Fortunate To Meet You - Chapter 17
Liang Zheng berlari kembali ke kamarnya. Saat menutup pintu kamar, saat itulah air matanya menetes.
Dia mengangkat tangannya untuk sembarang mengusap air matanya, berjalan ke lemari dan membuka pintu lemari. Dia mengeluarkan kopernya dari dalam.
Dia membuka koper dan berjongkok di lantai, mulai mengemasi barang-barangnya.
Pikirannya kacau. Beberapa saat tadi saat di halaman, gadis-gadis itu menyindir bahwa dia belum pernah tinggal di rumah yang bagus hingga dia begitu tidak tahu malu untuk terus tinggal di rumah Zhou Xu.
Tidak beberapa lama, dia melihat dua baris kata yang tertulis di buku catatan Zhou Xu. Zhou Xu pasti begitu membencinya sampai menuliskan kalimat penuh rasa jengkel seperti itu. Kapan Liang Zheng baru akan berhenti datang ke rumahnya?
Liang Zheng tiba-tiba merasa seperti tamu yang tidak diundang dan tidak diharapkan. Dia malah begitu muka badak untuk datang setiap minggu ke rumah Zhou Xu.
Dia menunduk untuk mengemasi barang-barangnya sambil menangis tanpa henti.
Ketika barangnya sudah selesai di bereskan, dia mengusap air matanya dengan tangan. Mendongak ke atas untuk melihat hadiah di nakas samping tempat tidur.
Sebenarnya dia bahkan tidak pernah membeli barang semahal itu, bainya ini adalah sebuah hadiah yang berharga. Tapi sekarang setelah dipikirkan dengan tenang, bagaimana mungkin Zhou Xu akan menghargainya. Zhou Xu selalu begitu merendahkan dan menghina dirinya.
Liang Zheng mengulurkan tangan untuk mengambil hadiah itu, air matanya jatuh tak terkendali ke atas kotak hadiah.
Dia sedikit merasa dirugikan dan sedih. Tak peduli bagaimana, ini hadiah yang dia beli dengan susah-susah cari uang.
Dia membuka kotak hadiah, di dalamnya terbaring sebuah jam tangan yang sangat cantik.
Dia menatapnya sebentar, akhirnya menutup kotak itu dan meletakkan di bagian paling bawah koper.
Dia bangkit berdiri dari lantai dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka.
Dia tinggal di dalam kamar untuk sementara waktu. Ketika dia keluar, sudah tidak terlihat kalau dia habis menangis.
Saat turun dari lantai atas, di halaman luar masih sangat ramai.
Liang Zheng pergi ke dapur untuk melihat apa ada sesuatu yang bisa dia bantu.
Bibi Zhou sedang sibuk memanggang satu loyang kue dan baru saja keluar dari oven. Dia berkata saat melihat Liang Zheng datang, “Zhengzheng, kemari dan bantu aku antarkan ini ke halaman depan. Mereka semua bilang enak, yang di luar sudah habis.”
“Oke.” Liang Zheng mengambilnya dan pergi ke luar.
Dia meletakkan kue di atas meja putih panjang di tengah halaman. Melihat entah siapa yang menumpahkan segelas anggur di sampingnya, dia mengangkat gelas itu dan menarik tisu untuk membersihkan meja.
Baru saja ingin kembali, ada seseorang yang memanggilnya, “Liang Zheng, kemari!”
Dia tanpa sadar melihat ke arah sumber suara, Yang Sheng yang memanggilnya.
Mereka sedang duduk berkelompok di sebuah meja, minum-minum sambil mengobrol.
Zhou Xu juga ada di sana.
Dia melihat ke arah sana, Zhou Xu juga mengangkat kelopak matanya dan melihat ke arahnya.
Liang Zheng tidak terlalu ingin ke sana, tapi Yang Sheng memanggilnya lagi, “Ayo main kemari. Untuk apa kamu sendirian di sana?”
Semua orang di meja itu pun menatap ke arahnya. Liang Zheng ragu-ragu sebentar dan tidak enak juga kalau tidak ke sana. Dia pun menuju ke sana.
