Fortunate To Meet You - Chapter 16
Setelah melambaikan tangan pada Zhou Xu, Liang Zheng langsung menuju ke kampus.
Langkahnya terlihat tenang, tidak bisa terlihat kejanggalan, tapi hanya dia yang tahu seberapa cepat jantungnya berdetak dan seberapa panas wajahnya.
Untungnya, malam itu gelap, hingga tidak ada yang bisa melihat semerah apa pipinya.
Semua ingatan di benaknya hanya dipenuhi dengan dirinya yang terdorong ke dalam pelukan Zhou Xu dan ketika mendongak ke atas, dia melihat mata yang gelap dan dalam itu.
Setelah kembali ke persimpangan jalan menuju asrama, Liang Zheng secara tidak sadar mempercepat langkahnya. Dia diam-diam mengepalkan tangan dan berusaha mengambil napas dalam-dalam, mengingatkan dirinya untuk tidak berpikir sembarangan karena orang itu adalah Zhou Xu.
Liang Zheng terus membangun mentalnya sendiri. Sekembalinya ke asrama, dia segera menyalakan komputer dan duduk tegak di depan meja belajarnya. Dia juga masuk ke sebuah kelas bahasa inggris lisan, berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran kacau di benaknya.
Tapi dia tidak bisa dipungkiri, Zhou Xu terlalu mudah membuat hatinya tergerak.
Meski karakter Zhou Xu begitu dingin, tapi saat mata mereka tidak sengaja bertemu, Liang Zheng tidak bisa menahan hatinya yang lumer.
Liang Zheng mengingatkan dirinya di dalam hatinya, dia harus tahu diri sedikit. Orang itu adalah Zhou Xu. Orang yang begitu dingin hingga tidak pernah pusing-pusing untuk berusaha bicara dengannya. Kalau sampai jatuh hati, sudah pasti akan jadi cinta sepihak saja.
Liang Zheng meringkuk di tempat tidur, berusaha keras memejamkan matanya. Tidak boleh tergerak, hatinya tidak boleh tergerak.
Sangat disayangkan, hal seperti ini tidak pernah bisa dikendalikan oleh logika.
Hal semacam menyukai orang dan jatuh hati, hanya memerlukan waktu sekejap. Satu pandangan mata sudah cukup untuk menimbulkan riak di dalam hatinya.
Meski dia telah bekerja keras untuk menahan diri, tapi Liang Zheng sendiri dapat merasakan dengan jelas bahwa belakangan ini situasinya agak aneh. Saat di kelas, dia akan sering mendengarkan penjelasan guru sampai melamun. Setiap kali, dia akan selalu melihat moment milik Zhou Xu.
Meski dia tahu, Zhou Xu tidak pernah memperbaharuinya sekali pun dalam satu setengah tahun ini. Tapi dia masih terus memeriksanya setiap hari.
Ketika pergi makan malam di Kediaman Zhou pada akhir pekan, ketika mendengar Paman dan Bibi Zhou menyebut-nyebut Zhou Xu, dia tidak bisa tidak memanjangkan telinganya.
Ketika mendengar Zhou Xu akan liburan pada akhir Juni, dia merasakan sebuah kegembiraan yang tak terkatakan.
Satu minggu sebelum kepulangan Zhou Xu, Liang Zheng tiba-tiba ingin mengajak Feng Qian untuk menemaninya menata rambut.
Feng Qian dapat melihat semuanya. Dia tersenyum dan menyilangkan tangan di dadanya sambil bersandar di pintu lemari, menatap Liang Zheng yang sedang menatap ke cermin satu badannya, “Sebentar lagi mau ujian akhir, kamu masih punya minat untuk menata rambut.”
Liang Zheng menatap cermin, merapikan roknya dan berkata sungguh-sungguh, “Justru karena ujian akhir, jadi aku harus rileks sedikit dengan menata rambut.”
Feng Qian menyeringai, dia berjalan menuju ke meja belajar dan menarik kursi untuk duduk di sana, “Kalau tidak mengatakannya dengan jujur, jangan harap aku temani.”
Liang Zheng tertegun, menatap Feng Qian.
