The Oath of Love vol. 2 (Bahasa Indonesia) - Chapter 2
Ketika aku pergi ke Gedung Asrama, aku menunjukkan bekas asramaku kepada Gu Wei. Gu Wei pun mengangkat kepalanya dan menyipitkan matanya untuk dapat melihat asrama itu lebih jelas lagi, “Pencahayaannya tidak buruk.”
Pada malam harinya, aku dan Gu Wei pulang kembali ke rumah dengan naik bus. Aku bersandar di bahu Gu Wei, dan aku juga merasa sangat tenang.
Gu Wei berkata, “Kau harus selalu mengalami ketidakbahagiaan terlebih dulu sebelum akhirnya kau bisa mendapatkan kebahagiaan.”
Dalam banyak novel dan film, ketika tokoh utama perempuan dan tokoh utama laki-laki bertemu, akan selalu ada gambaran, ‘hidupku tidak ada artinya sebelum aku bertemu denganmu.’
Akan tetapi, setelah aku bertemu dengan Gu Wei, aku perlahan-lahan merasa bahwa semua hal yang aku alami sebelum aku bertemu dengan Gu Wei itu sangatlah berarti, tidak peduli apakah hal itu baik ataukah buruk.
Aku pernah berpikir, jika aku dan Gu Wei lebih awal untuk bertemu satu sama lain, hal itu pasti akan menyenangkan. Tetapi sekarang aku hanya merasa bahwa kebahagiaan sejati adalah satu sama lain bertemu di waktu yang terbaik tanpa melewatkan hal itu. Semakin kita tua, semakin kita memahami akan arti kebahagiaan.
Hubungan romantis pasangan tua yang sudah menikah.
Ketika aku dan Gu Wei masih berpacaran dulu, kami berdua tidak menghabiskan banyak waktu untuk bersama seperti pasangan kekasih yang lainnya. Aku ingin kami berdua menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk bersama, salah satunya dengan Gu Wei datang ke kampusku, atau aku akan pergi ke rumah sakit ataupun apartemen Gu Wei. Meskipun demikian, ketika kami berdua sama-sama sedang sibuk, seringkali aku dan Gu Wei tidak bertemu satu sama lain selama dua atau tiga minggu. Sehingga hari libur menjadi waktu yang sangat berharga untuk kami habiskan bersama.
Liburan musim panas pertama kami berdua sebagai pasangan kekasih, setelah menghabiskan hampir sebulan lamanya di kota Y, aku pun kembali ke kota X. Stasiun kereta dipadati dengan banyak orang, aku keluar dari stasiun, dan Gu Wei pun menghampiriku. Gu Wei kemudian menarikku dan kami berdua pun keluar dari kerumunan orang-orang itu layaknya pengungsi.
Aku tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa, “Dokter, sejak kapan anda menjadi begitu tidak stabil seperti ini?”
Dokter Gu, “Kita sudah hampir sebulan tidak bertemu.”
Aku memikirkan hal itu sebentar, “Itu adalah suatu hal yang normal.”
Dokter Gu meledak, “Apakah kau tidak ingin menghabiskan masa pacaranmu layaknya pasangan yang sudah menikah!”
Aku tidak bisa menahan tawa.
Kencan kami berdua layaknya pasangan kuno; memasak, mengobrol, mendengarkan musik, sangatlah sederhana. Karena kami berdua bisa bersama dalam satu atap, maka tidak peduli apa, semuanya terasa manis.
Dokter Gu, “Aku sedang membuka apa yang kau kirimkan ke kotak suratku.”
Aku berkata, “Itu adalah buku resep masakan untuk keluarga kecil yang terdiri dari dua orang, makanan yang enak dan sehat, dilengkapi dengan teks dan ilustrasi. Kau harus mempelajarinya.”
Dokter Gu, “Aku akan melihatnya dulu.”
