Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 22
Belajar seperti ini, kira-kira tiga hingga lima hari telah berlalu. Nyonya Zhuang merapikan semuanya lalu menyarankan kepada Nyonya Besar, bahwa dia akan mengajari anak-anak perempuan tentang seni musik. Pada mulanya Nyonya Besar tak setuju, takut kalau dia akan membuat semua orang kelelahan. Namun Nyonya Zhuang dengan percaya diri menjanjikan kepadanya bahwa dia akan memberikan hasil. Minglan, yang sedang beristirahat di dalam Kabinet Lihua, mendengarkan percakapan ini, dan menyadari; tak heran biaya sekolah Tuan Zhuang sangat tinggi, sungguh sesuai dengan biaya yang dikeluarkan karena beli satu gratis satu.
Namun hadiah gratis juga tak sebagus itu; Nyonya Zhuang jauh lebih ketat daripada Tuan Zhuang. Tuan Zhuang tak memberi pekerjaan rumah dan mereka bisa duduk saja di sepanjang pelajaran tanpa dipanggil untuk menjawab pertanyaan sementara Nyonya Zhuang berpikiran sempit atas semuanya. Di depan anak-anak perempuan terdapat guzheng tujuh dawai, lalu Nyonya Zhuang akan mengajari para nona dengan sabar satu persatu dan mereka harus menjalani ujian.
Harus mempelajari semua Gong, Jiao, Shang, Wei, dan Yu telah membuat Minglan merasa pusing, kedua telinganya berdenging, dia akhirnya mengerti bahwa tubuhnya tak memiliki bahkan setengah potong pun sel yang memiliki bakat musik. Kelas guzheng ini juga membuat Rulan menderita, khususnya karena dia tak punya kesabaran seperti Minglan dan hanya bisa memetik beberapa dawai sejak pagi. Di sisi lain, Molan memiliki bakat alami, dia cepat belajar, bisa bermain dengan mulus, dan setelah Nyonya Zhuang memujinya dia pun berlatih lebih keras lagi, membuat burung-burung dalam radius sepuluh li beterbangan kabur.
Namun guzheng memiliki keunggulan dan kelemahannya. Di masa ini, tujuan utama sebagian besar orang adalah untuk memiliki makanan untuk dimakan dan pakaian untuk dikenakan, sejumlah orang yang menghargai seni guzheng kemungkinan lebih sedikit daripada jumlah panda di Tiongkok kuno. Minglan menekuri identitasnya sebagai putri dari seorang pejabat tingkat enam dan berpikir bahwa kelak, selama suaminya tidak mengkritiknya, tidak melekat dan menerima dan pengertian, maka itu saja sudah cukup untuk membuatnya gembira; maka dia takkan perlu meminta suaminya untuk bisa menghargai seni kelas tinggi semacam ini.
Sekitar satu bulan kemudian, Hualan mengirimkan surat pertamanya pada kediaman Sheng dari Ibu Kota. Nyonya Besar Sheng tak bisa melihat dengan jelas, Wang-shi buta huruf dan ada rumor-rumor yang beredar di antara para tuan muda dan pelayan tentang apa isi sebenarnya dari surat itu, jadi Rulan dan Minglan bekerjasama dan berhasil membongkar kira-kira isi suratnya.
Ini adalah surat yang damai, mengatakan bahwa kehidupan pernikahannya sangat bahagia, Yuan Wenshao juga cukup pengertian terhadapnya. Namun halamannya pada awalnya hanya memiliki dua kamar untuk para gadis pelayan muda. Hal itu membuat Hualan merasa sangat tidak nyaman tetapi karena dia telah menikahi Yuan Wenshao, dia pun mulai mengabaikan hal itu. Ayah mertuanya, Count Zhongqin merasa gembira dan menyayangi putri barunya ini, namun ibu mertuanya tak terlalu banyak bereaksi, hanya memanjakan menantu dari anak yang lebih tua (T/N: bagi yang lupa, Yuan Wenshao adalah anak kedua). Belakangan barulah dia ketahui bahwa menantu yang lebih tua itu adalah sepupu sang Tuan – seorang nona muda, tak heran dia tak bisa ramah dengannya tetapi karena Yuan Wenshao cukup terkenal di luaran, jadi di kediaman Count yang sederhana itu dia masih harus memberi muka. Mama dan pengurus rumah tak berani meremehkan Hualan, tinggal di sini masih baik-baik saja.