Feng Qian mengambil sebuah permen dari kotak permen milik Liang Zheng dan berkata, “Belakangan ini kamu sering tidak fokus, jangan kamu kira kita tidak menyadarinya. Setiap hari terus melihat Moments milik siapa di WeChat?”
Liang Zheng, “…”
Feng Qian membuang bungkus permen di tempat sampah sebelahnya dan tersenyum sambil bertanya pada Liang Zheng, “Wanita mempercantik diri karena ada tujuannya. katakan saja, apa kamu menyukai seseorang?
“……Baiklah.” Liang Zheng menyerah. Dia mendekat dan menarik bangku di sebelah Feng Qian untuk duduk, “Aku mengaku.”
Feng Qian meraih tangan Liang Zheng dan berkata dengan terkejut: “Siapa yang kamu suka? Aku kenal tidak?”
Liang Zheng mengerucutkan bibirnya, mengumpulkan keberaniannya dan berkata dengan hati-hati, “Zhou Xu.”
Begitu Liang Zheng mengatakan Zhou Xu pada Feng Qian, Feng Qian tahu. Dia sedikit terkejut, “Ah? Bukankah kamu bilang dia sangat dingin?”
“Iya.” Liang Zheng tiba-tiba menangkupkan wajahnya di atas meja, sedikit putus asa, “Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, belakangan ini terus teringat padanya.”
Feng Qian mendekat dan bertanya dengan rasa ingin tahu, “…apa menurutmu, dia punya maksud terhadapmu?”
Liang Zheng berpikir sangat keras. Namun, setelah berpikir lama, dia berhasil memikirkan apa pun.
Bagaimana mungkin. Dia dan Zhou Xu sudah saling kenal selama hampir setahun, jumlah kata-kata yang diucapkan oleh Zhou Xu padanya tidak lebih dari 20 kata. Mana mungkin pemuda itu punya maksud padanya.
Feng Qian menepuk pundaknya, “Itu belum tentu. Kamu belum pernah bertanya padanya, jangan menyerah dulu.”
Dia menambahkan, “Bukankah dia akan segera pulang? Kalau kamu benar-benar suka padanya, nyatakan saja padanya.”
Liang Zheng menelungkupkan kepala di atas meja dan menatap Feng Qian, “Bagaimana kalau dia menolakku?”
Feng Qian berpikir sejenak dan memberi Liang Zheng ide, “Atau… kamu mau coba tes dia dulu?”
Liang Zheng, “…”
Liang Zheng sangat tertekan dan menghela napas, “Lupakan saja, kita bicarakan saja nanti.”
Zhou Xu kembali pada tanggal 30 Juni. Liang Zheng sedang dalam ujian akhir hari itu dan tidak langsung pergi ke Kediaman Zhou.
Ujian terus berlanjut hingga tangga 13 Juli.
Pada sore hari, Bibi Zhou datang menjemputnya. Katanya Zhou Xu sedang pergi ke rumah kakeknya, baru akan pulang nanti malam.
Liburan musim panas cukup panjang, Bibi Zhou datang untuk membantu Liang Zheng mengepak barang-barang. Ketika di perjalanan pulang, Bibi Zhou mengemudi sambil berkata, “Liburan musim panas akan berlangsung lebih dari dua bulan, Zhengzheng mau tinggal lebih lama di Beijing? Sebentar lagi A Xu akan ulang tahun, teman-temannya akan mengadakan pesta ulang tahun untuknya. Ini cukup menyenangkan, kamu bisa tinggal untuk bermain dengan mereka.”
Liang Zheng membeku sejenak, “Zhou Xu ulang tahun?”
“Iya, nanti tanggal 25 Juli, tinggal beberapa hari lagi.”
Liang Zheng menghitung hari, tanggal 25 Juli hanya tersisa 12 hari saja.
Dia berpikir sejenak, kemudian mengangguk sambil tersenyum, “Oke, Bibi.”
Zhou Yuzhi berkata dengan senang, “Baguslah. Kamu tidak usah khawatirkan mamamu, aku akan membantumu bicara padanya.”
Bibir Liang Zheng terangkat dan berkata, “Terima kasih, Bibi.”
Ketika tiba di Kediaman Zhou, Zhou Xu masih belum pulang.