Di sana kebetulan ada satu kursi kosong, Liang Zheng menarik kunsi dan duduk di sana.
Setelah sampai sana, dia baru sadar kalau mereka sedang memberikan hadiah kepada Zhou Xu.
Hadiah yang diberikan semua orang sangat mahal. Zhou Xu mengucapkan terima kasih dengan sopan, tapi ekspresinya sangat datar, tidak terlihat emosi apa pun.
Liang Zheng duduk di sana dengan tenang, tidak mengatakan sepatah kata pun.
Dia sedikit pun tidak kenal teman-teman Zhou Xu, juga tidak tahu harus mengobrolkan apa. Dia duduk di tengah sana, seperti orang yang tak kasat mata.
Tapi topik pembicaraan masih melihatkan dirinya. Lin Xin tiba-tiba bertanya, “Liang Zheng, bagaimana denganmu? Kamu belum memberikan hadiah kepada Zhou Xu.”
Liang Zheng membeku sejenak. Dia menatap Lin Xin dan terdiam beberapa detik sebelum berkata, “Aku tidak menyiapkan hadiah.”
Zhou Xu awalnya duduk bersandar di kursinya, matanya menatap ke bawah dan entah sedang memikirkan apa. Setelah mendengar ucapan Liang Zheng, dia akan terkejut dan mengangkat kelopak matanya untuk menatap Liang Zheng.
Masalah Liang Zheng beli hadiah, Lin Xin dan teman-temannya tahu.
Jadi saat Liang Zheng tiba-tiba bilang dia belum menyiapkan hadiah, beberapa orang tertegun.
Seorang gadis berkata, “Yang benar saja? Orang ulang tahun lho, kamu tidak menyiapkan hadiah?”
Liang Zheng mengatupkan bibirnya, dia tanpa sadar menatap Zhou Xu yang duduk di seberang mereka.
Ketika melihat ke sana, dia melihat bahwa Zhou Xu juga sedang menatapnya.
Matanya terlihat agak suram, menatap Liang Zheng dengan seperti itu.
Dia tersenyum dengan sedikit menyesal, “Maaf Zhou Xu, aku tidak terpikir untuk memberikan hadiah.”
Zhou Xu meliriknya sekilas dan tidak bicara. Dia mengalihkan tatapannya dengan dingin ke arah lain sambil berkata dengan tak acuh, “Tidak masalah.”
Sekelompok orang itu mulai minum dan mengobrol lagi. Liang Zheng duduk di sana, seperti orang luar.
Dia merasa sangat sedih. Setelah duduk sebentar, dia bangkit berdiri dan pergi dengan alasan ingin membantu Bibi Zhou.
Pesta terus berlanjut sampai jam 2 pagi, semua mulai pergi satu per satu.
Meninggalkan halaman yang berantakan. Meski ada orang khusus yang ditugaskan untuk membereskan, tapi pekerjaannya terlalu banyak. Liang Zheng sedang tidak ada kegiatan, dia juga membantu mereka membersihkan bersama.
Dia sibuk sampai hampir jam 3 pagi, Liang Zheng kembali ke dapur untuk membantu Bibi Zhou membereskan alat makan sambil mengatakan padanya, “Bibi, aku akan pulang besok.”
Zhou Yuzhi terkejut dan bertanya, “Begitu cepat? Sudah beli tiket pesawat?”
Liang Zheng mengangguk, “Iya, sudah beli. Liburan sudah cukup lama, aku sedikit rindu rumah.”
Zhou Yuzhi sebenarnya masih ingin Liang Zheng tinggal dua hari lagi, tapi memang liburan sudah berlangsung cukup lama, mungkin gadis kecil ini sudah rindu pada orang tuanya. Dia tidak membujuk lagi dan berkata, “Besok aku dan pamanmu ada sedikit urusan, mungkin tidak bisa mengantarmu. Aku suruh A Xu antarkan kamu ke bandara.”
Liang Zheng buru-buru menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu, Bibi. Aku sudah janjian dengan teman, mereka beberapa hari ini baru mulai libur dan pulangnya juga besok. Dia akan kemari menjemputku.”
