The Oath of Love vol. 2 (Bahasa Indonesia) - Chapter 1
Bahkan jika kehidupan berulang berkali-kali, pada musim semi itu, aku masih akan jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama.
Aku dulu berpikir bahwa dalam hidupku ini aku tidak akan pernah bisa untuk menunggu – dunia ini begitu luas, dan kehidupanku berjalan dengan sangat lambat, apa yang harus aku lakukan jika aku tidak bertemu dengan orang yang aku cintai?
Sejak dulu, ‘lebih dari 3 miliar pria yang ada di dunia ini, 700 juta pria ada di China, dan ada banyak ikan di laut!’ semakin menjelaskan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, dimana kita bisa mengenal lawan jenis dan kemudian menjalin persahabatan yang mendalam dengan mereka adalah merupakan hal yang langka. Begitu langka, sehingga aku bersiap untuk ‘menerima perjodohan dari orang lain’, perlahan-lahan menemukan pria yang cocok, dan kemudian berkenalan dengan pria itu. Aku sudah siap untuk menemukan pria yang cocok dan kemudian menikah dengan pria itu tanpa adanya kejutan. Tetapi pada titik balik yang tidak terduga dalam hidupku, aku menemukan belahan jiwaku.
Pada bulan Maret tahun 2009, ketika aku melihat Ayahku dibawa keluar dari ruang operasi, aku tidak menyangka bahwa dokter yang berada di belakang meja operasi itu akan menjadi pasangan hidupku seumur hidup.
Aku pikir dalam hubungan ini, aku tidak akan pernah bisa melampaui Gu Wei. Aku hanya mengikuti kata hatiku dan mengikuti Gu Wei sepanjang hubungan kami ini, tetapi Gu Wei harus memikirkan masa depan kami berdua. Gu Wei selalu bercanda dengan mengatakan, “Lin Zhixiao, aku sekarang tidak berani membuat kesalahan.”
Pria yang pada umumnya sebenarnya sangat dewasa, dan sesekali bersifat kekanakan ini, hampir memenuhi seluruh sudut pandangku mengenai cinta.
Gu Wei berkata, “Aku akan selalu berada di sisimu, tidak peduli dalam keadaan baik ataupun buruk sekalipun.”
Aku berkata kepada Gu Wei, “Bahkan jika hidup berulang berkali-kali, pada musim semi tahun 2009 itu, aku masih tetap akan jatuh cinta kepadamu pada pandangan pertama.”
Sebenarnya, aku tidak begitu mengenal Gu Wei pada saat itu.
Sebelum aku dan Gu Wei menegaskan hubungan kami berdua, aku dan Gu Wei terlebih dulu benar-benar mencoba untuk saling mengenal satu sama lain dengan baik untuk waktu yang lama, baru kemudian kami berdua memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih dengan cara yang membingungkan.
Gu Wei berkata, “Setelah sekian lama melayang di udara, akhirnya kakiku menginjak tanah juga.”
Aku berkata, “Mengapa aku bisa berkebalikan denganmu? Aku merasa saat ini kakiku tidak menginjak tanah …”
Hal itu semacam perbedaan rasa antara ‘Oh, akhirnya!’ dan ‘Ini benar …’ perasaan tidak nyata diantara kami berdua.
Gu Wei menggenggam tanganku, dan berkata dengan sangat tenang, “Baiklah, aku tidak melayang lagi.”
Padahal, setelah kupikir-pikir, pada saat itu kami berdua memang belum saling mengenal. Gu Wei tidak memahamiku, dan aku juga tidak memahami Gu Wei. Aku dan Gu Wei adalah dua orang yang sudah sangat bertekad untuk bisa bersama, dan kami berdua melakukan yang terbaik yang bisa kami lakukan agar kami bisa bersama. Harus aku katakan bahwa kami berdua sangatlah beruntung karena kami akhirnya bisa bersama.