Liang Zheng membawa koper ke atas, mandi terlebih dulu, dan berganti pakaian.
Di luar rumah sangat panas, tapi di dalam rumah terasa sejuk.
Liang Zheng berganti pakaian dan keluar dari kamar. Saat melewati kamar Zhou Xu, dia tanpa sadar melihat ke dalam.
Kamar yang bersih dan sederhana, seperti orangnya.
Dia turun, tepat ketika Bibi memanggilnya, “Zhengzheng kemari. Aku beli es krim rasa vanilla, coba lihat kamu suka atau tidak.”
Zhou Yuzhi berjalan keluar dari dapur sambil berbicara, memegang ember besar Es Krim Vanilla bermerk Baxi di tangannya.
Liang Zheng berlari ke bawah dan mengambilnya dari Zhou Yuzhi, “Terima kasih, Bibi. Aku suka rasa ini.”
Zhou Yuzhi tersenyum, “Tapi jangan makan terlalu banyak sekaligus. Bagaimanapun, ini dingin. Kalau tidak bisa habis, masukkan ke dalam lemari es. Nanti agak malaman dimakan lagi.”
“Baik!” Liang Zheng merespons dengan patuh.
Zhou Yuzhi naik ke lantai atas.
Liang Zheng mengangkat tutup es krim, dia berjalan ke depan jendela yang besarnya sampai ke langit-langit. Dia melihat ke luar jendela sambil makan es krim.
Mentari sore bersinar terang, bahkan bisa terlihat dengan mata telanjang. Komunitas itu sangat hening, tidak banyak orang.
Liang Zheng berdiri di depan jendela sambil makan es krim, matanya terus memandang ke luar.
Setelah lama menatap ke luar, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia kembali ke sofa, meletakkan es krim di atas meja kopi dan mengambil ponselnya untuk memeriksa saldo uang di rekening banknya.
Zhou Xu akan berulang tahun. Dia harus memberinya hadiah.
Setelah dikurangi dengan uang tiket pesawat pulang, entah uangnya masih cukup atau tidak membeli sebuah hadiah yang layak.
Liang Zheng mulai kesal lagi.
Kalau tahu dari awal Zhou Xu akan berulang tahun, dia akan menabung.
Saat dia sedang menghitung uang di rekeningnya, dia mendengar suara mobil masuk ke halaman depan.
Liang Zheng menatap ke luar jendela dan tanpa sadar bangkit berdiri dari sofa.
Baru saja akan berjalan keluar, Bibi Zhou juga turun dan berkata dengan senang, “Harusnya A Xu dan papanya sudah pulang.”
Dia berkata sambil berlari ke luar, Liang Zheng pun mengikuti di belakang Bibi Zhou.
Benar saja, Zhou Xu dan Paman Zhou yang pulang.
Sudah lebih dari dua bulan tidak melihatnya.
Zhou Xu mengenakan kaos putih dan celana pendek santai berwarna hitam.
Masih tetap begitu tinggi dan tampan.
Liang Zheng lebih gugup daripada yang dia pikirkan ketika melihat Zhou Xu.
Mungkin itu karena hati nuraninya yang merasa bersalah.
Bibi Zhou berjalan ke hadapan Paman Zhou, membantunya mengambil tas dan berkata, “Kupikir kamu baru pulang malam nanti. Baru saja berpikir kalau kamu pulang malam, aku akan membawa Zhengzheng makan malam di luar.”
Liang Zheng juga melangkah maju, tersenyum dan menyapa Paman Zhou, “Halo, Paman.”
Paman Zhou juga tersenyum, “Zhengzheng, sudah lama tidak bertemu kamu. Sudah libur?”
“Iya.” Liang Zheng mengangguk dengan patuh.
Zhou Yuzhi tersenyum dan berkata, “Ayo jalan, bicara di dalam saja. Di luar panas sekali.”
Bibi Zhou dan Paman Zhou berjalan terlebih dulu di depan.
Zhou Xu di belakang, membuka bagasi, dan menurunkan dua buah tas.
Liang Zheng berdiri di depan pintu, kemudian menuruni tangga dan mendekati Zhou Xu, “Biar kubantu.”
Zhou Xu menatapnya dengan suara rendah, “Tidak usah. Kamu masuk saja.”