“Begitu ya…”
Liang Zheng tersenyum dan mengangguk, “Iya.”
Liang Zheng terdiam beberapa saat dan kemudian berkata dengan tulus, “Bibi, beberapa waktu ini telah merepotkanmu.”
Zhou Yuzhi tersenyum dan berkata, “Tidak ada. Zhengzheng sangat manis, aku sangat menyukaimu, mana mungkin merepotkan.”
Zhou Yuzhi berbicara sambil meletakkan sumpit yang telah dicuci di dalam lemari, “Saat kamu kembali ke sekolah, harus telepon aku lebih awal. Aku akan pergi menjemputmu.”
Liang Zheng tersenyum dan tidak menanggapi.
Dia membantu membersihkan meja dapur sampai bersih dan Zhou Yuzhi mulai mendesaknya, “Sudah, sudah. Kamu besok masih harus naik pesawat. Cepatlah kembali ke kamar untuk istirahat.”
“Tidak apa-apa, aku tunggu Bibi saja biar sama-sama.”
“Tidak usah, aku sudah hampir selesai.” Zhou Yuzhi mendesak Liang Zheng untuk pergi istirahat, Liang Zheng tidak punya pilihan lain selain menurutinya.
Ketika naik ke atas, Zhou Xu kebetulan sedang turun ke bawah.
Tanpa menatapnya, Zhou Xu berlalu dari sebelahnya.
Mungkin karena malam ini Zhou Xu minum cukup banyak, aroma alkohol di tubuhnya sangat keras.
Liang Zheng melihat Zhou Xu yang melewatinya tanpa menatap sekilas, berpikir sebentar dan memutuskan untuk memanggilnya, “Zhou Xu.”
Langkah kaki Zhou Xu berhenti, terdiam beberapa detik sebelum melihat ke arah Liang Zheng.
Liang Zheng menatapnya dan berkata, “Besok aku akan pulang.”
Zhou Xu menatapnya. Untuk sesaat, dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengiyakan dengan acuh tak acuh, berbalik dan pergi.
Liang Zheng berdiri sebentar di sana sebelum juga berbalik dan kembali ke kamar.
Selesai mandi, dia kembali melanjutkan membereskan barang-barang yang tadi belum selesai dia bereskan.
Semua barangnya dibereskan sampai tidak bersisa, meletakkan benda lainnya kembali ke posisinya dan tidak lupa membersihkan kamar itu juga.
Saat semua selesai dikerjakan, sudah jam empat pagi.
Dia berbaring di tempat tidur untuk sejenak, sama sekali tidak bisa tidur. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap ke langit malam di jendela sampingnya. Dia terus terjaga sampai jam enam pagi, sampai langit perlahan menjadi terang.
Dia bangkit dari tempat tidur, pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kemudian dia juga membersihkan kamar mandi dan mengeringkan setiap tetes air.
Setelah itu, dia juga melepas seprai dan selimut untuk dicuci di lantai bawah.
Kemarin malam, semua orang tidur larut malam. Jadi, paman dan bibi masih belum bangun.
Liang Zheng membawa seprai dan selimut ke ruang cuci, memasukkan semua itu ke dalam mesin cuci, menuangkan detergen dan desinfektan, dan menyesuaikan mode cuci.
Di kamar di lantai tiga, Zhou Xu tidak tidur sepanjang malam.
Dia duduk di sofa semalam suntuk, di atas meja kopi penuh dengan hadiah ulang tahun. Dia bahkan tidak membukanya.
Kemarin malam saat Yang Sheng mabuk, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Kalau ada seorang gadis lupa menyiapkan hadiah ulang tahun untukmu, artinya apa?”
Yang Sheng yang sedang mabuk di atas meja, masih ingat untuk menjawabnya, “Artinya apa lagi… artinya dia tidak peduli padamu.”
Zhou Xu bersandar pada sofa, menopang kepalanya dengan tangan dan menatap tumpukan hadiah ulang tahun di atas meja. Tiba-tiba dia merasakan kekesalan yang tak bisa digambarkan.