Ketika kami berdua akhirnya bersama, suatu ketika Gu Wei bertanya kepadaku, “Apakah kau tidak merasa keberatan karena aku enam tahun lebih tua darimu?”
Aku tidak pernah menyangka bahwa Gu Wei akan mengkhawatirkan masalah ini. Aku pikir wanita-lah yang lebih peduli mengenai masalah usia. Bagaimana aku …
Gu Wei berdeham dengan canggung, “Lupakan saja aku pernah menanyakan hal itu.”
Setiap kali aku melihat telinga Gu Wei memerah, aku selalu ingin menggoda Gu Wei, “Sepertinya tidak!”
Gu Wei benar-benar tercengang.
Aku berkata, “Aku tidak berpikir kau cukup tua. Aku berharap kau berusia enam belas tahun lebih tua dariku, jadi tidak akan ada yang merebutmu dariku!”
Gu Wei menghela napas, “Kau masih muda, sedangkan aku sudah tua …”
Setelah beberapa bulan bersama, aku menemukan bahwa Gu Wei tidak asing dengan kampusku. Aku ingat bahwa aku sebelumnya belum pernah menanyakan mengenai kampus dimana Gu Wei mengambil program sarjananya dulu. Pada saat itu, aku merasa sangat senang karena aku mengira bahwa aku dan Gu Wei merupakan alumni dari kampus yang sama, tetapi kemudian Gu Wei berkata, “Aku pernah datang ke kampusmu ketika aku sedang menghadapi pertandingan persahabatan sewaktu aku masih kuliah dulu.”
Ckckckc, kehidupan pascasarjanamu memang lebih beragam dariku.
Aku berkata dengan dingin, “Pertandingan sepak bola, bukan?”
Gu Wei berkata, “Mengapa kau tidak menebak pertandingan bola basket?”
Aku mengamati kaki Gu Wei yang panjang dan jenjang itu, “Tahukah kau bahwa anak-anak yang sering bermain sepak bola, memiliki kaki berbentuk huruf O?” (sebenarnya kaki Gu Wei yang berbentuk seperti huruf O itu tidak terlihat dengan jelas, aku mengetahuinya karena aku mengamatinya dengan lebih seksama.)
Gu Wei tersipu, dan hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Kemudian Gu Wei menceritakan kepadaku mengenai hari-harinya pada saat dia menempuh pendidikan sarjananya dulu. Pada dasarnya yang dilakukan oleh Gu Wei semasa kuliah dulu hanyalah belajar, belajar, dan tetap belajar. Juga orang-orang yang ditemui dan dikenal Gu Wei pada saat kuliah dulu, para mahasiswa, perundungan, dan orang-orang yang suka merundung yang lain yang ada dimana-mana tempat.
Maka aku pun berkata dengan serius kepada Gu Wei, “Aku ingin kuliah lagi untuk mendapatkan gelar Ph.D, aku ingin melampauimu!”
Gu Wei berpikir sebentar, “Hmm … baiklah, jika kau memang benar-benar menginginkannya, maka aku akan mendukungmu.”
Aku merasa sangat tersentuh ketika mendengarnya.
Gu Wei kemudian menambahkan, “Menikah, kemudian melanjutkan kuliah.”
Aku, “…”
Gu Wei, “Menikah dulu, dan kemudian kuliah lagi untuk mendapatkan gelar Ph.D adalah demi kebaikanmu sendiri. Jika tidak, seorang wanita yang memiliki gelar doktor yang masih lajang dan tinggal di asrama, adalah suatu hal yang sangat menyedihkan.”
