Fortunate To Meet You - Chapter 14
Selama liburan musim dingin di rumah, Liang Zheng melewatinya dengan begitu senang karena tidak ada hal yang perlu dikerjakan.
Hidup tanpa tugas kampus, makan, minum, dan bersenang-senang sepanjang hari adalah hal paling membahagiakan.
Tapi karena dia bersenang-senang sampai terlalu gila setiap harinya, buku-buku yang rencananya dia bawa pulang untuk dipelajari di rumah, sudah sampai berdebu di atas meja dan tidak dibalikkan satu halaman pun. Setelah cukup lama, akhirnya Liang Mama pun mengomel, “Buku ini kamu bawa jauh-jauh dari sana, kamu saja tidak mengeluh berat. Sekarang sampai berdebu di sana, lebih baik tidak usah dibawa pulang.”
Liang Zheng memiringkan kakinya ke belakang, dia sedang berbaring di atas tempat tidur untuk menonton drama dan berkata, “Mama tenang saja, lain kali aku pasti tidak akan membawanya pulang.”
Apa yang ada di pikirannya saat di sekolah adalah saat pulang ke rumah, dia akan membaca buku setiap hari. Tapi kenyataannya, Tahun Baru Imlek di rumah begitu ramai, waktunya bermain tiap hari saja tidak cukup, mana sempat membaca buku.
Liang Mama menyapu lantai di depan pintu kamar Liang Zheng dan berkata, “Kamu bilang sering pergi ke rumah Bibi Zhou, kenapa kamu tidak belajar disiplin dari Zhou Xu? Terakhir kali kamu bilang, dia liburan pun masih melakukan penelitian.”
Liang Zheng menopang pipinya dengan kedua tangan, matanya tidak meninggalkan layar dan menjawab, “Lupakan saja. Aku tidak sedisiplin dia. Kalau aku jadi seperti dia, mungkin aku akan mati lemas sendiri.”
Mama Liang berkata dengan malas, “Kamu sungguh tidak ada kemajuan.”
Liang Zheng masih ingin membela diri, dia merasa dirinya cukup ada kemajuan. Tapi ketika memikirkannya lagi, jika sampai harus dibandingkan dengan Zhou Xu, dia sepertinya memang tidak terlalu banyak kemajuan.
Dia pun memutuskan untuk diam saja.
Pada Malam Tahun Baru, Liang Zheng melakukan panggilan video melalui WeChat kepada Bibi Zhou untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru.
Bibi Zhou di seberang sana sangat ramai, bukan sedang di rumah. Mungkin sedang berada di rumah Kakek Zhou Xu.
Rumah di dalam video itu jauh lebih besar dari Kediaman Zhou. Dekorasinya sangat mirip dengan gaya abad terakhir dan sangat mewah.
Mungkin saja seluruh Keluarga Zhou sedang berkumpul di rumah sang kakek untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Zhou Yuzhi yang menerima panggilan video dari Liang Zheng, sangatlah senang. Dia tersenyum dan bertanya, “Zhengzheng, kamu di mana? Sudah makan malam Imlek?”
“Baru saja selesai, sedang di rumah kakek.” Liang Zheng tersenyum manis dan berkata, “Bibi, Selamat Tahun Baru Imlek untuk Paman dan Bibi, semoga kesehatan kakek juga selalu baik.”
“Kamu juga, Selamat Tahun Baru.”Wajah tersenyum Liang Zheng membuat siapapun menyukainya. Zhou Yuzhi sudah lama tidak bertemu Liang Zheng dan sangat senang sekarang, dia pun bertanya, “Kapan Zhengzheng pulang? Saat pulang nanti, ingatlah untuk memberitahu Bibi. Aku akan pergi menjemputmu.”
Liang Zheng berkata, “Mungkin akhir Februari.”
Liang Zheng mengobrol sebentar dengan Bibi Zhou. Karena sopan santun, dia pun menanyakan tentang Zhou Xu. Bibi Zhou mengatakan kalau Zhou Xu telah kembali ke kampusnya dan baru akan kembali akhir Maret nanti.
Liang Zheng sedang berbincang dengan Bibi Zhou di balkon. Ketika Liang Mama keluar, Liang Zheng menyerahkan ponsel kepada ibunya dan berkata, “Bibi Zhou.”