Minglan sementara merasa senang, membaca di samping. Ayah mertua adalah seorang pria kuat di kediaman Count, pada akhirnya, mendapatkan rasa suka pria itu adalah hal yang baik. Umumnya, saat ayah mertua menyukai menantunya merupakan hal yang baik selama dia tak membawanya ke Tian Xiang Lou*!
(T/N: hotel. Sepertinya tidak usah dijelaskan lebih lanjut kan apa yang dilakukan orang di hotel?)
Setelah mendengarkan semuanya, Wang-shi hanya menghembuskan napas panjang. Dia tahu kalau Hualan selalu pemilih; Hualan akan membualkan satu hal baik bila ada tiga keuntungan, sekarang bisa dikatakan bahwa rata-rata setiap harinya setelah pernikahan akan sangat baik.
“Orangtua menggantungkan pada putra pertama itu umum, memperhatikan menantu pertamanya bahkan lebih umum lagi. Jangan diambil hati apa yang Nona Pertama katakan, dia menjalani hari yang baik dengan baktinya terhadap mertua, melayani suami….” Nyonya Besar Sheng tak bisa menahan diri untuk ikut bicara.
Wang-shi mendesah dan berkata, “Aku tahu inilah alasannya, tetapi Hua’er sejak kecil berada di rumah kepala keluarga, tak pernah dilewatkan orang. Dan sekarang… ah, untuk nantinya dipisahkan, setelah baru datang ke rumah baru, bagaimanapun juga, rumah tangga Count adalah tempat yang besar, Hua’er – pasangan itu menjalani hari-hari mereka sendiri juga bagus, putranya juga mampu.”
Kalau ini seperti biasanya, Nyonya Besar Sheng tentu akan mengucapkan beberapa kata, ‘orangtua dengan tiadanya rumah’ seperti sebuah alasan besar, namun pada akhirnya beliau juga merasa sakit hari karena pernah mengasuh Hualan saat masih kecil. Hatinya hanya akan menyampaikan, “Tak peduli apakah seseorang mematuhi para tetua dan mempelajari aturannya atau tidak, setelah orang itu berpisah jalan dari keluarganya, mereka akan berjalan sendiri, namun bila seseorang bisa mengirim sebuah surat damai ke rumah, itu jauh lebih penting.”
***
Waktu berlalu dan Kediaman Sheng damai serta tak ada kejadian apa-apa. Nyonya Besar Sheng telah merapikan aturan-aturan di rumah, kekuatan utama di kediaman perlahan kembali ke tangan Wang-shi namun orang-orang masih memiliki pengaruh mereka sendiri di halaman mereka dan mereka akan bertanya kepada Nyonya Besar Sheng kapan pun ada ketidakyakinan. Saat melihat kediaman telah teratur dan para pelayan bisa mengurus rumah dengan lebih baik dan jadi lebih patuh, Sheng Hong merasa sangat puas. Hanya Selir Lin yang mengeluh. Bagaimanapun juga, Sheng Hong mengingat kata-kata Pendidik Kong, bersikeras memilih untuk mengabaikan Selir Lin bahkan saat kakak beradik itu, Changfeng dan Molan, ikut-ikutan. Sheng Hong akan merespon dengan mempertahankan pendiriannya dan memarahi mereka.
Selir Lin tak mau membiarkan segala berjalan apa adanya. Beberapa tahun memanjakan dia telah membuat dirinya terbiasa dimanjakan, jadi dia pun memakai cara-cara rendahan seperti sakit mendadak, amukan mendadak, menangis seperti anak-anak, provokasi mendadak. Namun Sheng Hong pada akhirnya, telah berbagi ranjang dengannya selama lebih dari satu dekade, sehingga tak peduli seberapa banyak pun muslihat yang dia pakai hal itu akan jadi tak lebih dari trik usang. Karena hal ini, Sheng Hong telah membangun sebuah sistem imun terhadap muslihat-muslihat tersebut. Dia teringat kembali saat dirinya masih muda, ketika Nyonya Besar Sheng masih mendampinginya; wanita itu selalu baik terhadapnya. Berpikir tentang bagaimana hubungan mereka telah menjadi seperti sekarang kini membuatnya merasa bahwa dirinya kurang berbakti. Hal ini menyebabkan sebuah efek domino emosional, memberi hasil pada dirinya memiliki hati yang lebih dingin terhadap Selir Lin dan mengabdikan hatinya pada pekerjaannya.