Belakangan, aku secara perlahan-lahan mengetahui bahwa Gu Wei bersikeras untuk belajar ilmu kedokteran adalah demi untuk bisa memegang pisau bedah, dan bukan demi untuk bisa memegang tabung reaksi. Maka tekanan yang diterima oleh Gu Wei semasa kuliah dulu sangatlah tinggi. Belajar teori dan juga praktik. Kedua hal itu tidak dapat dikesampingkan. Selama tiga tahun, pada dasarnya Gu Wei selalu mengikuti instruksi dari mentornya, dan belajar secara terus-menerus. Setelah lulus dan bekerja di rumah sakit, Gu Wei masih harus menggunakan kedua tangannya itu untuk bekerja keras.
Pada suatu hari, iseng-iseng aku pergi ke kampus Gu Wei dulu untuk mencari nama Gu Wei. Aku melihat bahwa Gu Wei sudah menerbitkan begitu banyak makalah ketika dia masih kuliah dulu. Aku berpikir mengenai berapa banyak literatur dan materi yang harus dibaca Gu Wei untuk bisa membuat semua makalahnya itu, betapa melelahkannya semua itu. Aku pun langsung merasa tertekan. Dan kemudian aku memutuskan bahwa bakat yang dimiliki oleh Gu Wei itu tidak boleh disia-siakan. Maka ketika aku sedang mengerjakan tesisku, aku bertekad untuk meminta Gu Wei membantuku dalam mengerjakan tesisku itu …
Aku pikir citra kuat Kakek yang mengenakan mantel militer dan sedang menunggang kuda mengakar terlalu kuat di dalam hatiku. Aku selalu menyukai pria yang mengenakan mantel panjang. Tetapi rekanku Gu Wei itu – dari jaket biasa, jaket katun, hingga jaket bulu yang dimilikinya, semuanya itu pendek dan tidak panjang. Gu Wei pun berkata, “Aku mengenakan jas putih selama sepuluh jam sehari, apakah kau masih belum cukup untuk melihatnya?”
Aku berkata, “Kau selalu terlihat pantas ketika mengenakan mantel pendek maupun mantel panjang.”
Hari semakin terasa panas, dan pada suatu malam ketika aku pergi ke rumah sakit, Gu Wei sedang mengikuti Direktur rumah sakit untuk melakukan kegiatan rutin, yaitu berkeliling memeriksa para pasien sebelum pulang kerja. Aku menemukan bahwa pria ini sedang mengenakan pakaian kerja model kemeja lengan pendek, dengan warna seperti bawang hijau yang sangat lembut dan segar, yang terlihat sangat mencolok diantara teman-temannya yang mengenakan jas putih itu.
Aku bertanya, “Kapan rumah sakitmu itu akan berhenti untuk menyuruh para dokternya mengenakan jas putih?”
Gu Wei menjawab, “Seragam untuk musim panas kami pada awalnya berlengan pendek.”
Aku kembali bertanya, “Lalu mengapa aku tidak pernah melihat orang-orang mengenakan pakaian seperti itu?”
Gu Wei, “…”
Aku bertanya, “Apakah kau tidak merasa bahwa kau itu seperti koki ketika sedang mengenakan jas putihmu itu?”
Gu Wei, “…”
Setelah itu, Gu Wei menindih pakaian kerja musim panasnya itu dengan sebuah kotak.
Setelah tanggal 1 Mei, Gu Wei mengerutkan keningnya, menatapku dengan sedih, dan ingin mengatakan sesuatu.
Aku bertanya, “Ada apa?”
Gu Wei menjawab, “Ada kegiatan di Hari Perawat.”
Aku memperhatikan ekspresi Gu Wei yang tampak bingung itu, aku pun tertawa dan berkata, “Kegiatan itu bukan program layanan kehidupan berskala besar untuk menyelesaikan masalah pribadi para malaikat, bukan?”
“Bukan, bukan, bukan, tidak ada hal seperti itu, aku hanya mendapat tugas pada hari itu.” Kata Gu Wei dengan cepat.
Aku merasa bahwa kencan buta itu memang benar-benar ada –
“Aku ditugaskan untuk menari,” Gu Wei memegang dahinya, “Menari … bagaimana aku bisa diberi tugas untuk menari? Aku belum pernah menari sebelumnya!”