Aku berkata, “Baiklah, aku akan bertanggung jawab atas sayuran, dan kau bertanggung jawab atas daging.”
Dokter Gu, “Apakah pembagian kerja antar anggota keluarga juga dituliskan dalam buku resep itu?”
Tentu saja tidak, aku mengatakan hal itu karena aku memang tidak pernah menyentuh daging segar. Maka aku pun berkata dengan penuh percaya diri, “Kau adalah orang yang profesional, dan kau lebih terampil dariku.”
Dokter Gu selalu berkata bahwa aku menggambarkan dirinya seperti seorang tukang jagal.
Setelah selesai mencuci piring, aku pun pergi menemui Gu Wei. Gu Wei berada di balkon, dia sedang memangkas pohon kaki bebek yang ada di dalam pot bunga.
Aku lebih suka untuk menikmati bunga dan tanaman daripada merawatnya. Jika aku yang merawat bunga atau tanaman itu, aku sering lupa untuk menyirami mereka. Oleh karena itu, aku sangat mengagumi kesabaran dan ingatan Gu Wei.
Melihat Gu Wei dengan santainya memangkas tanaman itu di sana-sini dengan menggunakan gunting, aku pun bertanya kepada Gu Wei, “Apakah memang karaktermu itu sudah sedemikian baik sejak kau masih kecil, ataukah semua itu hasil didikan kedua orang tuamu?”
Gu Wei berkata, “Coba tebaklah.”
Aku memandang Gu Wei dari atas ke bawah, “Apakah kau tumbuh dengan berpikir bahwa dunia ini damai dan semua makhluk itu baik?”
Gu Wei berkata, “Aku tidak perlu bersikap kejam. Aku memiliki pekerjaan dan kehidupan yang baik. Apakah masih perlu untuk memiliki temperamen yang buruk?”
Pria memiliki banyak impian di dalam hati mereka, dan mereka berharap untuk bisa membuat suatu pencapaian yang besar pada suatu hari nanti. Dihadapkan pada kenyataan, perasaan frustasi dan marah selalu ada di dalam diri mereka. Ada seorang senior laki-laki yang juga merupakan orang yang sangat populer di kampusku. Seniorku itu sangatlah bersemangat, dan dia juga memiliki kekasih yang cantik yang selalu ada di sisinya. Seniorku itu benar-benar membuat iri semua orang. Setelah lulus kuliah, seniorku itu menandatangani kontrak dengan perusahaan patungan yang sangat bagus. Kekasih seniorku yang cantik itu mendapatkan pekerjaan di sebuah firma hukum. Semua orang mengira bahwa pasangan ini akan terus memiliki kehidupan yang baik. Dua hari yang lalu, seniorku itu kembali ke kampus, dia sangat tertekan. Setelah meminum tiga gelas anggur, seniorku itu menghela napas panjang, “Apa-apaan dunia ini?” Atasan seniorku itu sudah mempersulit seniorku itu sehingga masa depan seniorku menjadi tidak jelas. Ketika seniorku itu sudah berkomitmen untuk setia kepada kekasihnya, ternyata kekasihnya itu berselingkuh.
Seniorku itu menghela napas dan meratap, “Tidak peduli seberapa dalam cintaku, semua itu tidak bisa dibandingkan dengan bungalow dan mobil sport. Dan sekuat apapun cintaku itu, semua itu tidak bisa dibandingkan dengan kura-kura berlapis emas.”
Semua orang pun menghela napas.
Aku berkata, “Akhirnya air mata pria itupun keluar. Seniorku itu menyesalkan bahwa apa yang disebut dengan pencapaian karier, semuanya itu sia-sia. Dua puluh tujuh tahun, cinta dan karier, tidak ada yang bisa dia dapatkan.”
Gu Wei menyingkirkan gunting itu, dan sambil mencuci tangannya, Gu Wei pun berkata, “Katakan padanya, dia akan mendapatkan semuanya pada saat dia berusia tiga puluh nanti.”