Mendorong pertanian, menempatkan pada pedagang, hanya dalam waktu tiga tahun pelayanan di bawah pemerintahan Perfektur Deng tempat itu menjadi makmur, menyerahkan banyak pajak, membuat performa yang baik dan dengan bantuan dari koneksi-koneksinya yang bagus, seringkali akan ada orang yang mengurus berbagai hal dari kejauhan. Saat jangka waktu tiga tahun berakhir; dia akan mengambil kembali dan menjalani tes evaluasi , naik menjadi pejabat peringkat lima dan mendapatkan posisi kembali.
Dengan kebanggaan seorang pejabat dan terfokus pada mendapatkan karir yang mulus, Sheng Hong tak terlalu memperhatikan suasana hati Selir Lin namun lebih pada tak menyukai Wang-shi yang bertemperamen buruk. Setelah berselisih dengannya beberapa kali, dia jadi terbiasa. Hari ini, saat Sheng Hong bersikeras, Wang-shi juga tak bisa membantah. Setiap kali dia membuat kesalahan, Wang-shi akan dikritik oleh Sheng Hong. ‘Tidak berbakti’, ‘tidak hormat’, ‘tidak berbudi’, setelah semua cacian ini menjadi tak berguna terhadap Sheng Hong, Wang-shi jadi tak punya tenaga untuk melawan balik sementara Sheng Hong lagi dan lagi keluar sebagai pemenang. Pada hari-hari biasa dia akan pergi ke tempat Selir Xiang dan Selir Ping yang muda dan jelita untuk melegakan hatinya dan membimbing pekerjaan sekolah anak-anaknya; hidup dengan cukup santai.
Kapanpun Selir Lin menyadari bahwa atmosfernya tidak tepat, dia akan jadi lembut dalam muslihatnya dan tak berani menyebutkan permintaan apapun, menghabiskan nyaris seluruh energinya untuk berusaha merayu Sheng Hong.
Minglan menyembunyikan dirinya sendiri di Aula Shou’an dengan Nyonya Besar Sheng menemaninya; seorang pemudi dan seorang sepuh bersama-sama dan menghabiskan waktu mereka secara harmonis dan seringkali tertawa. Setiap kali Sheng Hong pergi ke Aula Shou’an, dia merasa kalau atmosfernya sangat menyenangkan dan nyaman, sungguh menenangkan batinnya. Nyonya Besar mengobrol dengan lebih santai sambil terkadang memegangi hasil sulaman Minglan. Perasaan cinta tulus yang baru ini cukup menyenangkan, ditambah algi dengan Molan dan Rulan bekerja bersama, Changbai dan Changfeng juga dianggap berhasil dalam pelajaran mereka dan dengan istri serta selir juga menahan temperamen mereka, pada lirikan pertama, semuanya cukup harmonis. Sheng Hong merasakan kedamaian dan kemakmuran yang baru.
Siang ini mereka akan menghadiri kelas guzheng Nyonya Zhang. Jemari Minglan telah terasa sakit sejak pagi ini namun Tuan Zhuang terus memberi instruksi tanpa akhir. Bila hal ini terus berlanjut, takkan ada waktu untuk beristirahat di siang hari. Menatap dengan mata yang sarat dengan rasa iba; Minglan mendapati bahwa selain dirinya dan Changdong yang berlatih menulis, semua anak lainnya terfokus pada diskusi.
Topik yang sedang ngetren di Ibu Kota adalah tentang Pangeran Ketiga dan Pangeran Keempat. Pangeran Ketiga telah menggarap selir-selirnya dengan susah payah, bekerja keras siang dan malam tanpa ada hasilnya. Hingga saat ini dia masih belum bisa menghasilkan seorang putra dan pihak istana telah mengundang banyak pendeta dan rahib, membakar dupa dan berdoa setiap hari. Hal ini menarik banyak perhatian dari para pejabat yang mulanya hanya melihat saja karena putra tunggal Pangeran Keempat tumbuh dengan baik, sudah mulai belajar bicara. Pangeran Keempat memiliki hati yang terbuka dan tubh yang gemuk, namun temperamen yang cukup baik, karenanya dia menarik perhatian pada publik.
