Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 23
Dengan melihat pakaian remaja itu, anak-anak Sheng tahu kalau dia adalah sosok penting. Mereka langsung berdiri untuk menunjukkan hormat mereka kepadanya. Tuan Zhuang menunggu hingga mereka selesai sebelum memperkenalkan latar belakangnya. Dia adalah putra satu-satunya dari utusan Departemen Garam, putra kedua dari Qi Gonggong. Ibunya adalah Xiangyang, juga seorang anak satu-satunya, dan dianugerahi titah Kaisar untuk digelari sebagai Putri Pingning yang terhormat.
Namanya resminya adalah Qi Heng dan sepertinya setahun lebih muda daripada Changbai. Beberapa tahun yang lalu di Ibu Kota, dia menjadi murid Tuan Zhuang tetapi tak lama kemudian harus mengikuti ayahnya keluar dari Ibu Kota karena pekerjaan. Belakangan Senior Keluarga Qi, di bawah perintah kekaisaran, perlu mengunjungi Perfektur Deng untuk memeriksa dan memperbaiki aturan garam. Dia memperkirakan kalau mereka harus tinggal selama beberapa saat, jadi tentu saja istri kecilnya pun menemaninya. Qi Heng mendengar bahwa Sheng Hong sedang menampung Tuan Zhuang, jadi dia meminta ayahnya untuk memberi pesan yang memberitahu mereka tentang kunjungannya.
Minglan menyadari bahwa Tuan Zhuang sangat dekat dengan Qi Heng dan merasa bahwa hal ini aneh. Hari-hari ini saat mengajar, perilaku Tuan Zhuang saat bicara seperti dengan sabar menunggu di pintu untuk meremehkan Wang Gong*. Sekali dia pernah mengatakan di muka umum bahwa anak-anak dari Kediaman Earl adalah ‘serangga-serangga bodoh’, sesuatu yang tak pernah berani dilakukan orang lain. Minglan juga memikirkan hal yang sama dan bahkan Changfeng berkata, “Kurasa Tuan Zhuang benar-benar bangga kepadamu. Aku harus memanggilmu kakak seperguruan sejak saat ini,” dalam gaya penuh tawa sambil membungkuk.
Tuan Zhuang menunjuk Qi Heng dan ertawa, “Anak ini memiliki latar belakang keluarga yang hebat. Mereka adalah pejabat yang tak mengambil apapun dari donasi, semua yang mereka miliki adalah dari kerja keras mereka sendiri. Musim dingin sebelumnya mereka telah membantuk mendapatkan pemanas untuk pondok reyotku, sang sang Putri dengan gelisah berjalan menghampiri para pejabat distrik untuk menangani urusan.”
Kulit seputih salju Qi Heng merona merah samar, “Ayah sering menyesali karena tak bisa ikut ujian dan berharap para keturunannya akan memiliki masa depan yang lebih baik. Untungnya Nyonya Besar Sheng mengundang Tuan Zhuang, maka Yuan Ruo kemudan hanya bisa berlagak tanpa tahu malu.”
Dia melirik ke samping untuk melihat senyum diam dari Changbai. “Putra dari pasangan Sheng, Kakak Changbai, kudengar kau bersama dengan adikmu di sini, akan mengambil ujian rumah. Entah apakah aku boleh mengucapkan sepatah kata?”
Changbai berkata, “Tuan Zhuang bilang kalau kata-kata yang terus terang itu jujur.”
Setelah ketiga anak lelaki besar itu saling memberi salam, Qi Heng memberi nasihat kepda kedua putra Keluarga Sheng dan berkata, “Lalu, kepada Kakak Changbai dan Adik Changfeng yang baik.”
Tuan Zhuang tak ingin ditegur oleh Nyonya Besar Sheng karena terlambat membubarkan mereka, jadi dia pun mulai tidak sabar. Dia sudah ingin membubarkan kelas lebih awal tapi telah tertahan hingga saat ini, “Kalian terlalu bersemangat sehingga pak tua ini jadi bangga. Biarkan harapanmu pergi untuk saat ini karena kelasku belum dibubarkan.”
Minglan diam-diam berpikir kalau Tuan Zhuang sudah ingin membubarkan kelas, bahkan sebelum pejabat ini tiba.
Para pelayan sudah selesai mengatur meja dan kursi untuk Qi Heng saat mereka bicara jadi, Tuan Zhuang mengundang Qi Heng untuk duduk. Mulanya Changbai berada di sisi kanan dinding sementara Changfeng berada di sisi kiri dengan saudari-saudari mereka di belakang mereka. Kursi di depan Minglan kosong sementara Changdong duduk di belakangnya. Tuan Zhuang menyuruh Qi Heng untuk duduk di kursi kosong di depan Minglan, menutupi pandangannya.
