Like Wind on A Dry Branch - Chapter 38
“Tapi benda ini sudah tidak diberkati selama tiga bulan hingga saat ini.”
Santa Tania berdiri pada kata-kata Killian dan berjalan menghampirinya. “Apa pentingnya beberapa bulan? Tampaknya berkat pada benda itu akan bertahan selama beberapa ratus tahun.”
Santa Tania langsung mengenali bahwa benda itu bukanlah barang biasa. Tania mengulurkan tangan dengan posisi terbuka ke arah Killian, yang sedang berada di atas punggung kuda. “Boleh saya memeriksanya sebentar?”
Killian tak kelihatan terlalu senang tentang hal itu, tapi dia melepaskan kalung itu dan menunjukkannya pada Tania. Dia memang menurunkannya ke arah Tania, tapi tidak melepaskan tali kulitnya.
Santa Tania meraih dan menyentuh kalung itu seraya memeriksanya. Ujarnya, “Ini adalah benda suci. Berkat yang telah diberikan kepadanya takkan perna pudar. Ini adalah berkat semi permanen.”
“Benda suci?” Killian bertanya lagi dengan mata memicing.
Santa Tania berpikir bahwa aneh kalau Killian bereaksi seakan tidak tahu nilai dari kalung itu dan bertanya kepadanya, “Dari mana Anda mendapatkannya?”
“Ini hanyalah kemampuan rendahan, tapi saya telah memberkatinya.”
Killian teringat kembali pada suara Rietta ketika wanita itu memberikan benda tersebut kepadanya dengan tangan gemetaran. “Ini adalah hadiah yang kuterima sebagai balas budi atas sebuah perbuatan baik, tapi si pemberi sendiri yang memberkati benda ini.”
Alis Santa Tania berkedut tanpa sadar. “Mungkin Anda telah menyelamatkan nyawanya?”
Killian menutup mulutnya rapat-rapat. Santa Tania lanjut mengira-ngira nilai dari kalung itu, seperti yang pasti akan dilakukannya, bahkan tanpa menyadari bahwa kata-katanya sudah sangat tepat sasaran. “Sepertinya ini bisa dihargai tinggi. Ini adalah sesuatu yang takkan bisa Anda beli bahkan dengan sejumlah besar uang.”
Killian masih tampak tak percaya. “Seorang pemberi berkat biasa yang melakukannya. Apakah pemberian berkat selama beberapa hari memang bisa mengubah benda biasa seperti ini menjadi benda suci?”
“Tidak, benda suci itu langka dan keramat untuk alasan yang bagus….”
Santa Tania mengembangkan kekuatan sucinya untuk memeriksa benda itu. Seakan tali kulitnya beresonansi dengan energi keperakan dari tubuhnya, benda itu berdenyut dan memancarkan cahaya yang murni. Para pendeta terkesiap takjub. Mata sang Santa juga melebar.
“Kalau tongkat dari Kuil Havitas memiliki karakteristik menyerang dari energi iblis atau suci yang kuat, maka yang ini kelihatannya adalah benda suci yang memiliki karakteristik pertahanan dan penolakan. Saya akan harus mencari tahu lebih jauh untuk mengetahui detilnya, tapi tampaknnya benda ini akan efektif terhadap kutukan atau bahkan penyakit.”
“.…”
“Ini adalah benda yang sangat bagus, setia pada niat sejati dari pemberkatan. Bahkan yang terdaftar dalam Buku Benda Suci juga tak ada yang seperti ini.” Sang Santa mengelus kalung itu seakan menginginkannya namun kemudian melepaskan dan melangkah mundur. “Apakah pemilik dari benda ini sudah meninggal?”
Killian mengernyit. “Apa?”
Santa Tania mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. “Dari yang telah Anda katakan, saya jadi ingin tahu apakah orangnya masih hidup.”
“Kenapa?”
“Tentunya, Anda semestinya sudah tahu ceritanya. Benda-benda suci adalah peninggalan dari orang yang telah tiada. Semua pemiliknya sudah mati atau mencabut nyawa mereka sendiri, hanya meninggalkan benda-benda suci ini. Hanya pemberkatan yang paling putus asa yang mampu mencapai hal ini tapi dengan bayaran kekuatan kehidupan dari orang itu sendiri.”
Ekspresi Killian membeku.