Aku, “…”
Gu Wei, “Dalam menghadapi kenyataan, kau boleh memiliki cita-cita, tetapi kau tidak boleh memiliki ilusi. Tidak ada yang bisa mencapai puncak hanya dengan satu lompatan besar saja. Kau harus bekerja sekeras yang kau bisa, selangkah demi selangkah untuk mencapai kemajuan. Itulah arti dari hidup.”
Kau akhirnya akan bisa mendapatkan apa yang sudah kau usahakan. Inilah alasan mengapa Gu Wei bisa menghadapi situasi apapun tanpa kehilangan ketenangannya.
Aku menyentuh wajah Gu Wei, “Dokter, kau sangat sempurna.” Kemudian aku kembali teringat, “Apakah aku bisa dianggap mencuri buah hasil kerja kerasmu selama tiga puluh tahun itu?” Tanpa alasan, aku bisa mendapatkan seorang pria yang baik di segala hal seperti Gu Wei.
Gu Wei, “Tidak masalah, kau memiliki tingkat pengembalian yang tinggi, tidak perlu terburu-buru.”
Aku, “…”
===
Aku selalu mengenakan pakaian yang sopan, berwarna polos dan pucat. Hal ini sering kali membuat Sansan memarahiku, “Bisakah kau berpakaian sedikit lebih cerah? Di usiamu yang sedang mekar layaknya bunga itu, kau malah berpakaian seperti Biksu!”
Suatu kali aku dan Sansan sedang berjalan-jalan. Sansan memperhatikan semua gadis berpenampilan modis yang ada di jalan, dan kemudian Sansan kembali menatapku yang berpakaian layaknya Biksu dan berwajah polos itu. Kemudian Sansan bertanya kepadaku dengan curiga, “Mengapa Gu Wei menyukaimu?”
Aku menjawab, “Kecantikan ada di mata yang melihatnya.”
===
Kemudian pada suatu hari, aku memeluk leher Dokter Gu dan bertanya kepadanya, “Gu Wei, apakah pakaian yang biasa aku gunakan itu terlalu polos?” Pada saat itu aku hendak menghadiri perjamuan makan bersama dengan Gu Wei, dan aku mengenakan gaun tanpa lengan.
Telinga Gu Wei memerah, “Sesekali, ada baiknya memberikan kejutan kepadaku. Tetapi jika ada terlalu banyak kejutan, maka hati dan otakku tidak akan bisa menerimanya.”
Pakaian yang dimiliki Gu Wei sebagian besar berwarna hitam, abu-abu, dan polos. Maka, apapun yang kami berdua kenakan, orang lain yang melihatnya akan berpikir, ‘Eh, pakaiannya couple.’
Pada awalnya, aku menjelaskan bahwa semua itu hanya ‘kebetulan’ saja, aku dan Gu Wei memakai pakaian yang sama. Tetapi kemudian, aku merasa bahwa aku tidak perlu lagi repot-repot untuk menjelaskan semuanya. Kemudian …
“Eh, pakaian couple lagi hari ini?”
Gu Wei, “Ya, kita berdua mengenakan pakaian couple setiap harinya.”
Aku, “…”
===
Menurutku, Gu Wei cukup bagus dalam semua hal, akan tetapi …
Chen Cong, “Cara yang dilakukan oleh Gu Wei itu agak tidak jelas. Hanya Gu Wei saja yang tahu apa sebenarnya yang dia lakukan itu.”
“Aku juga mengetahuinya,” kataku.
Kepala Perawat, “Gu Wei ini cukup jujur, hanya saja terkadang dia itu terlalu jujur.”
Aku, “Ah …” itu hanya dikarenakan anda tidak melihat Gu Wei ketika berada di rumah, Gu Wei itu suka berbelit-belit seperti serangga ketika berada di rumah.
