesa. Dia meraih gagang goloknya dan baru saja mengangkat golok panjangnya, namun kemudian mendengar suara siulan sudah mencapai telinganya, dan kemudian anak panah besi itu pun menghujam dadanya!
Pimpinan orang-orang Hu itu ternganga, wajahnya tampak ngeri, matanya nyaris melompat keluar. Dia berteriak, lalu mengulurkan tangannya untuk mencabut anak panah besi itu, hanya untuk mendapati bahwa anak panah yang kelihatan biasa saja itu, ternyata amat kuat. Dari jarak dua ratus kaki, anak panah itu ternyata berhasil langsung menembus zirahnya!
Beberapa orang bandit yang ada di sebelahnya bisa melihat lukanya dengan jelas, wajah mereka tercengang.
Si pemimpin menggertakkan giginya dan berkata: “Terus maju!”
Dia menepuk kudanya dan lanjut berderap maju.
Dari puncak bukit salju, Su Dangu melihat ke bawah pada para bandit di kejauhan, seakan sedang mengamati semut. Dia kembali menarik busur, menembakkannya beberapa kali, dan anak panah kedua, ketiga, dan keempat pun memelesat satu demi satu, seperti tengah mengejar angin.
Dengan beberapa suara derak keras, pimpinan orang-orang Hu itu pun terjatuh dari kudanya, mulut terbuka lebar, matanya tampak kaget, dan dadanya sarat dengan anak-anak panah besi.
Setiap anak panah ditembakkan ke arahnya tanpa ampun, dengan momentum kuat, dan suatu ketenangan yang seperti bukan dari dunia ini.
Menyaksikan kematian si pemimpin, bandit-bandit lainnya terperanjat. Mereka tak berani mengeluarkan perintah untuk terus maju, dan bahkan tak memedulikan mayat si pemimpin. Mereka langsung memutar kuda mereka dan dan kabur.
Su Dangu tidak melanjutkan menembakkan anak panah.
Xie Chong menatap dengan takjub, lalu berbisik: “Kemampuan memanah Tuan Wali sungguh luar biasa.”
Para bandit sudah kabur, jadi mereka takkan berani datang lagi. Maka semua orang pun menuruni bukit dan melanjutkan perjalanan.
Xie Chong tak berani bersantai. Para prajurit pribadi itu segera mencabut pedang mereka begitu mereka mendengar suara tapal kuda mendekat.
Yuanjue tersenyum dan menenangkan mereka. “Jangan khawatir, bandit-bandit dari Gaochang itu entah adalah orang-orang buangan atau pengungsi yang disewa oleh para bangsawan. Sebagian besar dari mereka bukan orang yang jahat dan keji, hanya segerombolan pengacau. Tuan Wali telah membunuh pimpinan mereka, yang lainnya tentu saja akan kocar-kacir. Pada perjalanan menuju Gaochang ini, takkan ada lagi yang menghadang.”
Xie Chong tak memercayainya, dan tetap waspada. Namun situasinya ternyata memang seperti yang telah Yuan Jue katakan, perjalanan setelahnya benar-benar aman, dan tak ada bandit yang berani menghadang dan merampok mereka.
Sepuluh hari kemudian, mereka pun tiba di Gaochang dengan selamat.