“Sejujurnya saja, tidak banyak yang tetap hidup setelah membuat benda suci. Tongkat Havitas, Mahkota Lamenta, semua benda suci terkenal yang dibuat oleh orang-orang dengan kekuatan suci…. Para pembuat mereka pada umumnya melakukan bunuh diri atau dibakar di tiang pancang…. Sangat mengenaskan.” Santa Tania lanjut berkata tanpa ampun. “Yah, bisa saja mereka bohong soal memberkatinya sendiri. Kau tak melihat proses benda ini dibuat, kan? Dan yang bersangkutan masih hidup?”
“.…” Killian menatap cincin di tangannya dengan ekspresi wajah aneh. Tangannya yang lain terangkat ke dahinya.
Santa Tania menganggap anggukan setengah dari kepala Killian sebagai pengiyaan dan meneruskan. “Kalau Anda tak keberatan, Anda harus mendaftarkannya dalam Buku Benda Suci.” Santa Tania berpikir kalau Killian tak tahu banyak tentang benda suci dan dengan baik hati menambahkan penjelasan. “Karena mekanisme di mana sebuah benda biasa menjadi benda suci tidak jelas, ada banyak cendekia yang ingin menyelidikinya. Banyak yang akan ingin tahu bagaimana benda ini dibuat. Sebuah benda suci dengan kualitas ini, apalagi pembuatnya masih hidup, dunia akademisi akan membuat kehebohan soal minat mereka dalam hal ini.”
“.…”
“Ini adalah sebuah kehormatan, dan akan menghasilkan uang dalam jumlah lumayan, jadi akan menjadi kesempatan yang bagus bagi siapa pun yang membuatnya. Tapi apakah Anda membayar mereka dengan harga yang pantas untuk benda ini?” Karena tampaknya Killian tak tahu kalau ini adalah benda suci, maka tak mungkin pria itu akan membayar dengan harga yang pantas. Santa Tania meyakini bahwa orang harus membayar dengan harga yang pantas untuk benda bernilai tinggi, jadi dia tak bisa menahan diri.
“Akan berguna kalau Anda memakainya, tapi akan bagus juga kalau Anda menjualnya sekarang ketika wabah melanda jika Anda punya pemikiran untuk menjualnya. Pada masa-masa seperti ini, orang-orang yang akan membayar dengan harga setinggi langit untuk benda suci dengan karakteristik semacam ini akan berbaris, jadi kalau Anda mengirimnya ke pelelangan -”
Seketika Killian menggeram dan memotong kata-kata Tania dengan nada sedingin es. “Tutup mulut.” Suara yang mengancam. Udara pun terasa kian dingin.
Tak yakin pada apa yang telah menyebabkan amarah sang Duke Agung, semua pendeta pun memucat para serangan verbal mendadak yang diarahkan kepada sang Santa.
Ada beberapa orang pendeta yang merasa was-was karena akan bekerja untuk sang Duke Agung Axias, yang selalu dikelilingi oleh desas-desus mengerikan bahkan meski para pendeta dari Biara Axias telah meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan Santa Tania telah dengan gigih mendorong mereka setelah mencium bau uang. Sejenak mereka sudah lupa akan hal itu dengan imej Killian sebagai pria yang cerdas, berpendidikan, tampan, serta klinik yang telah ditangani secara sempurna. Tetap saja, dia adalah orang yang disebut-sebut sebagai pembunuh gila, dan seorang pria kejam berdarah dingin.
Hawa dingin yang membuat punggung bergidik memancar dari tubuh Killian.
Tania hanya mengangkat bahu terhadap hardikan dingin pria yang mengancam itu. “Makanya, Yang Mulia tak perlu diberkati lagi. Dengan benda suci itu ada di tubuh Anda, takkan ada iblis yang bisa berani mendekati Anda. Saya yakin Anda adalah orang paling aman dari semua yang hadir di sini hari ini.”
****
Untung saja, tak ada hal besar yang terjadi. Sang Duke Agung tidak membunuh, juga tidak menyerang sang Santa. Para pendeta merasa was-was ketika mereka menunggang kuda dalam atmosfer membekukan antara Killian dan Santa Tania yang acuh tak acuh.
Ketika mereka berhenti, langit sudah gelap, dan bintang-bintang bermunculan di langit. Mereka sedang berbincang-bincang di antara mereka sendiri ketika sesuatu yang lain mengalihkan perhatian mereka, melihatke arah penampungan terakhir di puncak bukit yang terakhir.
“Apa yang terjadi di sini?”