Tubuh Kaisar jadi semakin memburuk hari demi hari, debat mengenai kandidat ebrikutnya telah semakin memanas, dan kedua pihak memiliki orang mereka sendiri yang melambaikan bendera dan membuka-buka naskah. Suasanya sungguh luar biasa riuh.
Tuan Zhuang bicara tentang sebuah buku berjudul ‘Bahasa Keluarga Konfusius dan Ritual Barat’. Di dalam buku itu terdapat sebuah kalimat: ‘saat Putra Mahkota wafat, Kaisar tak memberikan posisi Putra Mahkota kepada cucunya (T/N: putra dari Putra Mahkota) tetapi malah mengangkat putra Kaisar yang lain sebagai menerus. Seorang guru yang baik akan berusaha untuk menyambungkan teori-teori dengan topik ini, ditambah lagi Tuan yang ini memiliki sikap heroik sehingga dia melemparkan topik ini supaya para siswa bisa mendiskusikan opini mereka sendiri – tentang apakah penguasa negara yang berikutnya seharusnya adalah sang pewaris sah (Putra Mahkota) ataukah seseorang yang ditentukan oleh jasa.
Pada mulanya Changbai dan Changfeng menentang, berpikir bahwa bicara hal buruk atas pihak istana akan membawa masalah. Namun Tuan Zhuang melambaikan tangannya, tersenyum, dan berkata, “Takkan ada masalah, sekarang ini bahkan kedai-kedai teh di Ibu Kota juga sering membicarakan tentang hal ini. Apalagi para pangeran, pejabat pemerintahan, dan pejabat senior, mendiskusikannya di belakang pintu yang tertutup takkan menarik masalah. Di samping itu, apa yang kita diskusikan adalah apakah penguasa negara selanjutnya seharusnya adalah pewaris yang sah atau seseorang yang diangkat; itu tak ada hubungannya dengan pemerintah; kita semua hanya berdiskusi!”
Kata-kata seorang guru memiliki pengaruh besar di kediaman Sheng, jadi para murid langsung bergabung dalam diskusi. Kedua belah pihak sangat jelas, Changbai dan Rulan tentu saja ada di pihak pewaris yang sah sementara Changfeng dan Molan berada di pihak yang diangkat. Sementara itu Minglan seperti memancing di air keruh dan Changdong golput.
Changbai membuka debat dengan pertama-tama secara implisit mengajukan Kaisar Qin Ershi sebelumnya, Hu Hai*, yang dikenal sebagai Kaisar Busuk; dia tidak berada dalam garis pewarisan dan telah mengacaukan sebuah dinasti yang bagus. Changfeng dengan cepat menangkisnya dengan contoh dinasti di tangan Kaisar Wu dari Han – Liu Che**, putra kesepuluh Kaisar Jing*** dari Han, yang merupakan putra tertua Kaisar Wen dari Han. Changbai membalas dengan lanjut membacakan sejarah klasik dan langsung dengan tepat menunjukkan rasa cinta Kaisar Jing dari Han terhadap Liu Che kecil sampai-sampai memanjakan dia dan bahwa ibu Liu Che, Wang Zhi ditunjuk sebagai permaisuri berikutnya setelah permaisuri sebelumnya wafat. Menurut aturan pewarisan, memang sudah seharusnya Liu Che adalah orang selanjutnya yang menduduki tahta; persis inilah prinsip pewarisan langsung.
(* Nama aslinya adalah Hu Hai, gelarnya Kaisar Qin Ershi. Dia bukan Putra Mahkota dan bila bukan berkat bantuan penasihatnya, dia takkan menjadi Kaisar. si Penasihat hanya membantunya sehingga si penasihat sendiri bisa merebut tahta darinya. Dan sudah bisa ditebak, dinasti pun menjadi kacau di tangannya
** Kaisar Wu dari Dinasti Han, mulanya dia hanya anak yang dilahirkan oleh selir, tetapi karena sang Permaisuri tidak punya anak dan disingkirkan bersama dengan Putra Mahkota yang semula, Kaisar pun menunjuk Wang Zhi, ibu Liu Che sebagai permaisuri dan dengan hal itu Liu Che yang adalah putra tertua Permaisuri baru pun menjadi Putra Mahkota