“Jangan khawatir, Gu Wei ini anaknya dingin … tetapi perilakunya baik.” Kata Zhang Wei
Siapa yang bilang kalau Gu Wei itu orangnya dingin?
===
Gu Wei berpikir bahwa aku ini cukup bagus dalam segala hal, akan tetapi –
Xiaocao, “Lin Zhixiao itu orangnya sangat cepat dan tegas, juga dingin dan tidak berperasaan, mungkin dia bisa menyebabkan orang-orang membeku dan kemudian mati kedinginan karenanya.”
Gu Wei, “Sangat cepat dan tegas …?”
Si A, “Tidakkah menurutmu Lin Zhixiao itu membosankan?”
Gu Wei, “Tidak, terlalu berisik dan cerewet itu tidak baik.”
Sansan, “Oh, Lin Zhixiao sendiri adalah orang yang bodoh, yang mempelajari dan meneliti batu seumur hidupnya.”
Gu Wei, “Itu sangat bagus, tidak akan ada seorangpun yang merebut Lin Zhixiao dari tanganku.”
Jadi, ketika dua orang bersama, masing-masing harus menjadi diri mereka sendiri, dan masing-masing juga harus merasa nyaman dengan diri mereka sendiri.
Untuk saling berpegangan tangan satu sama lain seumur hidup.
===
Untuk sementara, aku dan Sansan tidak berada dalam kondisi yang baik. Sansan berada di jalur yang benar dalam pekerjaannya, akan tetapi Sansan masih belum menikah. Hubungan cintaku semakin baik dan semakin jelas dari hari ke hari, akan tetapi aku mengalami kesulitan dalam percobaan yang aku lakukan …
Begitu Sansan mengunjungiku, aku baru saja keluar dari supermarket sambil membawa sekantong barang belanjaan, maka aku dan Sansan pun kembali pulang ke apartemen Dokter Gu bersama-sama. Sansan terdiam lama sambil memegang secangkir teh, dan kalimat pertama yang diucapkan oleh Sansan adalah, “Lin Zhixiao, apakah kau berencana untuk tinggal di Kota X?”
Aku, “Hmm?”
Sansan, “Aku ingin kembali ke Kota Y.”
Aku sedikit terkejut. Pekerjaan yang dimiliki oleh Sansan itu membuat iri teman-teman sekelas kami dulu maupun teman-teman kami berdua. Sansan bekerja di bidang yang dia sukai, dan memiliki masa depan yang bagus. Sansan bisa mengerjakan semua pekerjaannya itu dengan mudah, terlepas dari tekanan yang dia alami. Maka pekerjaan Sansan itu jelas bukan merupakan alasan mengapa Sansan berencana untuk pergi.
Sansan, “Seringkali, aku merasa bahwa aku benar-benar tidak pantas berada di kota ini. Pikiranku seringkali kosong setiap kali aku berada di jalanan ketika aku pulang kerja setiap harinya. Yang aku lakukan ketika aku kembali ke apartemenku adalah makan, online, mandi, dan tidur. Kemudian keesokan harinya, siklus seperti itu kembali berulang. Rasanya seolah-olah aku tidak ada bedanya dengan mesin yang diminyaki dengan baik. Bagaimana jika kau tidak bisa lagi melakukan dan menjalani semua ini? Jika di kota ini kau tidak merasa seperti tinggal di rumah sendiri, apa gunanya tetap tinggal di sini?”
Banyak teman-teman sekelasku, terutama para perempuan, yang sepertinya mengalami hal yang sama seperti yang dialami Sansan ini. Ketika mereka lulus dengan nilai yang bagus, mereka mencoba yang terbaik untuk tinggal di Kota X ini selama mungkin. Beberapa tahun kemudian, mereka berhenti dari pekerjaan mereka yang sudah mapan itu, dan membuat semua orang heran dan terkejut. Kemudian mereka kembali ke kampung halaman mereka untuk menikah dan memiliki anak. Ketika aku masih muda dulu, aku selalu berpikir bahwa karena seorang lajang tidak memiliki tanggungan untuk memberi makan keluarganya, maka sangat mudah bagi seorang lajang untuk menghasilkan uang, dan menghabiskan uang itu untuk diri mereka sendiri. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia, aku menyadari bahwa pernikahan dan keluarga selalu menjadi godaan yang tidak tertahankan bagi semua wanita.