Seorang pendeta menjawab pertanyaan Killian dengan mata terpancang pada klinik terakhir itu. “Sepertinya ada orang lain yang telah mendahului kita, karena saya melihat ada seseorang yang melakukan pemurnian area di depan sana.”
“Sendirian, bagaimana…. Pemurnian sebesar itu akan cukup berbahaya. Apa tak masalah?”
Pemurnian area merupakan sihir suci kuat yang disebut sebagai puncak dari sihir pemurnian, namun ini adalah sihir yang memiliki kekurangan karena orang yang merapalnya berada dalam kondisi terbuka tanpa perlindungan sedikit pun. Si perapal akan tak terlindungi jika dia melakukannya sendirian, seperti mata badai, jadi tentu saja, para iblis di sekitarnya bisa menempel begitu saja, dan mudah untuk menjadi sasaran dari kekuatan akhir para iblis.
Seorang pendeta lain yang memiliki kemampuan penglihatan mengarahkan pandangannya ke sana dan menggumam, “Tak mungkin kalau itu tak apa-apa. Tampaknya para iblis wabah sudah mulai menyerang?”
“Kau benar. Empat yang ada di belakang sudah… Tidak, ada lima.”
“Astaga. Bahkan meski belum terlalu lama sejak para iblis itu menempelkan diri mereka sendiri, gejala-gejalanya pasti sudah terlihat.”
Killian menatap ke arah sosok itu, yang sedang berdoa di tengah-tengah klinik. Tentu saja, dia tak bisa melihat para iblis itu dengan matanya, tapi dia mengenali wanita mungil dengan helai-helai rambut pirang dalam gaun linen sederhana yang familier.
“Rietta…?”
Tania, yang telah maju ke arahnya, bertanya. “Apa Anda kenal siapa orang itu?”
Killian menggebah kudanya tanpa menjawab.”
Orang-orang di klinik mendapati kelompok pendeta yang sedang menyusuri jalan dan mulai berkumpul ke arah mereka. Si wanita membuka matanya dan menolehkan kepala, menyadari keributan yang sedang terjadi.
“Oh, para pendeta sudah tiba!” Tubuh Rietta sedikit goyah, tapi dia bangkit dan buru-buru berjalan ke arah mereka dengan raut wajah lega.
Iblis-iblis yang mengerikan menempeli tubuh Rietta dan bergelayutan di situ. Para pendeta melihatnya dan berjengit, melangkah mundur secara instingtif. Hanay Santa Tania dan Killian yang tidak mundur.
Rietta telah melihat kelompok orang-orang berjubah pendeta tapi langsung goyah ketika melihat sang Duke Agung dalam kegelapan, mengenakan pakaian biasa dengan topi ditarik dalam-dalam di atas kepalanya.
“…Rietta.” Perlahan, Killian bicara. “Bagaimana kau bisa ada di sini?”
Rietta tampak gugup ketika mendengar suara Killian. Pria itu kedengaran marah.
“Li… Liburan saya sudah selesai, Tuan. Para kesatria Anda melihat saya dan mengantar saya masuk.”
Liburan. Benar. Killian sudah menyuruh Rietta agar beristirahat selama kira-kira satu minggu. Tapi itu tak berarti bahwa aku memberinya izin untuk memasuki area isolasi pada hari kedelapan, kan?
Sungguh? Wanita ini?
para kesatria sudah pernah sekali makan malam bersama dengan Rietta. Tak mungkin mereka tidak mengetahui tentang pemberi berkat dari Sevitas yang terkenal. Setidaknya akan ada satu orang kesatria yang mengenali dirinya. Jadi. Para kesatria yang mengenali dia mengantarnya masuk tanpa curiga sedikit pun karena dia bilang dia kemari untuk bekerja setelah istirahat seminggu? Bahkan tanpa memeriksa untuk melihat apakah aku sudah mengizinkannya lebih dulu?
Para tabib dan pemberi berkat dari klinik-klinik lain harus membawa dokumen-dokumen perizinan untuk bisa bepergian. Satu-satunya yang merupakan pengecualian adalah para pendeta dari Alpheter, yang memiliki dokumen identifikasi yang dikeluarkan oleh pihak kuil.
Killian menatap dingin pada Rietta. “Memasuki area ini tanpa seizinku adalah hal terlarang.”
“Eh?” Mata Rietta melebar. “Ta-tapi…. Bukankah ini adalah izin tertulis dari Anda?”
Rietta panik melihat sikap Killian, yang tampak benar-benar marah, lalu mengeluarkan selembar kertas dari bagian dada pakaiannya. Dokumen yang mengizinkan dia memasuki area-area karantina itu distempel dengan cap Duke Agung Axias.