Setelah Qi Heng duduk, mendadak dia berbalik dan seraya tersenyum berkata, “Adik Keenam memang hebat.”
Minglan terkejut – orang ini bagaimana…? dan secara intuitif berpaling untuk memeriksa Molan dan Rulan. Mereka sedang melihat ke arah sini… sementara itu Qi Heng sudah kembali duduk dan menatap ke depan tanpa bersuara.
Seluruh ruangan pun jadi sunyi hingga Tuan Zhuang membersihkan tenggorokannya dan berkata, “Tampaknya Nona Keenam dan gadis-gadis pelayannya punya sesuatu yang ingin mereka katakan, apakah itu? Kau bisa bicara.”
Changbai tertawa santai, “Adik Keenam katakanlah apa yang ingin kau katakan.”
Changfeng mengerutkan bibirnya, menatap Qi Heng dengan waswas tetapi tak lagi mengkritiknya. Molan dan Rulan, meski kekanak-kanakan masih merupakan nona-nona cantik di kediaman; karenanya kesal setengah mati saat melihat Qi Heng dan Minglan.
Qi Heng tak menahan dirinya sendiri demi terlihat sangat keren dan dengan ceria berbalik kembali ke depan.
Tuan Zhuang tak berkomentar, mengusyaratkan agar Minglan duduk dan bertanya pada Qi Heng, “Yuan Ruo, kau telah mendengarkan cukup lama di belakang – apa yang bisa kau katakan tentang ucapannya?”
Qi Heng mulai bangkit dan berkata, “Murid ini baru saja datang belakangan ini, bagaimana bisa mengatakan hal yang absurd, tapi….” Dia terdiam lalu tertawa, “Pertanyaan terakhir Adik Keenam… yang dia tanyakan luar biasa.”
Suasananya langsung jadi santai saat semua orang teringat pertanyaan itu dan betapa lucunya pertanyaan tersebut, sementara Tuan Zhuang menunjuk sambil menggelengkan kepalanya.
Tuan Zhuang berkata kepada para anak lelaki di baris depan, “Aku hanya akan mengucapkan kata-kata ini sekali, setelah aku keluar dari pintu ini aku takakn mengakuinya. Saat seorang lelaki setia dan patriotis, tak peduli apakah di luar berangin atau berhujan, hal itu akan tetap berada di masa lalu dan terkunci rapat (T/N: tak peduli apapun yang terjadi di masa lalu, biarlah tetap menjadi masa lalu). Kita tak boleh menjadi naif dan terjerumus ke dalamnya (T/N: kita tak boleh membiarkan masa lalu menjadi iblis dalam hati dan membiarkannya menyesatkan kita saat ini). Kolega terkadang akan berselisih tidak penting, menjadi seorang pejabat setia adalah satu-satunya hal yang benar (T/N: setia kepada Kaisar adalah satu-satunya jalan untuk berhasil)!”
Saat semua murid mengangguk pada hal ini, Minglan berpikir, pak tua ini sungguh cerdik. Berkata bahwa tidaklah penting bila kau bukan pejabat juga tidak penting di amna kau berdiri, selama kau setia kepada Kaisar sampai akhir, hal itu tidak masalah. Hal ini tak seharusnya diucapkan namun terpaksa diucapkan; karena terlalu menyakitkan untuk dikatakan daripada benar-benar menjalankannya; orang tak bisa melakukan segala hal tetapi hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri.
***
Karena Qi Heng ingin memberi salam kepada Nyonya Besar Sheng, anak-anak pun akan makan siang bersama di Aula Shou’an. Nyonya Besar Sheng mengamati Qi Heng dengan seksama, hatinya diam-diam merasa senang dan kemudian melihat ke samping di mana ketiga kuntum bunga – ketiga cucu perempuan kecilnya – berada. Tak bisa dipungkiri hatinya pun bergerak, memikirkan tentang Minglan, mau tak mau dia mengesah. Wang-shi berdiri di samping dan secara khusus membuat perkenalan penuh semangat.
Saat Sheng Hong melihat pesan yang diberikan oleh Nyonya Qi, dia merasa tidak senang dengan Qi Heng datang sendiri mencarinya dan memberi salam sendiri kepadanya, pada saat itu dia mengundang Qi Heng ke kediaman untuk belajar. Nyonya Qi telah mencemaskan tentang putranya yang tertunda dalam pelajarannya, pada saat itu juga ada spekulasi dan rumor. Setelah memakai pengaruh mereka untuk mencari ke sekeliling, muncullah sebuah penemuan ajaib – Keluarga Qi dan Keluarga Wang-shi memiliki hubungan keluarga yang berdekatan.