Sansan, “Jika kau adalah aku, apakah kau akan kembali?”
Aku, “Aku tidak bisa berandai-andai seperti itu, aku sudah bertemu dengan Gu Wei.”
Sansan, “Bahkan jika kelak di masa depan kau harus bekerja di bidang Akuntansi sekalipun?”
Aku berpikir sebentar, “Bahkan jika kelak aku tidak bisa bekerja di bidang yang aku sukai, aku akan tetap tinggal di Kota X ini.”
Tetap berada di sisi Gu Wei, sepertinya menjadi dorongan hati yang tidak tertahankan di dalam diriku ini. Ayah, saudara laki-laki, guru, teman, kekasih, pasangan, anak laki-laki … Pria ini telah memainkan peran semua pria yang dapat aku pikirkan di dalam hidupku ini. Aku hampir tidak bisa membayangkan jika aku harus hidup terpisah dari Gu Wei.
Sansan tersenyum, “Kau sebelumnya tidak begitu menyukai Kota X.”
Ketika aku masih kecil dulu, setiap kali musim panas tiba, aku dan Xiao Ren akan dikirim ke Kota X untuk mengunjungi Kakek dan Nenek kami, dan mendapat pengaruh dari Kakak Laki-lakiku. Sebagai anak kecil, kami tidak bisa melakukan segalanya sesuka hati dan juga tidak bisa membela diri kami sendiri. Setiap kali kami berhadapan dengan orang tua yang serius, kami selalu gugup ketika menerima kritik dari mereka. Setiap kali aku keluyuran sambil bergandengan tangan dengan Xiao Ren, setiap kali kami berdua salah jalan dan menanyakan arah jalan pulang sambil berpura-pura tetap bersikap tenang, setiap kali kami berdua berjalan melewati lalu lintas yang ramai dan juga kerumunan orang-orang, aku menarik Xiao Ren seperti induk ayam yang melindungi anaknya, dan aku akan selalu berpikir dan berkata, “Tahun depan kita tidak usah kembali lagi ke Kota X ini.”
“Tetapi Gu Wei ada di sini!” Karena Gu Wei berada di Kota X ini, itulah alasan mengapa aku harus tetap tinggal di Kota X ini.
Sansan menghela napas dan berkata, “Nona, mengapa kau bisa menjadi begitu menggemaskan dan bodoh seperti ini?”
Setelah mengantar Sansan pergi, aku berdiri sendirian di pintu dalam keadaan linglung.
Terdengar suara ‘klik’ sekali, dan pintu kamar mandi pun terbuka. Gu Wei keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dan berjalan menghampiriku, hanya untuk meraih dan menarikku ke dalam pelukannya.
Aku tidak bertanya kepada Gu Wei mengapa dia ada di rumah, apa yang dia dengar, dan seberapa banyak yang dia dengar. Aku hanya memeluk pinggang Gu Wei, dan membisikkan, “Gu Wei.” dengan lembut. Muncul beberapa perasaan antara dua orang, untuk saling berpegangan tangan seumur hidup.