Sambil bicara, dia kembali mengeluarkan sebuah kotak hadiah lagi dari dalam.
Liang Zheng berdiri di sebelahnya dan berbisik, “Kata Bibi, sebentar lagi kamu ulang tahun.”
Zhou Xu berhenti sebentar, mengiyakan dengan samar.
Liang Zheng diam-diam menarik sudut bibirnya, entah kenapa dia begitu gugup. Dia berkata, “Kata Bibi, teman-temanmu akan mengadakan pesta ulang tahun untukmu. Aku belum pernah ikut pesta, ingin tetap tinggal dan main bersama.”
Zhou Xu menutup bagasi mobil, dan memandang Liang Zheng.
Mungkin karena hati nurani yang merasa bersalah, Liang Zheng sedikit panik dengan tatapan semacam ini. Tanpa sadar bertanya, “Aku… boleh… boleh ikut?”
Zhou Xu menatapnya selama beberapa detik dan berkata pelan, “Terserah kamu.”
Cuacanya terlalu panas, dan akhirnya Bibi Zhou memutuskan untuk makan di rumah pada malam hari.
Bibi Zhou menyiapkan makan malam yang sangat mewah. Liang Zheng makan sampai perutnya tidak muat lagi, dia bahkan tidak berani duduk setelah makan.
Dia membantu Bibi Zhou beres-beres di dapur. Ketika keluar, dia melihat Zhou Xu dan Paman Zhou sedang berbincang di sofa.
Zhou Xu sedikit membungkuk, sedang memotong buah.
Jari-jarinya panjang dan ramping, dia terlihat sangat ganteng bahkan dengan pisau buah di tangannya.
Liang Zheng menatapnya sampai melamun, baru saja ingin memalingkan wajahnya, Zhou Xu tiba-tiba mengangkat kelopak matanya dan melihat ke arahnya.
Liang Zheng membeku sesaat, belum sempat bereaksi, Zhou Xu sudah menurunkan pandangannya dengan acuh tak acuh. Tidak lagi menatapnya.
Tidak ada alasan baginya untuk melamun.
Paman Zhou dan Zhou Xu tampaknya membicarakan tentang perusahaan, Liang Zheng juga tidak ingin berada di sana.
Dia berjalan pelan ke lantai atas dan berencana kembali ke kamarnya untuk mandi.
Setelah selesai mandi dan keluar, waktu belum sampai jam 10 malam.
Liang Zheng duduk bersila di atas karpet samping tempat tidur, memegang ponsel di tangannya dan melihat-lihat hadiah apa yang harus dia berikan pada Zhou Xu.
Selera Zhou Xu sangat tinggi, setelah melihat-lihat, dia masih belum tahu harus memberikan apa.
Tapi satu hal yang pasti, uangnya sudah pasti tidak cukup.
Liang Zheng berpikir untuk pergi mencari pekerjaan untuk setengah bulan selama liburan musim panas.
Sambil berpikir begini, dia mulai mencari pekerjaan paruh waktu di liburan panas secara online.
Tidak sulit menemukan pekerjaan paruh waktu di liburan musim panas, Liang Zheng berhasil menemukan pekerjaan di toko teh susu pada hari berikutnya.
Namun, dia tidak bilang ke Bibi Zhou kalau dia kerja paruh waktu. Dia hanya bilang akan pergi nongkrong dengan teman-teman kampusnya.
Waktu kerja di toko teh susu hanya setengah hari, terkadang mendapat waktu di pagi hari dan terkadang di malam hari.
Setelah sepuluh hari, Liang Zheng berhasil mendapatkan uang seribu yuan.
Saat pulang kerja malam itu, Liang Zheng bersiap untuk pulang. Ketika melewati lapangan indoor di dekat rumah, seseorang tiba-tiba memanggilnya, “Hei!”
Liang Zheng awalnya tidak merasa dipanggil, kemudian pria itu memanggilnya lagi, “Hei hei!”
Liang Zheng barulah merasa penasaran, tanpa sadar melihat ke arah datangnya suara.
Yang Sheng sedang keluar untuk membeli air dan melihat Liang Zheng yang baru saja keluar dari toko.