Aku langsung membayangkan bahwa Dokter Gu yang sedang menari dan melompat itu cukup lucu, sambil menahan senyum dan tawa, aku pun menepuk pundak Dokter Gu dengan tenang, “Sahabat kecilku, tidak ada kata tidak mungkin jika kau mau belajar, tim revolusioner sedang membutuhkanmu. Jangan khawatir, kau tidak sendirian.”
Gu Wei bertanya, “Mengapa kau bisa begitu tenang seperti ini?”
Tentu saja aku sangat tenang. Sebelumnya Chen Cong secara diam-diam sudah memberitahuku bahwa penampilan Gu Wei yang tampan itu bisa menarik banyak orang.
Aku pun langsung mencoba untuk terlihat serius, “Aku baru saja memikirkan mengenai bagaimana aku akan membantumu untuk belajar menari nanti.”
Wajah Gu Wei langsung berubah menjadi gelap.
Aku berkata, “Jangan khawatir, aku sangat profesional, dan aku berjanji untuk membuat kemajuan secara bertahap.”
Gu Wei terkejut dan bertanya-tanya, “Sejak kapan kau bisa menari?”
Aku, “Kapan aku bilang bahwa aku tidak bisa menari?” Ibuku adalah ketua tim dansa selama 12 tahun lamanya.
Gu Wei mengulurkan tangannya dengan curiga, mencubit pinggangku, mencubit kakiku, sembari mencubit, Gu Wei menggelengkan kepalanya, “Sepertinya bukan seperti itu …”
Aku membenci Gu Wei karena Gu Wei memanfaatkan kesempatan ini untuk menggodaku. Kemudian aku menemukan lagu Bossa Nova di ponselku, dan aku pun berkata kepada Gu Wei, “Kemarilah, ikutlah denganku.” Satu menit kemudian, aku berhasil membuat seorang pria bodoh mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
Kemudian, Gu Wei benar-benar pergi menari. Chen Cong mengambil foto Gu Wei yang terlihat buruk ketika Gu Wei sedang melambaikan buket bunga sambil bergoyang kesana-kemari, dan mengirimkan foto itu kepadaku. Gu Wei sangat malu, sehingga Gu Wei pun dengan cepat segera menghapus foto itu. Adapun apa yang terjadi antara Gu Wei dan Chen Cong setelah hal itu, aku tidak mengetahuinya.
Pada suatu hari ada kunjungan dari tim tamu ke rumah sakit Gu Wei untuk memberikan presentasi. Aku tidak ada kelas pada sore itu. Aku merasa penasaran dan menyelinap ke ruang presentasi Gu Wei. Aku duduk di sudut dan menyaksikan Gu Wei melakukan presentasi dalam bahasa Inggris di atas panggung. Aku belum pernah mendengar Gu Wei berbicara dalam bahasa Inggris sebelumnya. Aku tidak tahu bahwa aksen dan pelafalan Gu Wei dalam berbahasa Inggris sangatlah fasih, dan suara Gu Wei juga terdengar sangat jelas dan mantap, sehingga aku pun merasa terdorong ingin mencatat hal itu.
Aku pikir Gu Wei tidak mengetahui kehadiranku, tetapi ketika Gu Wei mengakhiri presentasinya itu dan turun dari panggung, Gu Wei melihat ke arahku dan tersenyum.
Setelah Gu Wei selesai melakukan presentasi itu, aku berdiri di depan pintu dan menunggu Gu Wei. Chen Cong keluar terlebih dulu dan langsung menggodaku begitu dia melihatku, “Yo, kau datang untuk memeriksa pekerjaan Gu Wei.”
Dua orang dokter dari rumah sakit lain yang mengenal Chen Cong keluar dari ruang presentasi, maka setelah mereka saling berjabat tangan dan berbasa-basi, kedua dokter itu berkata sambil bercanda, “Apakah adik perempuan ini pegawai baru di rumah sakitmu?”