===
Bagi Tuan Gu, apartemen pada dasarnya sama dengan hotel. Pekerjaan Dokter Gu mengharuskan Dokter Gu untuk bangun di pagi hari, bekerja keras selama berjam-jam, dan kembali pulang ke apartemen pada saat waktu hampir mendekati saat untuk tidur. Karena fungsi utama dan yang paling mendasar dari apartemen Gu Wei adalah hanya sebagai tempat untuk tidur ini saja, maka kasur yang ada di apartemen Gu Wei sangatlah bagus. Kasur itu tidak terlalu empuk, dan juga tidak terlalu keras. Maka di akhir pekan ketika Gu Wei sedang bekerja, aku akan menggunakan apartemen Gu Wei sebagai tempat untuk tidur. Satu orang menempati tempat tidur yang sangat besar, dan tidur di sana sampai langit menjadi gelap.
Gu Wei berkata kepadaku, “Aku berdiri di bawah gedung apartemen, dan melihat lampu di apartemenku mati. Aku pun berpikir, ‘Ah, tidak ada orang yang menungguku di sana.’ Akan tetapi ketika aku membuka pintu, aku menemukanmu sedang tidur di bawah selimut. Maka aku pun sangat tergoda ingin membangunkanmu pada saat itu.”
Aku, “…”
Gu Wei, “Dulu aku berpikir bahwa gedung apartemen itu hanyalah sebuah bangunan, akan tetapi sekarang aku sedikit merasa bahwa gedung apartemen ini serasa sebuah rumah bagiku.”
===
Gu Wei selalu suka untuk bersikap romantis kepadaku ketika aku belum bangun dari tidurku. Mengucapkan kata-kata cinta yang tidak jelas. Mengapa Gu Wei melakukan semua itu? Alasan yang pertama adalah karena aku tidak akan membantah kata-kata yang diucapkan oleh Gu Wei itu karena aku dalam keadaan sangat mengantuk; alasan yang kedua adalah karena aku secara tidak sadar akan mengulang-ulang kembali kata-kata yang diucapkan oleh Gu Wei itu di dalam otakku sepanjang hari itu dan hal itu membuatku merasa malu.
Karena tidak ada yang menggangguku selama aku tidur, dan keadaan di sekitarku terlalu menyenangkan, maka aku pun menjadi sering merasa mengantuk, dan aku dengan cepat tertidur pulas.
Begitu aku terlambat untuk bangun, Gu Wei sudah kembali dan duduk di sebelahku sambil memainkan rambutku.
Aku menatap Gu Wei dengan bingung.
Gu Wei tertawa dan menarikku agar aku bangun, buku berjudul ‘Melewati Dunia Perfilman’ yang ada di tanganku itupun jatuh ke atas tempat tidur.
Gu Wei bertanya, “Apakah kau pernah menyaksikan film What’s Eating Gilbert Grape?”
Aku menganggukkan kepalaku dengan ragu-ragu, karena aku hanya memiliki kesan samar terhadap film-film lama.
Gu Wei berkata, “Nama tokoh utama wanita di film itu adalah Becky. Dimana pun Becky berada, kedamaian yang dimiliki oleh Gilbert selalu menyertainya.”
Pada saat itu, aku tidak sepenuhnya memahami betapa Gu Wei sangat menghargaiku. Setelah itu, aku pun kemudian menyaksikan kembali keseluruhan film yang diceritakan oleh Gu Wei itu. Di film itu; setiap harinya, minggu demi minggu, selalu terjadi masalah keluarga yang sepele, masalah yang sebenarnya tidak perlu terjadi, kebahagiaan yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya; semua itu terjadi secara berulang-ulang. Cerita di film itu seperti kehidupan yang sebenarnya. Mungkin kau bisa saja hidup sendiri, tetapi pada akhirnya akan ada seseorang yang memberikanmu arah hidup, dan kemudian kalian akan melanjutkan hidup bersama.
===
Pada suatu hari ketika aku pergi ke rumah sakit, aku kebetulan melihat Gu Wei sedang memilah-milah buku jurnal kerjanya. Gu Wei mengambil sebuah foto dari halaman depan buku jurnal kerjanya yang lama, dan meletakkan foto itu di halaman depan buku jurnal kerjanya yang baru.