Dalam sekejap, Killian langsung memahami situasinya. Vetere. Berandal tua licik itu.
Killian tidak setengah-setengah dalam usahanya memutus wabah. Sebagian besar uang dan tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menjalankan wilayah harus melalui dirinya, tapi ada batasan tentang seberapa banyak hal kecil bisa dia tangani sendiri. Jadi, Killian telah memberikan dana dalam jumlah tertentu kepada masing-masing pengurus klinik untuk mereka pergunakan dengan bebas seraya memberi mereka seperangkat panduan untuk menggunakan dana-dana tersebut. Setelahnya mereka akan melapor kepadanya tentang bagaimana mereka memakai dana itu.
Mereka mencari sendiri orang-orang yang bisa dipercaya dari dalam wilayah, menambahkan mereka pada kumpulan tabib dan pemberi berkat yang Killian kirim sendiri. Merupakan hal efisien untuk memberi kepercayaan kepada penduduk setempat yang mengetahui apa yang sedang terjadi, jadi Killian memberikan izinnya. Tetap saja, mereka membutuhkan stempel persetujuan akhir Killian untuk memasuki area terisolasi, jadi kemarin dia memberitahu Vetere agar mengizinkan saja mereka semua masuk kalau tak ada alasan apa pun untuk menolaknya, dan pada saat itulah Vetere juga menyetujui dokumen Rietta.
Killian menyentakkan kepalanya ke arah Vetere, namun Vetere menghindari tatapannya dan bergerak-gerak gelisah. Rietta tergagap ketika menjelaskan bagaimana dia melihat pengumuman mengenai orang-orang yang dibutuhkan di klinik-klinik dan bagaimana dia telah mendaftar sebagai pemberi berkat. Killian tak tertarik dengan penjelasan itu.
Killian menyentak dingin, “Apa kau amat sangat membutuhkan uang?”
“Tuanku?”
“Kalau tidak, kenapa kau begitu bersikeras memaksakan dirimu sendiri sampai seperti itu? Tak peduli sebesar apa pun kau dibayar, apa kau tak tahu kalau ini berbahaya bagi tubuhmu?”
Bekerja di area karantina adalah pekerjaan dengan bayaran bagus. Suara marah itu meneruskan. “Bukankah aku sudah menjelaskan padamu kalau kau tak perlu membayar kembali jumlah sebesar itu?”
Dengan gugup Rietta menggigiti bibirnya.
Kemudian, seorang pria yang tampak kesal menarik tali kekang Killian dari tangannya. “Siapa si bodoh yang lancang ini? Turun dari kudamu sekarang juga! Apa kau berhutang uang pada si bodoh ini? Kalau memang begitu, biar aku yang akan membayarkannya!”
Darah seakan terkuras dari wajah Rietta. “Dia adalah sang Duke Agung!”
“Apa?”
Rhea, kuda Killian, meringkik kesal dan mengguncang tali kekangnya hingga lepas dari tangan orang aneh itu. Dengan terlambat pria itu baru mengenali kuda hitam menjulang serta Killian yang ada di kegelapan lalu wajahnya pun ikut memutih.
“Tu-tuanku!” Pria itu menjatuhkan lututnya lalu membaringkan dirinya sendiri hingga rata ke tanah.
Killian memancangkan kernyitannya ke arah Rietta, mengabaikan pria yang meringkuk di tanah. “Kau tidak dibayar?”
Dia menatap Rietta. “Santa Tania.” Killian meneruskan, tatapan masih terpancang pada Rietta. “Pertama-tama, urus pengobatan wanita ini.”
Kemudian, Killian mengibaskan tangan dari arah dadanya. Belatinya menyambar lewat, menancapkan diri ke tebing.
“Hiii…!”
Suara tercekat. Seorang pria yang bersembunyi di belakang tebing dalam kegelapan jatuh berlutut dengan syok akibat belati yang tiba-tiba muncul itu.
“Colbryn, Damien. Bawa para pendeta dari Alpheter masuk.” Sang Duke Agung Axias melontarkan senyum yang membuat punggung menggigil dengan hawa membunuh memancar dari mata merahnya. “Sepertinya ada tamu yang harus kujamu…. Karena aku melihat wajah yang familier dalam bayang-bayang.”
Cedric Caballam, pelayan setia mendiang Cassarius, berjalan mundur sia-sia dengan tumitnya mengais tebing.