Chen Cong, “Bukan, bukan. Dia ini keluarga dari pegawai rumah sakit kami.”
Aku diam saja …
Aku memainkan ponselku sambil menundukkan kepalaku, tiba-tiba saja aku merasa ada tangan yang menyentuh kepalaku. Ketika aku mengangkat kepalaku, Gu Wei sedang menatapku sambil menunjukkan senyuman di wajahnya itu.
“Dokter Gu, bolehkah aku tergila-gila kepadamu?”
“Ya, permintaanmu itu aku kabulkan, kau tidak akan dikenakan biaya.”
“Kau sangat menawan ketika sedang melakukan presentasi. Aku selalu merasa bingung antara melihatmu ataukah harus mencari kamus?” Pria yang menarik dan kosakata bahasa Inggris yang profesional sulit menarik hatiku secara seimbang.
Aku berjalan berdampingan dengan Gu Wei, dan bertemu dengan Chen Cong dan dua dokter yang sebelumnya tadi di lobi.
Kedua dokter itupun berkata, “Jadi kau adalah anggota keluarga Dokter Gu!”
Gu Wei berkata, “Ya.”
Kedua dokter itu, “Nasib baik, sungguh sangat beruntung.”
Gu Wei berkata, “Ya.”
Tuan Gu, bisakah kau tetap bersikap rendah hati?
Setelah hubungan kami berdua mantap dan stabil, Gu Wei membawaku ke departemen mereka untuk menghadiri acara makan malam. Ini adalah acara di departemen Gu Wei yang pertama kali aku hadiri, dan aku merasa agak sedikit gugup, karena aku bertemu dengan Direktur A yang tampak sangat berwibawa itu, selalu ada perasaan seperti itu ketika aku bertemu dengan orang yang lebih tua.
Ketika perjamuan makan dimulai, Direktur A tersebut menunjuk gelas anggur milik Gu Wei, dan berkata, “Gu Wei, kau bisa melihat dirimu sendiri, ketika kau sedang bekerja, pikiranmu mengembara kemana saja, hah?” Kemudian Direktur A itupun mengangkat dagunya ke arahku, “Yang mana orangnya? Oh, dia itu ‘kan bukti nyatanya!”
Gu Wei merasa sangat malu, dan langsung meminum semua isi gelasnya itu.
Sebenarnya, aku tidak pernah tahu kapan dan bagaimana Gu Wei bisa jatuh cinta kepadaku.
Meskipun nasihat dari Tuan Direktur itu membuat aku dan Gu Wei agak sedikit bingung, tetapi ada beberapa hal yang tidak boleh membuat kami berdua merasa bingung akan hal itu. Maka, aku pun mencoba membuat obrolan selingan. Tetapi Gu Wei terus saja tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.
Mendesak Gu Wei untuk mengatakan mengenai kesan pertamanya kepadaku adalah hal terbaik berikutnya yang bisa untuk dilakukan.
Jawaban Gu Wei adalah, “Aku tidak ingat.”
Aku pun memukul Gu Wei dengan bantal.
Gu Wei menyorongkan kacamatanya, meraih majalah yang ada di sebelahnya dan mulai membolak-balik majalah itu seolah-olah tidak ada yang terjadi, “Berapa banyak wanita yang bersedia untuk menjelek-jelekkan wajah mereka sendiri demi pria yang baru mereka kenal kurang dari dua hari lamanya?”
Kepalaku memikirkan semua itu, “Oh!” kataku, aku berkata pada diriku sendiri, mungkin hatiku yang pada saat itu telah menggerakkanku …
Sampai suatu ketika aku mendengar sepupu perempuan Gu Wei yang lebih tua dari Gu Wei dan Andre membisikkan sebuah gosip, “William jatuh cinta kepada Alex pada pandangan pertama.”