*** Kaisar Jing dari Han, nama aslinya Liu Qi, ayah dari Liu Che, putra tertua Kaisar Wen. Anak kelahiran selir.)
Jantung Changfeng berdebar dan Molan mengikuti, dengan hangat mengajukan Kaisar Hui dari Jin yang terkenal kebodohannya; dengan suara lirih dan lembut dia berkata, “… Semua pejabat sipil dan militer mengetahui kebijaksanaan Kaisar Hui dari Jin*, begitu dia mendapatkan tahta dengan menjadi Putra Mahkota, maka datanglah kekacauan akibat Jia Nanfeng** serta delapan pangeran bertarung untuk berebut kekuasaan. Bila saja tahta diberikan kepada pangeran lainnya, Dinasti Jin takkan berada di selatan***. Kakak Pertama, bagaimana menurutmu?”
(* Nama aslinya Sima Zhong, anak kelahiran selir dan juga memiliki keterbelakangan mental
** Jia Nanfeng adalah permaisuri dari Kaisar Hui. Dia mengendalikan sang Kaisar untuk mendapatkan kekuasaan dan terlibat dalam membunuh para pangeran serta orang-orang berkedudukan tinggi. Dia adalah salah satu penyebab Perang Delapan Pangeran.
*** Karena kekuatan militer Dinasti Jin melemah gara-gara Perang Delapan Pangeran, Dinasti Jin dipaksa untuk mundur ke selatan saat kaum barbar melawan mereka. Semuanya bisa jadi berbeda bila Kaisar sebelumnya memberikan tahta kepada orang lain dan bukannya Kaisar Hui yang bahkan tak mampu mengamankan posisinya dan menyingkirkan ancaman.)
Bahkan bila Rulan kekurangan senjata teoritis, dia masih hebat dalam hal membawa momentum, “Bisa ada berapa banyak orang bodoh seperti Kaisar Hui dari Jin? Tak mungkin Kakak Keempat menganggap semua anak-anak yang dilahirkan selir sebagai orang bodoh, kan?”
Lalu mereka lanjut membacakan banyak contoh-contoh ekstrim seperti Kaisar yang menghabiskan waktu lama dalam menaikkan pertumbuhan anak di berbagai tempat, menekankan narasi tentang tirani Kaisar Yang terhadap rakyat yang telah menyebabkan banyak bencana, lalu dengan cepat menangkisnya dengan sebuah contoh tentang era kekuasaan Zhenguan milik Li Shimin (Kaisar Taizong dari Tang) yang dianggap sebagai salah satu masa keemasan Tiongkok untuk membesarkan kembali debatnya. Tuan Muda Kedua mungkin tak sehebat Tuan Muda Pertama namun kedua pihak seimbang. Sementara itu Tuan Zhuang berpikir bahwa hal ini sebenarnya cukup menyenangkan; mereka semua bicara seperti kue – mulus. Hanya saja mereka penuh dengan keraguan.
Bicara dalam waktu lama telah membuat mulut mereka kering, namun kemudian saat dia berusaha mencari Minglan, dia mendapati bahwa Minglan sedang duduk santai di pinggir, membuatnya langsung mengamati situasi Minglan. Hal ini membuat mata Minglan melebar dan membeku! Bila kali ini dia berpura-pura tak tahu apa-apa lagi, dirinya pasti akan secara bertahap dipandang rendah oleh yang lain dan akan menganggap kalau kemampuan intelektualnya tak sebanding dengan yang lain. Terlalu banyak kepengecutan dalam hidup sang nona muda, bagaimana hal itu akan berakhir, dirinya sudah punya ide bagus.
Namun tentu saja, menjawab hal ini akan tidak konsisten dengan karakter Minglan, jadi dia pun berpikir sebelum mengulas senyum kepada saudara-saudarinya serta Tuan Zhuang dan kemudian berkata, “Aku hanya peduli tentang pikiran; tak boleh bodoh, tapi aku punya masalah dalam hatiku namun tak bisa mengatakannya, jadi mungkin lebih baik berpura-pura untuk dilihat orang. Anggap ini sebagai hiburan, bagaimana kalau begitu? Tapi nanti, kalian semua lebih baik tak mengucapkan sepatah kata pun tentang itu.”
Tuan Zhuang sedang dalam suasana hati yang bagus, dengan gembira mengangguk bersamaan dengan yang lain. Minglan memanggil Danju supaya datang, lalu membisikkan sesuatu di telinganya. Setelah Danju menjawab dengan berbisik, kemudian dia memanggil tiga orang gadis pelayan kecil. Salah satunya adalah pelayan baru, Yan Cao, yang ditugaskan untuk memotong rumput di halaman Minglan, sementara dua lainnya adalah gadis pelayan baru milik Rulan dan Molan.