Liang Mama segera menerimanya, “Yuzhi, Selamat Tahun Baru.”
Kedua teman baik yang sudah lama tidak berjumpa itu, tidak ada habisnya kalau sudah mulai mengobrol. Mereka berbincang untuk waktu yang lama.
Setengah jam kemudian, Liang Mama keluar dari balkon dan mengembalikan ponsel kepada Liang Zheng.
Keluarga Liang Zheng di sini juga sangai ramai untuk merayakan Tahun Baru. Seluruh kerabatnya berkumpul untuk bermain mahyong. Yang tidak bermain mahyong akan menonton acara tahun baru. Anak-anak bermain petak umpat dan sangat meriah.
Liang Zheng duduk di sofa sambil memegang ponsel, sibuk membalas ucapan Tahun Baru dari teman-temannya.
Ketika seluruh ucapan sudah dibalas, dia kembali memeriksanya karena takut ada yang tertinggal. Dia menggeser layar ponselnya sampai paling bawah dan melihat kotak dialog-nya dengan Zhou Xu.
Jari-jarinya berhenti di sana. Mengingat beberapa bulan lalu, ketika dia baru saja tiba di Beijing dan demi menjalin kedekatan dengan Zhou Xu, dia pun berinisiatif menambahkan teman di WeChat. Tapi juga hanya menambahkan teman dan tidak pernah saling mengobrol.
Liang Zheng berpikir, apa perlu mengucapkan salam Tahun Baru?
Dia membuka kotak dialog dan melihat antarmuka WeChat kosong untuk waktu yang lama.
Meski Zhou Xu mungkin tidak akan peduli padanya, tapi dia juga telah menyebabkan banyak kerepotan saat di Beijing. Karena sopan santun, Liang Zheng merasa bahwa ucapan tahun baru ini masih tetap harus dikirim. Akhirnya dia pun menuliskan sebuah kalimat, “Zhou Xu, Selamat Tahun Baru! Semua harapan yang terbaik untukmu!”
Begitu WeChat ini terkirim, tidak ada respon seperti yang diharapkan.
Liang Zheng tidak terlalu mempedulikannya, toh dia tidak berharap Zhou Xu akan membalas.
Kebetulan kakak sepupunya mengajak dia untuk bermain kartu, dia memasukkan ponsel ke dalam sakunya dan berlari ke sana dengan hati gembira.
Di sisi lain.
Zhou Xu baru keluar dari kamar mandi setelah selesai mandi. Dia mengenakan kaos putih berlengan pendek dan celana olahraga hitam di tubuhnya. Dia memegang handuk di tangannya untuk menyeka rambut. Begitu keluar dari kamar mandi, dia mengambil ponsel di meja samping tempat tidur.
Dia menyalakannya dan melihat ada tujuh atau delapan kotak dialog WeChat yang muncul di layar utama.
Semuanya adalah ucapan tahun baru.
Ada dari Qin Song, Yang Sheng, Lin Xin, dan beberapa orang yang tidak terlalu dia kenal.
Mata Zhou Xu melihat WeChat semua orang dan tanpa sadar jatuh pada pesan dari Liang Zheng.
Dia berhenti sejenak dan membukanya.
Zhou Xu menatapnya sesaat, kemudian membalas dengan kalimat yang sangat jarang dia ucapkan, “Selamat Tahun Baru.”
Setelah membalasnya, dia melihatnya lagi beberapa detik dan barulah mengunci layar ponsel. Dia melemparkan ponsel itu kembali ke meja nakas dan mengeringkan rambutnya.
Ketika Liang Zheng melihat Zhou Xu membalas pesannya, waktu sudah lebih dari jam dua pagi.
Dia sudah tidak tahan lagi untuk membersihkan diri dan tidur ke kamarnya. Saat naik ke atas tempat tidur dan melihat sekilas ponselnya, dia melihat pesan balasan dari Zhou Xu. Dia sebenarnya tidak menyangka.
Zhou Xu, orang yang begitu sombong, tidak membalas itu bukan hal aneh lagi.
Tapi Zhou Xu selalu sopan dan penuh pertimbangan. Karena dia putri dari teman baik Bibi Zhou, bahkan jika dia merasa terganggu oleh kehadiran Liang Zheng, tapi normal baginya untuk membalas satu kalian demi kesopanan.
