Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 230
Mendengar pernyataan jujur Momo Chang, Chang-Hu-shi akhirnya merasa canggung. Dia duduk tegak dan berhenti bicara. Momo Chang melontarkan tatapan tidak senang lagi pada menantunya sebelum perlahan meneruskan, “Setelah putraku yang berumur pendek meninggal, bila bukan karena Tuan Ye yang mengirimkan penjaga untuk mengawal kami, kami bahkan takkan berani membawa peti mati putraku ke kampung halaman kami. Berkat Tuan Ye-lah tulang belulang ayahnya Nian bisa dikuburkan!”
Pada kata-kata ini, Momo Chang mulai tersedak dengan isakan dengan mata memerah. Minglan langsung menghiburnya, “Momo, jangan terlalu bersedih, hal itu tak baik bagi kesehatanmu. Momo adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan oleh Kakak Ipar Chang dan kedua anak itu.” Chang Yan dan Chang Nian juga mendekat untuk menghibur nenek mereka.
“Nyonya, maafkan aku karena bersikap seperti ini.” Momo Chang memulihkan diri dan menyeka air mata dengan sapu tangannya seraya mengatakan hal itu sambil tersenyum.
Tepat pada saat ini, Mama Hua membawa Rong masuk.
“Rong, lihat siapa ini?” Minglan berkata sambil tersenyum. “Kemari beri salam pada Momo.”
Rong mengenakan mantel kasa merah muda berkilau, yang mana membuat dirinya tampak halus dan cerah. Setelah dia tiba, pertama-tama Rong menatap Momo Chang, Chang Yan, dan Chang Nian. Kemudian dia memberikan salam dengan penuh hormat seraya berkata lirih, “Momo, senang bertemu dengan Momo.”
Raut di wajah Momo Chang tampak rumit. Dia tampaknya bersimpati pada Rong tetapi juga agak muak dengan gadis itu. Setelah Momo Chang membenahi ekspresi di matanya, dia berkata, “Kamu… memang sudah semakin besar. Kau tampak lebih cantik, bagus sekali.”
Rong mendongakkan kepalanya untuk menatap Minglan dan membuka mulutnya. Akan tetapi, dia masih tak mengucapkan apa-apa.
Momo Chang menatap Minglan dan berkata terang-terangan, “Rong sangat beruntung bisa memiliki nyonya sepertimu. Dia adalah gadis yang keras kepala, jangan dimasukkan ke dalam hati. Dia perlu diajari dan didisiplinkan.”
Minglan mengangguk dan tak mengatakan apa-apa. Setelah itu, dia menyuruh Rong untuk duduk di sampingnya. Momo Chang menatap Rong selama sesaat dan kemudian berbalik untuk berkata pada Minglan, “Kita sudah bicara dalam waktu lama tetapi aku belum menanyakan tentang kondisimu, Nyonya. Dan bagaimana kabar Tuan Ye akhir-akhir ini?”
Setelah melihat raut perhatian yang mendalam pada wajah Momo Chang, Minglan terharu. Kemudian dia berkata lembut, “Semuanya baik-baik saja, aku baru saja mulai mengatur urusan keluarga, ada banyak hal yang perlu kupelajari. Tuan sibuk di tempat kerja, tapi dia selalu bersemangat tinggi.”
Setelah mendengar kata-kata tulus Minglan, wajah keriput Momo Chang berbinar, “Hal itu benar-benar sangat bagus. Aku sudah bilang kalau Tuan Ye adalah pria muda yang menjanjikan. Aku tahu kalau suatu hari nanti dia akan mendatangkan kejayaan pada keluarganya!”
Minglan memancangkan matanya pada anak-anak yang duduk di sana. Saat ini Chang Yan sedang berbisik-bisik kepada Rong. Chang Nian duduk tegak di kursinya seraya mendengarkan percakapan orang-orang dewasa. Kemudian Minglan pun tersenyum dan bertanya, “Jadi, aku belum bertanya tentang Yan dan Nian. Apa yang biasanya mereka lakukan sehari-hari?”