Tiga orang gadis pelayan kecil itu berdiri malu-malu di depan ruangan dan kemudian berkowtow sebagai salam kepada majikan. Kemudian mereka berdiri tegak dan saling lirik dengan bingung.
Minglan memperingatkan mereka dengan tiga kalimat, “Tuan Zhuang sekarang sedang mengajari kami, jadi hari ini berkomentarlah tentang yang terbaik dan yang terburuk dari kami, tiga bersaudari ini. Tuan Zhuang baru saja datang untuk mengajari kami dan kami tidak bagus dalam hal melebih-lebihkan diri kami sendiri. Kami akan membayar kalian bertiga untuk pujian yang akan kalian berikan dan salah satu yang mengucapkan yang terbaik akan diberi hadiah oleh majikan mereka!”
Yan Cao menatap kaget sekaligus senang pada Minglan dan dua yang lainnya pun menatap majikan mereka masing-masing. Melihat bahwa ketiga nona menganggukkan kepala mereka, mereka pun memastikan bahwa Minglan mengucapkan yang sebenarnya. Minglan tersenyum dan menatap pada beberapa orang penonton itu lalu berkata tegas kepada ketiga pelayan, “Gadis pelayan yang bicara lebih dahulu adalah milik Kakak Keempat, kemudian Kakak Kelima, lalu milikku. Ketiga gadis pelayan kecil, yang mana menurut kalian yang paling berbudi, cerdas dan memiliki temperamen yang baik?”
Para gadis pelayan kecil pada akhirnya masih muda dan tak tahu apa-apa. Satu demi satu mereka bicara; yang satu bilang kalau Rulan berlatih kaligrafi setiap hari dan menghormati orangtuanya; yang lain berkata bahwa Molan telah mempelajari puisi setiap hari dan memiliki tindak-tanduk yang lembut; Yan Cao berkata bahwa seringkali di malam hari, Minglan berlatih menyulam. Pada awalnya mereka mengucapkan segalanya dengan lemah lembut dan Minglan, di pinggir tak bisa menahannya lagi maka dia berusaha keras untuk menyemangati mereka. Dari waktu ke waktu dia akan menyebutkan berbagai hal seperti hadiahnya akan dinaikkan. Hal ini membuat mereka jadi semakin dan semakin bersemangat dalam bicara dan bahkan mulai jadi gugup serta merona, tetapi mereka tidak lupa sampai-sampai menganggap pihak lain beromong kosong; membantah yang diucapkan oleh gadis pelayan lain di antara serangan-serangan pribadi mereka.
Minglan melambaikan tangannya; menghentikan mereka sebelum mereka bertengkar dan bertanya, “Aku bertanya lagi pada kalian, di antara kami tiga bersaudara, siapa yang paling tua?” Kali ini tak ada keberatan dari ketiga gadis pelayan kecil, dan mereka berbisik kalau orang itu adalah Molan. Di belakangnya, Minglan mendengar suara-suara pergerakan namun mengabaikannya dan bertanya lagi, “Lalu di antara kami tiga bersaudari, siapa yang dilahirkan dari istri sah?” Kali ini pelayan Rulan menjawab keras: “Nonaku.” Yang lainnya menggumamkan jawaban samar.
Minglan melihat ke belakang pada kerumunan dan tersenyum. Mata Tuan Zhuang menunjukkan tanda-tanda pujian saat dia melontarkan sebuah anggukan kecil ke arah gadis itu. Minglan mengenali bahwa ini adalah indikasi pujian dan dengan ceria berbalik. Changfeng menatap kakaknya, Changbai dan yang lain saling berpandangan satu sama lain selama beberapa saat. Changbai-lah yang mengalihkan tatapan terlebih dahulu saat dia dengan cepat memalingkan pandangannya ke luar dan tersenyum. Minglan luar biasa.