Liang Zheng menghela napas dan keluar dari aplikasi WeChat. Dia mematikan ponsel dan meletakkannya di meja nakas menarik selimut, memejamkan matanya dan pergi tidur.
Tahun Baru Imlek sangat menyenangkan, tapi liburan musim dingin sudah akan segera berakhir.
Pada akhir Februari, Liang Zheng yang belum cukup bermain, sama sekali tidak mau kembali ke kampus.
Sebelum pergi, dia sudah mulai mencari tahu kapan bisa pulang lagi. Dia pun ditertawakan oleh Liang Mama.
Hadiah tahun baru untuk Keluarga Zhou berisi dua kantong besar sosis dan bacon.
Liang Zheng mencoba mengangkatnya dan begitu berat hingga dia langsung menjatuhkannya lagi begitu mengangkat.
Liang Mama berkata, “Besok aku dan papamu akan mengantarmu ke bandara. Setelah membantumu memasukkan ke bagasi, baru kita pulang. Begitu kamu sampai di Beijing, langsung naik taksi ke rumah Bibi Zhou. Jangan merepotkan Bibi Zhou untuk pergi menjemputmu.”
“Baiklah.” Liang Zheng mengangguk, dia menundukkan kepala untuk mencium aroma sosis di dalam kantong dan memegang perutnya, “Bu, aku lapar. Aku juga mau makan sosis.”
Liang Mama tersenyum, “Tunggu sebentar, aku masakkan untukmu.”
Liang Mama berjalan ke dapur sambil berbicara.
Liang Zheng mengikuti dan berkata, “Aku ingin makan Guangwei.”
“Boleh.” Liang Mama mengambil sepotong sosis Guangwei dari lemari es dan berkata, “Kenapa kamu tidak membawa sedikit ke kampus? Saat kamu ingin memakannya, kamu bisa masak dan makan dengan teman-teman sekamarmu.”
“Di dalam kamar asrama tidak boleh masak.”
“Beli saja rice cooker kecil.”
Liang Zheng dengan serius memberitahu mamanya, “Rice cooker adalah barang bermuatan listrik tinggi, itu barang ilegal. Kalau ada pemeriksaan, pasti disita.”
Liang Mama kaget dan segera berkata, “Aduh, sudahlah kalau begitu. Tidak boleh melakukan hal-hal yang melanggar peraturan sekolah.”
Liang Zheng merasa terhibur oleh mamanya. Dia membungkuk dan memeluk mamanya dari samping, “Ma, aku akan merindukanmu dan papa.”
Mendengarkan ini, hati Liang Mama menjadi agak sedih, “Pergi kuliah sendiri di luar, harus menjaga diri sendiri dengan baik. Mempelajari semua ilmu pengetahuan dan harus bahagia.”
Liang Zheng mengangguk dan berkata serius, “Aku tahu. Mama dan papa juga harus menjaga diri dengan baik.”
“Jangan khawatir.”
Hari berikutnya, Liang Zheng naik pesawat pada jam sepuluh pagi. Ketika sampai di Beijing, waktu sudah hampir jam satu.
Dia turun dari pesawat untuk mengambil bagasi, sambil menyalakan ponsel untuk menelepon orang tuanya dan melaporkan kalau dia telah sampai dengan selamat.
Ketika sudah mengambil bagasi, dia menyeret koper di satu tangan dan mengangkat tas ransel besar di punggungnya.
Begitu keluar dari area kedatangan, dia segera menuju ke area penjemputan. Dia naik ke atas taksi dan menyebutkan alamat rumah Bibi Zhou.
Setelah meninggalkan bandara, Liang Zheng menelepon Bibi Zhou.
Zhou Yuzhi sangat cepat mengangkatnya. Suara Liang Zheng terdengar manis dan penurut, dia berkata, “Bibi, apa Bibi di rumah sekarang?”
Zhou Yuzhi menjawab, “Ada. Kamu sendiri sedang di mana?”
Liang Zheng menjawab, “Aku baru saja turun dari pesawat. Sekarang sedang naik taksi dan sebentar lagi sampai di rumah Bibi.”
“Kamu sudah sampai di Beijing?” Zhou Yuzhi terdengar terkejut, “Bukankah sudah kubilang, telepon aku saat kamu kembali dan aku akan pergi menjemputmu? Kamu ini—”
Liang Zheng segera menjawab, “Tidak perlu merepotkan Bibi Zhou. Aku naik taksi juga sangat mudah. Aku akan sampai sebentar lagi.”