Dia mengerutkan keningnya, bangkit berdiri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Saat Zhou Xu turun, Liang Zheng sedang menggantung seprai.
Zhou Xu berdiri di pintu ruang cuci dan menatapnya.
Setelah Liang Zheng menggantung seprai, dia berbalik dan melihat Zhou Xu sedang berdiri di luar untuk mengawasinya.
Dia sedikit tertegun, namun segera menyunggingkan senyum sopan, “Aku sudah mencuci seprai sampai bersih, sudah tidak ada kumannya.”
Entah kenapa, Zhou Xu merasa ucapan ini sedikit menusuk telinga. Dia mengerutkan kening tanpa sadar.
Zhou Yuzhi yang kebetulan baru turun, juga melihat Liang Zheng sedang menjemur seprai di sana. Dia buru-buru masuk, “Zhengzheng, kenapa kamu cuci sendiri? Taruh di situ saja.”
Liang Zheng tersenyum dan berkata, “Ini sudah seharusnya, Bibi. Selain itu, ada mesin cuci. Tidak menguras energi.”
“Kamu juga tidak perlu bangun pagi-pagi begini untuk cuci sendiri, kan?” Zhou Yuzhi menarik Liang Zheng keluar dari ruang cuci, “belum sarapan, kan? Tunggu sebentar, aku akan segera membuatkan makanan.”
Zhou Yuzhi berkata sambil berjalan ke arah dapur, Liang Zheng ikut dengannya untuk membantu.
Zhou Yuzhi dan suaminya harus pergi pagi ini, mereka segera berberes setelah sarapan.
Ketika berjalan sampai pintu, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata pada Zhou Xu, “Zhengzheng nanti harus kejar pesawat, kamu antar dia.”
Zhou Xu mengangkat kepalanya dan menatap ibunya, hanya mengiyakan.
Liang Zheng ingin mengatakan tidak usah, tapi Bibi Zhou sudah mau pergi. Dia meletakkan sumpitnya dan ikut keluar dari ruang makan, mengantar Paman dan Bibi Zhou.
Dia mengantar Paman dan Bibi Zhou sampai ke halaman, melihat mereka masuk ke mobil dan tersenyum sambil melambai, “Paman, Bibi, hati-hati di jalan. Utamakan keselamatan.”
Zhou Yuzhi memegang tangan Liang Zheng melalui jendela mobil, “Kamu juga. Ingat untuk telepon aku begitu sampai rumah.”
Liang Zheng mengangguk dengan patuh, “Iya, Bibi.”
Liang Zheng berdiri di halaman dan melihat mobil Paman Zhou melaju pergi sebelum akhirnya berbalik dan masuk kembali ke rumah.
Ketika kembali ke ruang makan, Zhou Xu masih sarapan.
Liang Zheng kembali duduk dan minum susu kacang yang tersisa di gelasnya. Zhou Xu tiba-tiba bertanya, “Pesawat jam berapa?”
Liang Zheng tertegun sebentar, mendongak dan tersenyum pada Zhou Xu, “Jam sepuluh. Tapi kamu tidak perlu mengantarku, aku sudah janjian untuk pergi dengan temanku.”
Begitu kata-kata ini terlontar, ponsel di atas meja berbunyi.
Liang Zheng menunduk untuk melihat ID penelepon dan segera mengangkatnya, “Li Xi, kamu sudah sampai?”
“Cepat, bereskan barangmu dan turun.”
“Iya, aku segera datang.”
Liang Zheng mematikan telepon dan bangkit berdiri. Dia menatap Zhou Xu, “Itu… mungkin harus merepotkanmu untuk membereskan alat makan ini.”
Zhou Xu menatapnya dan tidak bicara.
Liang Zheng sudah hampir terlambat. Dia keluar dari ruang makan dan naik ke lantai atas untuk mengambil kopernya.
Dia menyeret koper keluar dari kamarnya, memakai tas ransel biru muda di punggungnya.
Koper itu sangat berat, dia berusaha kuat mengangkatnya dengan kedua tangan.
Baru turun dua anak tangga, Zhou Xu mengulurkan tangan dan membawanya.