(Catatan: Nama Barat Gu Wei adalah William Gu, sedangkan nama Barat dari Lin Zhixiao adalah Alex Lin.)
Andre bertanya, “Mengapa kau bisa begitu yakin?”
Sepupu Gu Wei, “Baiklah … William, bagaimana rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama?”
Gu Wei, yang sedang duduk sambil menonton TV, menjawab, “Otak kecil normal saja. Tetapi otak besar seperti disiram dengan air mendidih.”
Gambaran macam apa itu?
===
Aku membawa Gu Wei ke kampusku untuk pertama kalinya, dua orang berjalan perlahan-lahan sambil bergandengan tangan di sepanjang jalan.
Gu Wei jarang melihatku menghubungi teman sekelasku pada saat aku kuliah dulu, maka Gu Wei pun bertanya kepadaku, “Bagaimana kehidupan perkuliahanmu dulu?”
Aku memikirkannya sejenak, “Aku tidak begitu mengingatnya dengan baik.” Sepertinya semuanya berjalan dengan sangat cepat. Empat tahun sudah berlalu, menengok ke belakang dan menghitung tahun-tahun yang sudah berlalu, yang tertinggal di dalam ingatan tidak dapat dianggap sebagai hal yang baik dan indah.
Aku bertanya, “Gu Wei, apakah kau percaya bahwa aku adalah gadis yang tidak menyenangkan pada saat aku kuliah dulu?”
Gu Wei menatapku, dia tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya.
Empat orang tinggal bersama di asrama. Aku terputus kontak dengan si A setelah dia pergi ke luar negeri; si B selalu curiga bahwa aku mempunyai hubungan yang tidak normal dengan kekasihnya; si C mengira bahwa aku ini memiliki kepribadian yang dingin dan suka menyendiri. Hingga saat ini, kami masih tetap saling berhubungan rutin setiap enam bulan sekali, tetapi percakapan diantara kami tidak jauh dari, “Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?”, “Tidak buruk.”, “Aku juga.”, hanya percakapan seperti itu saja.
Dalam empat tahun terakhir ini, tampaknya tidak banyak saat-saat dimana kami berempat bahagia dan tertawa bersama. Keadaannya biasa-biasa saja.
Pada saat itu, Sansan datang menemuiku di asrama untuk yang pertama kalinya. Sansan berdiri di lantai bawah asrama untuk menungguku, dan mendengar dua orang gadis yang membawa botol air sedang mengobrol satu sama lain.
“Apakah pacarku akan menerima telepon dari gadis itu?”
“Menggoda orang sudah menjadi kebiasaan gadis itu, bukan?”
Maka, begitu aku memasuki asrama dan menemukan bahwa kedua gadis itu adalah teman sekamarku, Sansan tertawa di tempat dan mengangkat dagunya ke arah si B, “Lin Zhixiao, apakah kau ingin menggoda pacar orang?”
Aku mengerutkan kening dan berkata, “Kami berdua tergabung di grup orkestra yang sama, hubungan kami berdua hanyalah sebatas hubungan kerja.”
Sansan mengerucutkan bibirnya, “Itu benar, aku juga ingin tahu sejak kapan seleramu berubah.”
Ketika Sansan datang mengunjungiku di asrama untuk yang kedua kalinya, teman sekamarku itu langsung mengernyitkan keningnya, aku pun langsung menjadi marah, “Nona, kau benar-benar menderita paranoid, bukan? Kami berdua benar-benar tidak menyukai tipe seperti pacarmu itu.”
Aku harus mengakui, Sansan benar-benar sudah membantuku melampiaskan amarahku pada saat itu, dan hal itu sangatlah luar biasa. Setelah itu, suasana di asrama menjadi sangat dingin.
Kemudian, ketika aku kuliah lagi untuk mengambil gelarku yang kedua, kelas yang aku ambil selalu penuh, sehingga aku memiliki waktu yang lebih sedikit untuk kembali ke asrama.