Momo Chang melirik cucu-cucunya dan menjawab penuh senyum, “Yang gadis bisa membaca beberapa kata dan mengerjakan jahit-menjahit. Aku akan mencarikan keluarga baik-baik untuknya menikah. Nian sedang belajar sekarang.”
Minglan berbalik untuk menatap Chang Nian. Anak lelaki itu mendengar mereka bicara tentang dirinya dan kemudian langsung berdiri. Minglan menatap anak ini dan bertanya kepadanya, “Seperti menghindari perbuatan jahat dan menyukai wanita cantik. Frase ini berasal dari mana?”
Chang Nian menatap Minglan dengan sorot agak terkejut. Detik berikutnya, dia memasang raut serius di wajah yang belum dewasa itu, berkata, “Apa yang disebut sebagai jujur kepada diri sendiri? Jangan pernah menipu diri sendiri. Membenci perbuatan jahat seperti menghindar dari bau busuk dan mengejar kebaikan dan mengejar kebajikan seperti menyukai wanita cantik. Dari ‘Pembelajaran Agung’.”
“Apa artinya itu?” Minglan bertanya lagi.
Chang Nian menjawab dengan fasih, “Kita tidak boleh hanya jujur kepada orang lain tetapi juga jujur kepada diri sendiri. Jujur kepada diri sendiri itu bagaikan perasaan yang kita miliki saat kita membenci bau busuk ataupun menyukai wanita cantik.” Suara anak itu masih kedengaran kekanakan namun sikapnya jelas dan kata-katanya meyakinkan.
Minglan menaikkan alisnya dan tak berkomentar namun hanya bertanya lagi, “Menurut (karakter) desa, menilai desa; menurut (karakter) negara, menilai negara. Dari mana kalimat ini berasal?”
Chang Niang terkekeh dengan kedua gigi taringnya terlihat dan berkata dengan suara jernih, “
‘Dia yang dibangun dengan kokoh tidak mudah digoyahkan.
Dia yang memiliki genggaman kuat tidak mudah melepaskan.
Dari generasi ke generasi leluhurnya berkorban
Harus terus berlanjut tanpa gagal.
Terlatih di dalam individu, karakter akan menjadi benar;
Terlatih di dalam keluarga, karakter akan menjadi berlimpah;
Terlatih di dalam desa, karakter akan membesar;
Terlatih di dalam negara, karakter akan sentosa;
Terlatih di dalam dunia, karakter akan menjadi semesta.
Karenanya:
Menurut (karakter) individu,
menilai individu;
Menurut (karakter) keluarga,
menilai keluarga;
Menurut (karakter) desa,
menilai desa;
Menurut (karakter) negara,
menilai negara;
Menurut (karakter) dunia,
menilai dunia.
Bagaimana aku tahu yang demikian?
Dari ini.’ Ini dari Dao De Jing (T/N:Merupakan kitab ajaran Laozi yang berasal dari Taoisme).”
Sebelum Minglan mengajukan pertanyaan apa pun, Chang Nian sudah mulai menjelaskan, “Membaurkan karakter baik seseorang di dalam keluarga, desa, negara, dan bahkan seluruh dunia akan memperluas kebajikan. Terlebih lagi, mengamati orang lain sesuai dengan kondisi sendiri akan membantu kita mengetahui semua yang ada di dunia.”
Minglan kali ini tersenyum seraya merasa takjub dalam hati.
Mempertimbangkan sebuah analogi sederhana, kalau seseorang ingin mengikuti ujian negara, Empat Kitab dan Lima Klasika sama seperti kursus wajib baginya. Lalu untuk buku-buku yang lain seperti Dao De Jing, semuanya itu adalah mata pelajaran pilihan bagi peserta ujian. Yang sangat mengejutkan Minglan adalah bahwa seorang anak laki-laki kecil yang tinggal di daerah pinggiran bisa memiliki dasar pengetahuan sekokoh itu. Minglan teringat bahwa saat dia mempelajari artikel yang baru saja dilantunkan oleh Chang Nian, dia harus menulis catatan kaki sehalaman penuh. Akan tetapi, anak ini hanya memakai beberapa patah kata untuk menyimpulkan artikel tersebut dengan cara yang jelas dan sederhana. Hal itu sungguh mengesankan.