Zhou Xu membantu Liang Zheng membawanya ke lantai bawah, Liang Zheng tidak hentinya mengucapkan terima kasih di belakangnya, “Terima kasih, terima kasih, sudah merepotkanmu.”
Sesampainya di pintu, Liang Zheng melihat taksi yang terparkir di halaman luar rumah Zhou Xu.
Liang Zheng segera mengambil alih kopernya, “Aku sendiri saja.”
Liang Zheng mengganti sepatunya dan keluar rumah sambil membawa kopernya.
Setelah menuruni undakan, dia menyeretnya ke luar halaman.
Zhou Xu berdiri di pintu, menatap punggung gadis itu sesaat, juga ikut berjalan ke sana.
Liang Zheng berjalan sampai gerbang halaman dan membuka pintu. Li Xi keluar dari mobil dan mengambil koper Liang Zheng. Membantu gadis itu untuk meletakkannya di bagasi belakang, “Tempat ini lumayan bagus.”
Liang Zheng berdiri bersamanya dan menekan koper ke dalam bagasi, “Jangan banyak omong kosong kamu.”
Li Xi tersenyum jahil dan menutup bagasi belakang, “Ayo berangkat!”
Liang Zheng berjalan ke depan dan membuka pintu mobil. Saat dia bersiap untuk masuk ke mobil, tiba-tiba dia teringat sesuatu.
Dia berbalik dan melihat Zhou Xu berdiri di halaman, sedang menatapnya.
Tangan Zhou Xu dimasukkan di dalam saku celana, matanya begitu gelap dan dalam, menatapnya seperti itu.
Liang Zheng tersenyum padanya, melambaikan tangan dan berbalik. Dia membungkuk dan masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan menuju bandara, Li Xi terus berbicara.
Liang Zheng tidak terlalu mendengarkannya, dia terus menatap ke luar jendela sambil melamun.
Sampai mereka naik ke pesawat, Liang Zheng juga tidak banyak bicara.
Liang Zheng biasanya sangat ceria dan banyak bicara, jarang-jarang dia bisa diam. Li Xi akhirnya menyadari ada yang salah, menoleh dan melihat ke arahnya, “Kamu kenapa? Kenapa dari tadi diam saja?”
Liang Zheng menatap ke luar jendela, matanya mengerjap pelan, “Tidak, hanya sedikit capek.”
Teringat masalah yang terjadi tadi malam, matanya terasa panas. Dia memejamkan matanya tanpa sadar, “Ngantuk, aku tidur dulu. Jangan ganggu aku.”
Pesawat terbang selama hampir tiga jam dan akhirnya tiba di Bandara Jiangcheng.
Begitu keluar, dia melihat ayahnya yang sedang menunggunya. Liang Zheng melihat dari jauh, matanya terasa panas dan hampir saja menangis.
Dia berlari ke sana dan berusaha keras untuk tersenyum, “Ayah, kenapa sendirian? Mana Ibuku?”
Tuan Liang mengambil alih koper putrinya sambil tertawa, “Ibumu hari ini lembur, tidak bisa datang. Jadi aku sendiri yang datang.”
“Halo, Paman Liang!”
Tuan Liang menatap Li Xi dan tersenyum sambil menepuk pundak pemuda itu, “Xiaoxi, sudah setengah tahun tidak melihatmu. Kenapa kamu sepertinya tambah tinggi?”
Liang Zheng tertawa, “Ayah terlalu berlebihan. Sudah umur 20 tahun, sudah lama tidak tambah tinggi.”
Li Xi berkata, “Siapa bilang, belakangan ini aku memang tambah tinggi.”
“Membual saja kamu.”
Ketiganya berjalan keluar dari bandara dengan gembira menuju ke tempat parkir.
Keluarga Li Xi dan Keluarga Liang Zheng tinggal berdekatan, Tuan Liang mengantar Li Xi pulang dulu baru pulang ke rumah bersama putrinya.
Begitu memasuki rumah, ayahnya langsung bertanya, “Ibumu sedang tidak ada di rumah. Ayah masakkan sesuatu untukmu. Kamu mau makan apa?”