Wang-shi tersenyum dan berkata, “Sanak kerabat jauh dari keluarga asalku. Meski mereka adalah kerabat jauh, keluargaku memutuskan untuk mendekat lagi.” Saat ini, yang sebelumnya adalah kolega telah menjadi keluarga. Di dalam euangan, semakin panas orang bicara, bahkan para anak-anak perempuan juga tidak malu-malu.
Minglan setelah mendengar penjelasan Wang-shi, dia mengerti kenapa Qi Heng memanggilnya Adik Keenam secara akrab namun dia merasa tidak nyaman. Sepanjang diskusi mereka tentang hawa panasnya, Rulan telah memanggil dia ‘Kak Yuan Ruo’ bersama dengan Molan yang juga memanggil pemuda itu dengan sebutan tersebut dengan manisnya. Minglan mau tak mau menggelengkan kepalanya dan meniru mereka. Qi Heng juga dengan sopan menjawab, “Nona Muda Keempat, Nona Muda Kelima, dan Adik Keenam.”
Menunduk menatap Minglan, Qi Heng mengamatinya dan melihat gaya rambutnya, sementara Minglan hanya berdiri diam di samping; tangan gendut mungilnya menutupi mulut saat dia tak tahan untuk menguap, membuat pipi putih bulat lembutnya yang seperti roti kukus bergerak. Qi Heng sedikit membungkuk, mendadak merasa tangannya gatal.
Minglan tak pernah menyangka kalau sebuah hari akan terasa seberat ini. Cuaca di pagi hari tidak baik, dan karenanya dia tak mengajari Changdong kecil. Karena Tuan Zhuang tak mau meneruskan kelas, saat makan siang semua orang bicara, dengan enggan mengakhiri perjamuannya. Siang itu sang ibu yang seperti macan tua itu, Nyonya Zhuang ingin membantainya tetapi dia tak bisa tidur semalam sementara kedua saudarinya jelas merasa sangat cantik dan aktif hari ini.
Pada kelas guqin di siang hari, guqin Molan membuat suara yang mengalir mulus seperti air, menggerakkan emosi dan mengubah perasaan. Nyonya Zhuang memejamkan matanya saat dia menikmati ini. Rulan juga telah berubah dan tak lagi seperti dahulu saat jadi lebih intoleran, dengan seringaian di mulutnya, dia tertawa dan membungkuk. Minglan hanya mendengarkan lagu itu saat tatapannya beralih untuk melihatnya dan mendapati kalau wajah mereka telah merona dan alis menegang; kelihatan gembira hingga ingin tertawa keras.
Minglan mengesah; saat dia melanjutkan memetik dawainya sendiri. Musim semi ah….
Datang ke zaman ini, hanya untuk menemukan bahwa jarak antara masa kuno dan modern jauh di luar imajinasi. Prioritas pertama seorang gadis di zaman kuno adalah untuk menikah dan kemudian menjadi seorang ibu – inilah kehidupan lama – namun di masa modern belajar adalah prioritas. Wanita harus berpikir untuk diri mereka sendiri, mengurus urusan rumah, mencari tahu segalanya, mempelajari membaca dan menulis; dan semua ini hanya persiapan untuk sasaran yang lebih besar, masa depan yang lebih baik.
Molan membacakan puisi sekarang ini bukan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik, melainkan supaya dirinya bisa dianggap sebagai seorang nona yang mampu, yang mana meningkatkan nilainya dalam pasar pernikahan dan / atau menyenangkan pasangannya setelah menikah. Rulan mempelajari akunting dasar dari buku akuntansi bukan karena dia ingin menjadi akuntan melainkan supaya mampu mengurus bisnis keluarga dan mendapatkan sejumlah uang untuk rumah. Ini sama halnya dengan Minglan yang mempelajari seni-seni feminin – setidaknya di mata orang lain.
Sebagai seorang gadis muda di masa kuno, para tetua telah mulai menanamkan konsep pernikahan dan pentingnya hal itu sebagai lawan dari nilai dan pentingnya belajar. Saat dirinya masih kecil di masa modern, Yao Yiyi selalu mendengar dari ibunya, “Kau gagal dalam ujian tengah semestermu, hati-hatilah kalau kau bahkan tak bisa masuk ke SMU XX!” Namun kini dia mendengar dari ibu zaman kunonya, Mama Cui, “Bebek air yang butuh empat hari untuk menyulamnya, apa yang akan kau lakukan untuk suamimu setelah bayinya lahir? Jangan kira kau takkan disingkirkan oleh suami karena tak mampu melakukan pekerjaan rumah!”
Tentu saja, kali ini si gadis seperti biasa akan berada dalam sikap malu, namun hati mereka sejak sangat awal harus menerima konsep menikah, punya anak, bermuslihat melawan gadis-gadis lain dan bahkan merancang siasat dalam hati mereka. Jadi melihat Molan dan Rulan, Minglan tidak terkejut. Seorang suami bagi gadis-gadis di masa kuno bukan hanya soal cinta ataupun tiket seumur hidup; melainkan merupakan jaminan hidup dan mati mereka.