Minglan berbalik dan menatap Momo Chang dengan sorot penuh arti. Momo Chang merasa cukup nyaman melihat raut kagum dan kaget yang tampak kentara di wajah MInglan. Dia pun menatap bangga pada cucunya, dengan kegembiraan di seluruh wajahnya.
“Sekarang Nian belajar di mana?” Minglan bertanya.
Momo Chang mengesah dan menjawab, “Saat kami tinggal di kampung halamanku, dia diajari oleh seorang cendekiawan tua di daerah pinggiran selama beberapa lama. Setelah kami tiba di Ibu Kota, dia belajar dengan seorang guru dari daerah pinggiran di sebuah sekolah pribadi, tetapi Nian selalu membaca sendiri buku-buku itu.” Melihat raut di wajah Momo Chang dan cucunya, guru yang ini kurang memuaskan bagi mereka.
Minglan mulai menimbang-nimbang dengan kepala tertunduk. Benar-benar ada perbedaan dalam bakat masing-masing orang dalam belajar. Dia tak mau membuat keluarganya sendiri tampak buruk. Sebenarnya, suasana belajar di Keluarga Sheng sangatlah bagus. Bukan hanya setiap lelaki di dalam keluarganya telah lulus dari ujian negara, Sheng Hong juga mengawasi Changdong dan mendesak anak itu untuk belajar setiap hari. Akan tetapi, sejujurnya saja, Changdong tidak belajar sebaik anak lelaki di hadapan Minglan.
Meski Chang Nian lebih kecil daripada Changdong, perilaku dan gaya bicaranya lebih alami dan anggun. Anak ini tidak menunjukkan tanda-tanda rasa takut di depan kaum bangsawan, juga tidak memiliki perasaan geram ataupun cemburu saat mengunjungi keluarga kaya. Anak ini hanya mengagumi semua yang ada di sekitarnya dengan sikap optimistis, tidak merendah maupun lancang, seperti seorang dewasa dengan karakter terhormat.
Barulah kemudian Minglan mengerti tindakan Momo Chang yang sebelumnya.
Kalau Nian ingin menjadi pejabat di masa mendatang, latar belakang keluarganya harus bersih. Kalau tidak, dia akan menjadi target mudah bagi lawannya dalam lingkungan pejabat. Memiliki seorang nenek yang dulunya adalah ibu susu tidak menjadi masalah, tetapi nama neneknya tidak boleh dimasukkan dalam daftar pelayan. Mungkin, Momo Chang sebelumnya telah mempertimbangkan hal seperti ini untuk putra tunggalnya.
Semua orangtua sungguh mengagumkan!
Melihat Minglan tetap terdiam dengan kepala tertunduk, Momo Chang pun segera berkata, “Nyonya, Nyonya berasal dari keluarga cendekia. Kudengar kakak-kakak Nyonya semuanya hebat dalam pembelajaran….”
Minglan mengangkat kepalanya dan berkata seraya tersenyum, “Aku merasa tersanjung, Momo. Ayahku memang sangat menjunjung tinggi pembelajaran anak-anak. Adik lelakiku umurnya hampir sebaya dengan Nian. Dia sekarang juga sedang belajar di sekolah.”
Sekolah tempat Changdong belajar adalah Sekolah Keluarga Hai yang terkenal. Guru-guru di sekolah itu termasuk Lin Sheng (para cendekiawan yang hidup dengan hibah pemerintah), Xiu Cai (orang yang lulus ujian negara tingkat daerah), Jin Shi (kandidat yang berhasil dalam ujian tertinggi negara), para cendekiawan tua yang sudah pensiun serta beberapa orang terkenal dalam kalangan sastrawan yang telah tinggal dalam jangka panjang di Keluarga Hai. Setiap kali Changdong pulang dari sekolah, akan ada lingkaran gelap di bawah matanya.
Momo Chang berkata dengan suara gemetar, “Kalau Nyonya bisa mencarikan guru yang bagus untuk Nian, aku akan sangat berterima kasih, Nyonya!”