Liang Zheng tertawa, “Ayah istirahat saja, aku tidak lapar.”
“Mana mungkin? Mau tidak Ayah masakkan semangkuk mie?”
“Ayah, aku benar-benar tidak lapar. Aku tadi sudah makan di pesawat.” Liang Zheng menarik kopernya dan kembali ke kamar, berbalik dan bersandar di ambang pintu sambil bicara pada ayahnya, “Ayah, aku mau tidur dulu. Nanti malam saat ibu pulang, kita makan hot pot saja. Aku ingin makan.”
Tuan Liang mengangguk saat mendengar ini, “Baiklah, kamu mau makan yang mana? Aku telepon dan pesan tempat dulu.”
Liang Zheng tersenyum dan berkata, “Tentu saja pergi ke tempat biasa.”
Tuan Liang ikut tertawa juga, “Baiklah, kamu istirahat dulu. Ayah pesan tempat.”
“Baik!” Liang Zheng mengangguk sambil tersenyum dan menutup pintu kamar.
Kemarin malam tidak tidur, dia juga menangis. Sekarang rasanya agak lelah.
Dia mendorong koper ke sisi tempat tidur, berjongkok di lantai. Membuka koper dan mengeluarkan piyama dari dalam, kemudian pergi mandi dan keramas.
Setelah selesai mandi, dia duduk di depan meja rias untuk mengeringkan rambut.
Melihat pantulan dirinya di cermin, tiba-tiba dia merasa agak sedih.
Rambut ini secara khusus dia tata sebelum Zhou Xu pulang. Rambutnya panjang dan dibuat agak ikal di bagian bawahnya, dia juga secara khusus mewarnainya. Biasanya tidak akan terlihat, tapi saat terkena sinar matahari akan terlihat cantik.
Sayang sekali, Zhou Xu mungkin tidak pernah menyadarinya sama sekali.
Dia mengeringkan rambut dan menangkupkan dirinya di atas meja rias dengan lelah. Membalas pesan WeChat dari Feng Qian: [Tidak jadi menyatakan cinta.]
Feng Qian: [Ah? Kenapa? Bukankah kamu sudah mantap mau menyatakan perasaan?]
Liang Zheng sedih sebenarnya, dia membalas lagi: [Aku baru tahu kalau dia sangat membenci aku.]
[Hah? Kenapa? Apa dia mengatakan sesuatu padamu? Tidak mungkin, bukankah kamu sudah bekerja dan mencari uang untuk membelikan kado untuknya? Dia tidak suka? Atau mengatakan sesuatu yang keterlaluan?]
Mata Liang Zheng masih terasa panas dan sedikit sakit.
Dia tidak membalas lagi, keluar dari halaman chat-nya dengan Feng Qian.
Saat keluar, dia melihat antarmuka obrolan dengan Zhou Xu.
Jelas-jelas Zhou Xu belum pernah mengajaknya mengobrol, tapi dia masih dengan bodohnya menempatkan WeChat Zhou Xu di bagian teratas.
Liang Zheng membuka kotak dialog itu dan melihat dua baris percakapan singkat di atasnya.
Sebuah pesan ucapan selamat tahun baru yang dikirim pada Imlek tahun lalu, Zhou Xu hanya membalasnya dengan singkat.
Lalu juga ada juga ada satu pesan lagi yang mengatakan kalau dia sudah sampai di kampusnya, minta Liang Zheng segera keluar setelah kelas.
Sudah setahun sejak WeChat itu ditambahkan, mereka berdua hanya pernah mengobrol tiga kali dan tidak ada pembicaraan lain lagi.
Dia membuka Moments WeChat.
Dia setiap hari tidak ada lelah dan bosannya menatap Moments Zhou Xu, tapi tidak pernah ada update di sana.
Sama seperti orangnya saja, dingin dan keterlaluan.
Liang Zheng kembali ke antarmuka dialog dan bertumpu di atas meja. Setelah ragu-ragu sejenak, dia membuka gambar Zhou Xu, mencari tombol menghapus teman dan setuju untuk menghapus teman.