Minglan tak merasa aneh dengan perilaku mereka yang berpura-pura naif dan kesulitan bicara saat sang kakak lelaki berada di dekat mereka – ini hanya kepura-puraan namun kemudian bertemu dengan seorang remaja tampan dari keturunan berpengaruh; akan sulit untuk tidak bermuslihat.
Minglan tiba-tiba merasa melankolis, kehidupan di Aula Shou’an aman dan hangat tetapi dia tak bisa tetap tinggal di sana selamanya. Usia sepuluh tahun adalah titik baliknya – tak mungkin ketika mereka semua berada di luar, bersosialisasi dan menemukan pasangan, dia masih ada di dalam, bersembunyi.
***
Sebelum naik ke ranjang di malam hari, MInglan menatap buku musik guqinnya. Pelayan Changbai, Han Nui berlari ke arahnya, dengan hati-hati membawa sebuah baskom porselen dangkal berwarna biru dan putih. Barulah setelah meletakkannya dengan hati-hati di atas meja, dia merasa lega. Disekanya keringat di dahinya, “Nona Muda Keenam, Tuan Muda ingin Anda merawat dua ekor ikan kecil ini. Dia bilang, karena Nona ingin belajar cara untuk menjadi seorang nona terhormat yang sebenarnya, menjaga ini akan akan baik untuk mata Anda.”
Minglan maju untuk melihat ke dalam baskom, dan mendapati bahwa wadah porselen dangkal itu diisi dengan dua ekor ikan koi yang memiliki pola seputih saju dan semerah api di sisik mereka. Ekornya elegan dan saat dia melihat ke dasar wadah, dia melihat bahwa baskom itu juga didekorasi dengan kerikil dan rumput air hijau. Airnya berkilauan saat ikan-ikannya berenang elegan; sisik-sisik merah cerah mereka serta warna hijau rumput di dalam porselen biru dan putih sungguh menyenangkan mata. Minglan kegirangan. Mendongak pada Han Niu, dia berkata seraya tersenyum manis: “Ini menyenangkan sekali, kembalilah dan katakan kepada Tuan Muda bahwa adik ini menyukainya. Terima kasih banyak…. Danju, pergi dan cepat berikan dua puluh koin kepada Han Niu sebagai hadiah, membawa baskom ini di sepanjang jalan kemari dengan begitu hati-hati pasti sangat melelahkan.”
Han Niu baru berusia sebelas atau dua belas tahun. Saat mendengar bahwa ada uang hadiah, alisnya terangkat dalam kegembiraan sembari mengambil untaian uang tersebut dan berulang kali berterima kasih kepada Minglan. Danju lalu mengambil beberapa butir buah dari meja dan memberikannya kepada Han Niu lalu menyuruh Lu Zhi mengantarkua keluar.
Xiaotao masih seperti seorang anak kecil, saat melihat Han Niu pergi, dia langsung mendekat untuk melihat koinya, memuji betapa cantik koi-koi itu. Saat Danju kembali dan melihat bahwa baik majikan maupun pelayan sedang menatap koi dengan kebodoh-bodohan dan mencolek-coleknya dengan jemari pendek gemuk mereka, dirinya jadi tak tahan untuk berkata seraya tertawa, “Tuan Muda benar-benar teliti, saya dengar di rumah ini ada sebuah tangki besar di mana banyak sekali ikan koi dipelihara, sepasang yang ini pasti berasal dari tangki itu.”
Xiaotao mendongak dan terkikik, “Kak Danju, kamu benar. Aku sedang di rumah Nyonya saat aku juga mendengarnya. Sepasang koi ini adalah koi kesayangan Tuan Muda sendiri, biasanya tak seorang pun yang diizinkan untuk menyentuh mereka, terutama Nona Muda Kelima. Tapi kali ini, dia malah mengirimkan dua untuk nona muda kita. Ini sungguh aneh.”
Minglan tak bicara saat dirinya, dengan jemari pendek gendutnya menggoda perut kedua ekor koi yang montok di dalam air itu. Dalam hati dia membatin, mungkinkah ini adalah hadiah untuk apa yang terjadi di siang hari? Kalau memang begitu, bagus juga, karena itu menunjukkan kalau Kakak Changbai memiliki sifat yang baik. Bisa mengikuti seorang tetua yang begitu pengertian seperti itu memang patut dirayakan!
Dia harus mengakui, tingkat ketepatan Wang-shi masih sangat tinggi. Setidaknya ada dua pukulan bagus dari tiga.
(Bagi yang masih belum mengerti, dari 3 orang anaknya Wang-shi, ada 2 yang baik: Hualan dan Changbai)