Dia berlari menghampiri sambil tersenyum, “Kamu masih ingat aku tidak? Semester lalu, aku pernah bertanya kamu punya pacar atau tidak saat kamu kerja di restoran?”
Liang Zheng tertegun beberapa saat sebelum akhirnya teringat, “Oh, ternyata kamu.”
Dia ingat bahwa orang ini datang bersama Zhou Xu pada saat itu.
Yang Sheng tersenyum dan melihatnya kembali dari luar dan bertanya, “Kamu ini mau pulang ke rumah A Xu?”
Liang Zheng mengangguk.
Yang Sheng berkata, “A Xu sedang main basket di dalam, masuk dulu saja, nanti kalian pulang sama-sama saja.”
Liang Zheng belum pernah melihat Zhou Xu main basket. Dia berpikir, nanti pulang juga tidak ada yang perlu dikerjakan. Akhirnya dia tersenyum dan mengangguk, “Oke.”
Yang Sheng mengajak Liang Zheng memasuki lapangan basket, dia langsung teriak begitu masuk, “Sini sini, semuanya kenalan dulu sama cewek cakep!”
Setelah Liang Zheng masuk, selain Zhou Xu, dia juga menemukan ada beberapa gadis yang duduk di bangku penonton.
Zhou Xu sedang melakukan tembakan, ketika dia berbalik, dia melihat Liang Zheng yang berada di sisi Yang Sheng.
Dia sedikit tertegun dan kemudian berjalan mendekatinya, “Kenapa kamu kemari?”
Liang Zheng berkata, “Aku baru saja mau pulang, tapi ketemu temanmu di luar.”
Beberapa gadis di tribun ikut mendekat, salah seorang gadis cantik yang pertama kali bertanya, “Zhou Xu, ini siapa?”
Zhou Xu memperkenalkan, “Liang Zheng.”
Liang Zheng tersenyum sopan.
Zhou Xu berkata, “Tunggu aku sebentar, ini sudah mau selesai.”
Liang Zheng mengangguk sambil tersenyum, “Oke.”
Dia berjalan ke kursi penonton dan menyaksikan Zhou Xu bermain dengan mereka.
Setelah beberapa saat, beberapa gadis itu tiba-tiba terduduk di sebelahnya.
Salah seorang gadis bertanya padanya, “Liang Zheng? Apa hubunganmu dengan Zhou Xu? Apa kalian bertetangga?”
Liang Zheng menggelengkan kepalanya, “Tidak. Aku tinggal untuk sementara waktu di rumahnya.”
Lin Xin melihat ke atas dan ke bawah, “Kalian saudara jauh?”
Liang Zheng menggelengkan kepalanya, “Bukan.”
“Pasangan kekasih?” Lin Xin sedikit menyipitkan matanya, melihat tatapan Liang Zheng berubah.
“Bukan.” Liang Zheng baru saja ingin menjelaskan, tapi Zhou Xu sudah selesai bermain.
Dia berjalan mendekat, mengambil sebotol air mineral di tanah dan berkata, “Ayo, pergi.”
“Oh, pergi dulu.” Liang Zheng bangkit berdiri dan menuruni tangga. Setelah dia berpamitan dengan semua orang, dia ikut pergi bersama Zhou Xu.
Begitu Zhou Xu dan Liang Zheng pergi, Lin Xin menarik tangan Yang Sheng dan bertanya, “Siapa yang tadi itu?”
Yang Sheng berkata, “Anak perempuan teman ibunya A Xu. Orang Jiangcheng, datang kuliah di Beijing. Biasanya dia tinggal di rumah A Xu saat akhir pekan.”
“Bukankah ini sudah liburan musim panas? Kenapa masih tinggal di rumah orang?”
Yang Sheng berkata, “Mana kutahu. Tapi dia itu tamunya Bibi Zhou, tidak ada hubungan apa-apa juga dengan A Xu.”
Lin Xin sedikit lega ketika mendengar ini.
Benar juga. Karakter Zhou Xu begitu dingin, gadis rata-rata tidak akan bisa dipandang olehnya.
Zhou Xu berulang tahun pada tanggal 25 Juli.