Orangnya sudah di jalan, Zhou Yuzhi juga sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya bisa berkata, “Kalau begitu, hati-hati di jalan. Aku tunggu kamu di rumah.”
“Baiklah.”
Setelah menutup telepon, Liang Zheng memandang ke luar jendela.
Langit Beijing hari ini luar biasa biru. Dia menurunkan jendela mobil dan angin dingin yang kering bertiup ke arahnya. Membuatnya dingin hingga gemetaran dan segera menutup kembali jendela itu.
Di grup chatting asrama masih mendiskusikan menu makan malam ini. Sudah berdiskusi begitu lama, akhirnya memutuskan untuk makan di Haidilao Hotpot.
Qianqian:【Sore ini jam lima, kita kumpul di asrama!】
Liang Zheng mengirim emoticon senyum sambil mengangguk, diikuti dengan gerakan oke.
Ketika tiba di Kediaman Zhou, Zhou Yuzhi sudah keluar dari rumah begitu taksi berhenti.
Liang Zheng membayar dengan WeChat pay dan keluar dari dalam taksi.
Zhou Yuzhi membuka pintu halaman dan menarik tangan Liang Zheng begitu dia melihatnya. Dia pura-pura marah dan berkata, “Kamu ini, sudah kubilang akan kujemput, kenapa malah datang sendiri?
Liang Zheng tertawa. Dia mengelilingi belakang mobil untuk mengambil barang bawaannya. Zhou Yuzhi membantunya membawa koper dan menyeretnya ke dalamnya. “Kamu sudah makan? Aku sedang memasak pangsit ayam di dalam panci, masuk dan makanlah sedikit.”
“Aku sudah makan sedikit di pesawat.”Kata Liang Zheng sambil memasuki rumah bersama Bibi Zhou.
Meskipun sudah sepanjang liburan musim dingin tidak datang kemari, tapi tidak ada rasa asing ketika memasuki pintu ini.
Liang Zheng mengganti sepatu dan berjalan ke dapur dengan tas ranselnya yang besar, “Bibi, mama membawakan hadiah tahun baru.”
Zhou Yuzhi buru-buru mendekat, “Kenapa Wanjuan begitu sungkan? Begini jauh, masih saja membawa barang kemari.”
Di dapur, Liang Zheng meletakkan ransel besarnya di bangku tinggi di depan kitchen island. Dia kemudian mengeluarkan barang-barang dari dalam dua tas besar itu.
Zhou Yuzhi merasa sangat tidak enak hati saat melihat begitu banyak sosis dan daging di dalamnya, “Kenapa bawa begitu banyak?”
Liang Zheng mendongak dan tersenyum, “Ini sudah semestinya, Bibi. Bibi begitu menjagaku, mamaku merasa sangat tidak enak hati.”
“Ah, tidak begitu.” Zhou Yuzhi sungguh tidak berdaya. Dia berjalan ke depan kompor dan mengambilkan semangkuk pangsit untuk Liang Zheng, “Sini, sini. Makan dulu sedikit. Kita makan sambil mengobrol.”
Setelah Liang Zheng selesai makan pangsit, dia mengobrol cukup lama dengan Bibi Zhou di ruang tamu.
Bibi Zhou awalnya ingin menelpon Paman Zhou dan mengajak Liang Zheng makan malam. Tapi mendengar bahwa malam ini Liang Zheng sudah janji dengan teman sekamarnya, dia mengangguk dan berkata akan mengantarnya kembali ke kampus.
Sesampainya di kampus, Liang Zheng berpamitan dengan Bibi Zhou di gerbang kampus dan kembali ke asrama sebelum jam lima.
Dia membuka pintu dari luar dan berteriak dengan gembira, “Teman-teman sekalian! Aku pulang!”
Feng Qian tersenyum dan berkata, “Kamu yang terakhir.”
“Ayo berangkat! Kita pergi makan!” Liang Zheng menarik kopernya ke dalam, “Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu sebelum kita pergi!”
Keempat gadis itu sudah tidak bertemu sepanjang liburan musim dingin. Mereka makan malam dengan sangat senang dan baru kembali ke asrama jam 11 malam.