Kemudian, aku berkenalan dengan seorang pecinta kuliner berpengetahuan luas, admin di perpustakaan yang bernama Paman Q, yang memiliki kemampuan untuk merasakan jus abalon layaknya susu kedelai.
Kemudian, aku bertemu dengan L, seorang gadis dari pedesaan di Selatan yang menyukai makanan penutup dan kerajinan tangan, yang memutuskan untuk menjadi penerjemah SOHO.
Kemudian, aku bertemu dengan banyak senior laki-laki dan perempuan, dan diantara mereka, aku sangat mengagumi seniorku yang bernama Shao Jiang.
Kemudian, aku bertemu dengan Si Lan, seorang seniman yang terlahir dengan memiliki jiwa pengembara.
Kemudian, Paman Q terkena penyakit stroke dan mengundurkan diri dari pekerjaannya itu.
Kemudian, L terkena penyakit darah, dan aku menghadiri pemakaman L sambil membawa kotak coklat buatan tangan yang aku buat sendiri pertama kalinya dalam hidupku ini.
Setelah itu, para seniorku, laki-laki dan perempuan, melanjutkan studi dan bekerja, dan aku pun tidak bisa lagi bertemu dengan Shao Jiang.
Dan kemudian, ketika Si Lan pergi jauh dari rumah, aku hanya bisa menerima kartu pos dari Si Lan yang berada ribuan mil jauhnya dari tempatku berada.
Orang-orang yang ada di kampusku, tampaknya satu-persatu kami harus berpisah satu sama lain. Mereka yang meninggalkan kenangan indah untukku, pada akhirnya, satu-persatu, mereka semua pun harus pergi.
“Aku belum pernah kembali lagi ke kampusku ini sejak aku lulus dulu. Dan aku tidak tahu mengapa sekarang aku kembali lagi ke kampusku ini. Apa yang paling aku ingat dengan jelas sekarang adalah pada saat dimana hari sedang turun hujan, aku sibuk mengerjakan soal-soal di kelas ujian masuk sampai jam 1 pagi, bukankah itu adalah hal yang buruk?”
Gu Wei tersenyum, menggenggam tanganku dan kami pun mulai berjalan mengelilingi kampus.
Aku dan Gu Wei pun pergi ke perpustakaan, memeriksa jadwal kelas, menghadiri kelas studi utama yang ada di kampusku itu. Setelah menghadiri kelas itu, Gu Wei pun mengangkat bahunya, “Ternyata semua ini lebih membosankan dari yang aku kira.”
Kemudian aku dan Gu Wei pergi ke toko yang menjual makanan. Aku membeli puff pastry ukuran jumbo yang dulu sangat aku sukai. Gu Wei menghabiskan satu buah puff pastry itu dan kemudian berkata, “Makanan ini rasanya sangat manis dan kalorinya juga sangat tinggi, benarkah kau bisa memakan makanan ini sebanyak tiga buah hanya dalam sekali makan?”
Kemudian aku dan Gu Wei pergi ke stadion sepak bola. Kami berdua duduk di tribun dan menyaksikan babak pertama dari pertandingan persahabatan antara dua fakultas yang tidak kami ketahui itu. Aku dan Gu Wei kemudian bertaruh. Aku menjagokan tim A dan Gu Wei menjagokan tim B. Pada akhirnya, tim yang dijagokan Gu Wei itulah yang menang, dan aku pun harus mentraktir Gu Wei makan malam karena sudah kalah taruhan.
Kemudian aku dan Gu Wei pergi ke kelas ujian masuk, dimana di kelas itu dulu aku biasa duduk di sana sebagai seorang gadis kecil yang tenggelam dalam buku-buku yang dipelajarinya itu.
Pergi ke ruang piano, Gu Wei berdiri dengan tenang di sampingku, menyaksikanku memainkan alat musik dengan variasi lagu dari Turki.