Zhou Xu sebenarnya tidak terlalu suka melewati ulang tahun. Tapi Yang Sheng setiap tahun selalu menarik uang urunan, bilangnya sih untuk merayakan ulang tahunnya. Tapi kenyataannya, seperti sedang menggunakan ulang tahunnya untuk mengumpulkan semua teman-teman.
Pesta ulang tahun Zhou Xu tahun ini dilakukan di rumahnya.
Satu hari sebelum ulang tahun Zhou Xu, Liang Zheng pergi membeli hadiah untuknya.
Dia tidak punya banyak uang dan menghabiskan hampir seharian di mall. Akhirnya dia memilih sebuah jam tangan dengan harga lebih dari 1.000 yuan.
Dia merasa jam ini bagus. Ketika melihat jam tangan itu, dia hampir bisa membayangkan bagaimana penampilan Zhou Xu saat memakainya.
Dia berdiri di depan konter dan memegangnya untuk waktu yang cukup lama, mendongak dan tersenyum pada pelayan toko, “Tolong bantu aku membungkusnya.”
“Baik.” Pelayan toko tersenyum sambil bertanya, “apa untuk dihadiahkan pada orang?”
“Benar, hadiah ulang tahun.” Liang Zheng berkata, “Tolong bantu aku membungkusnya dengan baik.”
“Baik, Anda tidak perlu khawatir.”
Liang Zheng menopang kedua pipinya, menatap pelayan toko membungkus jam tangan itu dengan hati senang.
Dia melihat jam tangan itu dengan sepenuh hati, sampai tidak mempedulikan gadis-gadis di meja perhiasan di belakangnya. Setelah membeli barang itu, dia pun pergi.
Begitu Liang Zheng pergi, Lin Xin turun dari kursi tinggi dan berjalan menuju ke konter tempat Liang Zheng membeli ham tangan, “Gadis yang tadi itu membeli jam tangan yang mana?”
Gadis-gadis kaya ini adalah tamu VIP di mall ini. Mereka sudah sering melihatnya dan pelayan toko memberitahunya dengan antusias, “Gadis tadi baru saja membeli yang ini.”
Lin Xin melihat harganya dan tersenyum, tidak mengatakan apa-apa. Dia pun pergi dengan beberapa teman baiknya.
Pesta ulang tahun Zhou Xu berlangsung semarak.
Halaman dihiasi oleh bola lampu putih kecil. Ada sebuah meja panjang yang ditutupi dengan taplak meja putih, di atasnya terdapat sampanye, kue, dan buah-buahan.
Liang Zheng tidak pernah menyelenggarakan pesta ulang tahun semacam itu.
Ulang tahunnya dia lewati bersama keluarganya setiap tahun.
Dia tidak terlalu suka hingar-bingar semacam ini.
Mungkin juga karena dia tidak terlalu mengenal orang-orang itu.
Dia berada di dapur untuk membantu Bibi Zhou menyiapkan makan malam, Bibi Zhou terus mendesaknya, “Jangan repot lagi, Zhengzheng. Pergilah keluar untuk main, pergi cari A Xu.”
Liang Zheng tidak terlalu ingin pergi.
Dia menduga bahwa Zhou Xu pasti sedang bersama Yang Sheng.
Tapi pada kenyataannya, sudah ada cukup banyak orang di dalam dapur. Entah dari mana Qin Song berhasil menyewa dua orang koki bintang lima. Dia juga tidak bisa membantu banyak di dapur.
Bibi Zhou mendesaknya untuk main di luar, dia tidak bisa tetap tinggal di sana lagi.
Dia kembali ke kamar untuk mengambil hadiah, berpikir entah harus memberikan pada Zhou Xu sekarang atau tidak.
Juga, dia harus menyatakan perasaan atau tidak?
Dia keluar dari rumah dan meliriknya, halaman rumah itu penuh dengan orang-orang yang tidak dia kenal.
Dia menuruni tangga, tanpa sadar melihat sekeliling dan ingin menemukan Zhou Xu.
Tapi setelah mencari-cari untuk waktu yang lama, dia tidak dapat menemukannya.
Dia kebingungan dan tiba-tiba mendengar suara tawa dari belakangnya, “Entah berasal dari daerah mana. Tinggi di rumah orang sepanjang waktu, tidak merasa malu?”