Bibi pengurus asrama mengingatkan di pintu gerbang, “Mulai besok dan seterusnya, kalau kembali ke asrama lebih dari jam 10.30 maka poin akan dikurangi.”
Beberapa gadis itu segera berlari ke dalam sambil bergandengan tangan.
Begitu sampai ke lantai atas, mereka tertawa lagi.
Kembali dari liburan musim dingin, hati semua orang masih mengambang. Satu minggu setelah perkuliahan dimulai, semuanya masih belum bisa fokus.
Keadaan ini berlangsung selama kurang dari setengah bulan sampai semua orang akhirnya bisa beradaptasi kembali dengan suasana perkuliahan.
Saat pertengahan Maret, Bibi Zhou menelepon dan mengajak Liang Zheng untuk makan malam di luar. Zhou Xu sudah pulang.
Begitu selesai kelas di sore hari, Liang Zheng kembali ke asrama untuk meletakkan bukunya. Setelah mencuci muka, berganti pakaian dan hendak keluar, ponselnya berbunyi.
Dia mengambilnya dari tempat tidur dan melihat kalau ID peneleponnya adalah Zhou Xu. Sedikit gugup saat mengangkatnya, “Zhou Xu?”
Di ujung telepon sana terdengar, “Aku sudah sampai di kampusmu.”
Sudah dua bulan lebih tidak jumpa, suara Zhou Xu masih tetap dingin.
Liang Zing mengambil tasnya dan menjawab sambil berjalan keluar, “Baiklah, aku segera turun.”
Sekeluarganya dari asrama, Liang Zheng mengambil rute terpendek menuju ke gerbang sekolah.
Baru saja tiba di depan gerbang, dia sudah melihat Zhou Xu.
Zhou Xu mengenakan jaket panjang hitam, bersandar di pintu mobil dan sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat layar ponsel.
“Zhou Xu!” Liang Zheng berteriak kepadanya dan baru saja akan menghampirinya.
Tiba-tiba ada seseorang yang menarik topi jaketnya dari belakang dan langsung menutupi di atas kepalanya.
Liang Zheng terkejut dan segera menoleh ke belakang. Dia melihat Li Xi yang berdiri di belakangnya dan tersenyum padanya, “Mau pergi ke mana?”
Liang Zheng melepas topinya dan menatapnya, “Ngapain sih kamu, membuatku kaget saja.”
Li Xi tertawa, “Memangnya apa yang aku lakukan sampai membuatmu kaget?”
Li Xi dan Liang Zheng sejak SD sudah satu angkatan dan satu kelas. Sejenis teman yang diketahui oleh kedua orang tua mereka. Sekarang mereka juga berkuliah di tempat yang sama dan mereka sangat akrab.
Namun sudah sebulan sejak perkuliahan Liang Zheng dimulai, baru ini pertama kalinya bertemu kembali dengan Li Xi.
Liang Zheng bertanya, “Kenapa kamu kemari?”
Li Xi berkata, “Kemari untuk makan malam. Kamu sendiri sedang apa?”
Liang Zheng menunjuk ke arah Zhou Xu dan berkata, “Aku juga mau pergi makan. Ada orang yang menungguku, aku pergi duluan.”
Li Xi menatap ke arah jari-jari Liang Zheng menunjuk dan kebetulan bertemu pandang dengan Zhou Xu.
Orang itu menatapnya dengan tenang, tapi entah itu ilusinya atau bukan, dia seperti merasakan aroma permusuhan dari mata yang dingin dan tenang itu.
Ketika ingin melihat dengan lebih jelas, orang itu sudah memalingkan wajahnya.
Mungkin… salah lihat?
Melihat Liang Zheng sudah pergi, Li Xi juga melanjutkan perjalanannya.
Liang Zheng berlari sampai ke hadapan Zhou Xu dan tersenyum padanya, “Maaf, membuatmu menunggu lama.”
Zhou Xu meliriknya, lalu mendongak ke arah Li Xi dan bertanya pelan, “Pacar?”
“Hah?” Liang Zheng tertegun sejenak, melihat kembali ke arah Li Xi. Setelah itu dia kembali menoleh ke arah Zhou Xu dengan tatapan bingung, “Bukan.”
Zhou Xu meliriknya dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia menjatuhkan kalimat, “Masuk ke mobil.”
Sambil berkata itu, dia mengelilingi pintu mobil dan masuk ke dalam.