Sheng Changbai, orang ini, bila dibandingkan dengan semua orang di keluarga Sheng cukup berbeda. Dengan sifat pendiam, perilaku lurus dan tegas, mendapatkan pencapaian meski masih muda dan tak peduli buku apapun yang dia baca, dia masih sadar diri dan berpengalaman juga fasih, ceria dan berkembang, berkebalikan dengan Sheng Hong. Dikatakan bahwa dia mirip dengan almarhum kakek dari rumah tangga Wang dan Wang-shi juga bilang kalau pemuda itu memiliki wajah dari almarhumah ibunya.
Senyuman hari ini, sepertinya bahkan sang adik Rulan dan Selir Xiao takkan menikmati ini. Minglan memegangi rambutnya untuk menyejukkan lehernya.
Pada saat ini, Changfeng tak tahan untuk membuka mulutnya, “Adik Keenam sangat salah.” Semua orang menatapnya, hanya untuk melihat alis Changfeng terangkat sebelum dia meneruskan, “Para gadis pelayan kecil ini baru saja datang. Mereka belum mempelajari semua aturan, bagaimana mereka akan bisa membedakan yang bijak dan yang memiliki temperamen bagus? Tentu saja hal itu menyebabkan perselisihan.”
Changbai tak bicara. Dia hanya sedikit menaikkan mulutnya saat MInglan bersuara ‘oh’ lalu berkata, “Yang Kakak Ketiga katakan masuk akal, bagaimana menurutmu?”
Dan kemudian dia kembali bertanya kepada ketiga gadis pelayan kecil. Minglan tampak serius, “Kalian masih kecil dan tak memahami aturan, tetapi kalian memiliki mata. Aku bertanya kepada kalian, di antara ketiga nona, yang mana yang penampilannya paling baik, paling berbakat, dan paling berbudi? Nilai totalnya dihitung.”
Begitu Minglan selesai bicara, semua orang pun mulai tertawa. Tubuh Tuan Zhuang teguncang-guncang saat dia tertawa dan kertas-kertasnya teremas di tangannya. Yang lain lebih samar, menahan sebagian besar tawa mereka. Bahkan Changbai, meski menggelengkan kepalanya, ikut tertawa. Bahkan ada suara tawa ringan yang jelas tak berasal dari seseorang di dalam ruangan. Tampaknya berasal dari balik tirai di belakang Tuan Zhuang, tak diragukan lagi seorang pelayan nakal yang telah menyelinap ke dalam ruangan itu tanpa izin.
Mereka menghentikan tawa mereka saat menatap aneh ke arah tirai. Changbai bekata dengan suara yang dalam, “Siapa di belakang? Bagaimana kau berahsil masuk?”
Sebagai responnya, seorang anak lelaki kecil melangkah keluar dari belakang tirai. Dia mengenakan pakaian biru panjang dengan kerah bersilang yang disulam dengan benang perak. Rambutnya, sehitam bulu gagak, disatukan secara longgar dengan cincin kumala. Di pinggangnya terdapat sabuk kumala cerulean dengan kantong putih rembulan, dilapisi oleh manik-manik biru berkilauan yang terbuat dari turmalin, ebrbentuk seperti labu. Dia tampak seperti baru saja datang dari luar karena di bahunya terdapat beberapa kelopak bunga persik merah muda.
Saat melihat dirinya, Tuan Zhuang terkekeh, “Yuan Ruo, kenapa kau kemari? Bagaimana dengan ibumu?”
Remaja itu berdiri di depan Tuan Zhuang sebelum menangkupkan tangannya dan membungkuk. Setelah menaikkan kepalanya, dia berkata, “Bagaimana kabar Anda, Pak. Setelah berpisah jalan di Ibu Kota, kita akhirnya bisa bertemu lagi hari ini. Ibuku memberitahuku untuk menunggu di luar, tetapi bahkan setelah menunggu cukup lama, Anda masih belum membubarkan kelas. Aku, murid ini, sangat gelisah dan tak bisa menunggu lebih lama lagi, karenanya aku diam-diam masuk sendiri lewat pintu belakang. Harap para kakak di sini tidak keberatan.”
Sembari berkata demikian, dia menangkupkan tangannya dan memberi hormat kepada anak-anak Sheng. Bibir merah gelap dan gigi putih pemuda itu menghasilkan seulas senyum lembut. Matanya cerah dan alisnya elegan. Posturnya setinggi dan setegak bambu. Secara keseluruhan penampilannya bagaikan bunga paling langka di seluruh negeri, saat orang melihat dirinya, semua akan berkata, ‘sungguh seorang anak lelaki yang rupawan!’.