“Mungkin saja tidak pernah tinggal di rumah yang begitu bagus, hahaha.”
“Hadiah yang dia belikan untuk Zhou Xu terlalu payah. Bagaimana dia bisa memberikannya?”
“Menurut watak Zhou Xu, mungkin dia tidak akan mempedulikannya.”
Liang Zheng membeku di sana, tanpa sadar memegang erat barang di tangannya.
Dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan segera kembali ke dalam rumah, hampir terlihat seperti lari ke dalam rumah.
Dia langsung berlari ke lantai tiga.
Ketika ingin kembali ke kamarnya, dia menemukan bahwa pintu kamar Zhou Xu belum tertutup rapat.
Dia tertegun sedikit dan melirik ke dalam.
Pintu kamar mandi tertutup dan Zhou Xu harusnya ada di dalam.
Dia menatap kotak hadiah di tangannya.
Dia berpikir, tak peduli bagaimanapun sudah dibeli, harus tetap diberikan.
Apa Zhou Xu akan menyukainya?
Bahkan jika tidak menyukainya, Zhou Xu tidak akan mempermalukan dia.
Meski Zhou Xu punya kepribadian yang dingin, tapi dia selalu sangat sopan dan berpendidikan.
Berpikir seperti ini, dia mendorong pintu dengan pelan dan masuk.
Ada terlalu banyak orang di luar, terlalu berisik, mungkin sebaiknya memberikan hadiah itu di sini.
Liang Zheng masuk, berdiri di depan meja belajar, dan meletakkan hadiah itu di atas meja.
Ada suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
Dia teringat bahwa Yang Sheng baru saja menyemprotkan banyak butiran salju ke Zhou Xu, mungkin itu yang membuatnya mandi lagi.
Memikirkan Zhou Xu sedang mandi, wajah Liang Zheng memerah.
Baru saja dia berpikir untuk menunggu semua orang pergi baru memberikan hadiah ini.
Karena sedikit panik, dia mengambil hadiah itu dan ingin berlari keluar.
Siapa sangka, saat mengambil hadiah, tanpa sengaja sebuah buku di atas meja jatuh ke lantai.
Buku itu jatuh dalam keadaan terbuka di lantai.
Liang Zheng berjongkok untuk mengambilnya, tapi begitu tangannya menyentuh buku itu, seluruh tubuhnya membeku.
Ketika dia melihat kata-kata di atasnya: Aku paling benci direpotkan, Liang Zheng adalah orang paling merepotkan yang pernah kutemui.
Tiba-tiba hatinya menenang, telapak tangannya sedikit berkeringat dan tanpa sadar dia mengambil buku itu.
Dia menatap pada sederetan kalimat itu untuk sesaat. Tanpa sadar menahan napas dan secara naluriah membalikkan halamannya.
Ketika dia melihat dua baris kalimat lain yang tertulis di halaman berikutnya, matanya tidak berani berkedip dan hanya bisa menatapnya lekat.
Aku tidak pernah begitu membenci seseorang.
Kapan dia akan berhenti datang ke rumahku?
Dua baris kalimat ini tertulis di bagian belakang kertas. Dari tulisan tangannya, Liang Zheng dapat melihat seberapa emosinya Zhou Xu.
Dia menatapnya lekat, matanya mulai sembab, jantungnya serasa tertusuk oleh sesuatu dan dia hampir tidak bisa bernapas.
Dia berjongkok di sana, matanya terasa sangat perih, hampir saja meneteskan air mata.
Dia berusaha keras menahannya. Dengan kedua tangannya yang gemetaran, dia menutup buku itu dan segera mengembalikan pada tempatnya.
Membawa pergi hadiahnya dan berlari keluar seperti melarikan diri.
Dia tahu Zhou Xu mungkin tidak terlalu menyukainya.
Tapi dia tidak menyangka, ternyata Zhou Xu begitu membencinya.
Kenapa tidak mengatakannya secara langsung?
Kalau dia mengatakan sejak awal, bahkan jika dia tidak punya malu, dia tidak akan pernah datang ke rumah Zhou Xu lagi.
Chapter ini luar biasa panjang lho… Astagadragon… 3400++ kata.