Foto itu adalah pada saat pesta barbekyu yang diadakan oleh departemen mereka. Aku sedang duduk di atas permadani, di tengah-tengah halaman rumput yang sangat luas. Gu Wei membaringkan kepalanya di kakiku, ketika Gu Wei dengan ekspresi ceria mengangkat lengannya untuk menunjukkan foto-foto yang ada di dalam kameranya.
Mata Gu Wei tampak bersinar di bawah sinar matahari bulan April yang cerah.
Aku tidak tahu siapa yang mengambil foto itu.
Di belakang foto itu terdapat tulisan tangan Gu Wei, ‘2010.04 Xiao Xiao’, diikuti dengan tanda koma yang sangat tebal, akan tetapi tidak ada lagi yang ditulis oleh Gu Wei setelah tanda koma itu.
Aku ini bukanlah orang yang sangat lembut, atau lebih tepatnya, ketika aku berpikir bahwa aku ini sedang bersikap lembut; di mata orang lain, aku masih terlihat seperti orang yang dingin dan acuh tak acuh. Biasanya, aku tidak terlalu banyak merasakan gejolak emosi di dalam diriku, bahkan jika aku merasakan gejolak emosi sekalipun, orang lain tidak dapat melihatnya. Selain itu, aku ini juga sangat pelupa. Bahkan jika pada suatu ketika aku merasa sangat tersentuh, aku akan melupakan semua itu dalam beberapa hari kedepan. Ibuku berkata, bahwa aku ini tidak peduli terhadap apapun juga. Tetapi aku pikir, tidak ada yang salah dengan sifat pelupa. Aku juga sudah mengalami hal-hal yang membahagiakan, bahkan hal-hal yang buruk dan tidak menyenangkan sekalipun tidak terlalu berpengaruh kepadaku, sehingga aku bisa menjalani hidup dengan jauh lebih mudah.
Orang-orang sering mengatakan, bahwa Lin Zhixiao hanya bisa bicara mengenai urusan resmi, akan tetapi tidak memiliki bakat untuk membicarakan mengenai masalah pribadi. Lin Zhixiao bisa menjadi kolega, mitra, dan rekan kerja yang baik, akan tetapi jika menjadi seorang kekasih, Lin Zhixiao bisa mencekik pasangannya itu sampai mati. Maka terkadang aku pun bertanya-tanya, bagaimana Gu Wei bisa bertahan dengan karakterku yang seperti itu, dan memperlakukan aku dengan sangat baik selama bertahun-tahun sejak kami berdua pertama kali bertemu.
Gu Wei hanya berkata, “Apakah kita ini merasa bosan bersama? Aku pikir ini hal yang bagus.”
===
Suatu kali, aku melakukan perjalanan bersama teman-temanku untuk pergi berendam ke pemandian air panas. Pada saat musim liburan seperti itu, kolam pemandian dalam berbagai ukuran di tempat itu dipenuhi oleh banyak orang. Akan tetapi, ada satu kolam di tempat itu yang sangat sepi. Pemandu mengatakan bahwa kolam itu adalah kolam mata air pegunungan, dan pada dasarnya kolam itu hanya dijadikan sebagai hiasan saja.
Aku menghampiri kolam itu untuk melihatnya lebih dekat. Air di kolam itu sangat jernih dan sejuk. Di tengah-tengah kolam itu diletakkan batu alam yang sangat besar. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba saja aku memikirkan Gu Wei. Karakter Gu Wei benar-benar seperti mata air pegunungan itu. Gu Wei terlihat sangat halus, lembut, menyegarkan, dan sopan. Ketika kau memegang Gu Wei, kau akan merasakan kebahagiaan yang tidak terlukiskan. Kemudian ketika kau berada di pelukan Gu Wei, meskipun seumur hidup menjadi batu, hal itu tetap akan terasa sangat membahagiakan.